28 Wanita pertama

"Aku selalu merindukanmu. Membayangkanmu dalam dekapanku" bisik Eun membuat libido Glen bangkit. Mana ada kucing yang menolak jika kau suguhkan, apalagi jika suguhan itu bukanlah makanan murahan, Eun bukan ikan teri atau ikan asin, dia adalah kelas daging merah segar. Begitu menggugah selera.

"Kau ingat bagaimana kita pertama kali memulai permainan seru di atas ranjang?" Bibir tipis Eun membuat tarikan sinis. Eun mendengus kesal.

"Pria tua itu mengajarkan banyak hal, dan permainan di ranjang yang paling bisa aku ