webnovel

DI BALIK PERSAHABATAN

"Di saat cuaca mendung seperti ini, kenapa kamu masih saja berjualan Han?" tanya Rafka seraya mengayuh sepedanya dengan sedikit kuat karena melawan angin yang cukup keras.

"Sudah tugasku setiap hari untuk menjual kue-kue sampai habis bukan?" jawab Hanin dengan suara pelan.

"Tidak seharusnya kamu yang menjadi tulang punggung mereka Hanin, kamu masih punya Ibu yang harus bekerja untuk anak-anaknya. Dan kamu cukup membantu di rumah dengan belajar yang sungguh-sungguh," ucap Rafka lagi yang terkenal dengan otaknya yang sangat cerdas dan sebagai anak orang seorang Dokter yang kaya raya di desa Malibu.

"Ini sudah menjadi nasibku Raf, aku tidak bisa merubah nasibku yang menyedihkan ini," ucap Hanin dengan matanya yang berkaca-kaca seiring air hujan yang tiba-tiba turun deras dari langit yang terlihat mendung dan gelap.

Rafka menghentikan sepedanya saat melihat gardu jaga.

"Kita berteduh di sini saja Han," ucap Rafka dengan pakaian yang cukup basah.

Hanin turun dari tempatnya kemudian berlari masuk ke gardu jaga dengan membawa nampan jajanannya.

"Kamu tidak kedinginan kan Han?" tanya Rafka setelah meletakkan sepedanya dan menyusul masuk ke dalam gardu jaga.

"Tidak Raf, apa kamu kedinginan?" tanya Hanin saat melihat pakaian Rafka terlihat basah.

"Tidak apa-apa Han, sekarang ceritakan apa yang terjadi pada hidupmu? kamu sudah berjanji padaku untuk bercerita tapi sampai saat ini. Kamu masih menutup diri, apa kamu tidak percaya padaku?" tanya Rafka menatap penuh iba pada Hanin.

Hanin mengambil nafas panjang.

"Aku harus pulang, nanti Ibu mencariku," ucap Hanin yang sangat susah untuk membuka diri pada siapapun.

"Bukannya kamu sendiri bilang kalau kuemu belum habis kamu tidak boleh pulang?" ucap Rafka tersenyum manis.

"Ya..memang benar apa yang kamu katakan," ucap Hanin dengan menundukkan wajahnya.

"Ceritakan padaku Hanin, agar kesedihanmu berkurang," ucap Rafka dengan rasa sayang.

"Aku harus cerita darimana? aku tidak pandai bercerita," ucap Hanin masih dengan kepala tertunduk.

"Dari saat awal hidupmu menderita," ucap Rafka tak lepas menatap Hanin.

Hanin mengusap wajahnya yang sedikit basah, kemudian membalas tatapan Rafka seorang sahabat yang seumuran dengannya tapi sikapnya sudah seperti seseorang kakak baginya.

"Ibu kandungku meninggal dua tahun yang lalu, dan Ayah menikah lagi dengan Ibu Dina Ibunya Jonathan dan Amelia. Kehidupanku berubah saat Ayah kecelakaan satu tahun yang lalu dan meninggal dunia. Di mulai saat itulah hidupku menderita hingga seperti saat ini. Aku selalu tidak ada benarnya di mata mereka berdua," ucap Hanin dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.

"Aku tidak tahu kejadian Ayahmu meninggal, berarti saat itu aku masih ikut Nenek di Solo. Karena yang aku tahu saat aku datang kamu hanya mempunyai seorang Ibu dan dua saudara, tapi hidupmu terlihat menderita di banding mereka berdua," ucap Rafka dengan tatapan yang rumit sangat menyesal tidak mengetahui dari awal kehidupan Hanin yang begitu menyedihkan.

"Yang membuat aku sedih, semua harta Ayah di berikan padaku habis entah kemana. Aku tidak tahu habisnya karena apa. Aku sedih karena harta itu hasil jerih payah Ayah selama bertahun-tahun dan di habiskan hanya begitu saja," ucap Hanin menangis sedih.

"Dan kamu sering menangis karena mereka sering berlaku kasar padamu," ucap Rafka menatap wajah Hanin dalam-dalam.

"Aku hanya tidak mengerti saja, kenapa mereka sangat membenciku, padahal aku selalu melakukan apa yang mereka suruh," ucap Hanin menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Menangislah kalau kamu ingin menangis Han? ada aku di sini yang akan mengusap airmatamu," ucap Rafka seraya mengusap airmata Hanin.

"Aku malu padamu Raf, karena terlalu sering menangis," ucap Hanin dengan kesedihan yang dalam.

"Kenapa harus malu? kita kan sahabat yang harus saling menjaga dan saling melindungi," sahut Rafka dengan tersenyum.

"Ya kita adalah sahabat," ucap Hanin tersenyum seraya mengulurkan jari kelilingnya yang di sambut Rafka dengan cepat.

"Kita pulang ya Raf, sudah malam," ucap Hanin dengan perut yang merasa lapar.

"Kamu lapar Han?" tanya Rafka saat mendengar perut Hanin yang berbunyi.

Hanin menganggukkan kepalanya.

"Ya sudah, kita makan kue ini sekarang. Tenang saja nanti aku yang bayar semuanya," ucap Rafka sambil tertawa karena dirinya juga merasa lapar.

Sambil tersenyum Rafka mengambil kue dari nampan dan langsung memakannya.

"Ayo Han, kamu juga harus makan, jangan kuatir aku tidak menagih uang padamu," ucap Rafka seraya mengambil kue lagi dan di berikan pada Hanin.

Setelah menghabiskan sisa kue yang tidak terjual Rafka bangun dari duduknya.

"Ini uangnya Han," ucap Rafka memberikan uang lima puluh ribu pada Hanin.

"Hanya dua puluh ribu saja Raf, apa tidak ada uang kecil?" tanya Hanin yang tidak ada uang kembaliannya.

"Ambil saja, buat jajan kamu...jangan di tunjukkan pada Ibu kamu," ucap Rafka sambil mengambil sepedanya.

Hanin berdiri dengan tatapan rumit, sesekali menatap langit yang sudah gelap walau hujan telah mereda.

"Kamu melamun apa? ayo kita pulang," ucap Rafka di atas sepedanya.

"Aku pulang sendiri saja Raf, sudah dekat juga," ucap Hanin yang takut Ibunya marah kalau dia berteman dengan teman laki-laki.

"Sudahlah jangan menolak lagi, nanti di tikungan kamu bisa turun," ucap Rafka masih menunggu di atas sepedanya.

Dengan perasaan ragu akhirnya Hanin naik di atas boncengan sepeda Rafka.

"Aku sudah naik Raf, cepat jalan," ucap Hanin dengan malu-malu.

"Pegang pinggangku Han...kamu tahu sendiri jalannya becek dan banyak kerikilnya. Kamu bisa jatuh kalau tidak pegangan," ucap Rafka dengan penuh perhatian.

Dengan perasaan malu, perlahan Hanin memegang kaos milik Rafka agar tidak terjatuh.

Di iringi hembusan angin malam Rafka mengayuh sepedanya dengan sangat pelan.

Tidak terasa dengan waktu yang begitu sangat cepat, mereka berdua sampai juga pada tikungan jalan.

"Rafka berhenti, turunkan aku di sini saja," ucap Hanin dengan perasaan takut dengan apa yang akan terjadi nanti. Apalagi Hanin tidak menemukan orang jual bakso pesanan Amelia. Sudah pasti nanti akan mendapat kemarahan dari Amelia.

"Baiklah, hati-hati ya Han," ucap Rafka setelah itu meninggalkan Hanin yang masih berdiri di tempatnya.

Dengan perasaan takut, Hanin berjalan masuk ke halaman rumahnya. Perasaan was-was sudah menyelimuti hatinya, saat masuk ke dalam rumah.

"Darimana saja kamu Hanin?" tanya Dina dengan pandangan yang sangat menakutkan.

"Dari jual kue Bu. Ibu bilang aku harus menjual habis kue-kuenya kan?" jawab Hanin dengan kepala tertunduk.

"Jual kue atau pacaran di gardu jaga sama Rafka?" tanya Dina lagi dengan suara penuh tekanan.

Hanin mengangkat wajahnya sangat terkejut dengan ucapan Ibunya yang tahu tentang Rafka dan dirinya di gardu jaga.

"Tadi hujan deras Bu, aku berteduh di sana dan di sana ada Rafka." jawab Hanin terpaksa berbohong daripada mendapat kemarahan yang lebih lagi.

"PLAKK!!"

"Kamu sudah pintar berbohong ya! bukannya kamu boncengan sepeda dengan Rafka dan berteduh di gardu jaga? ingat Hanin kamu tidak boleh pacaran dengan siapapun karena kamu sudah aku jodohkan dengan Tuan Hasta dan kamu akan secepatnya menikah dengannya!!" ucap Dina dengan tatapan mata berapi-api.

Next chapter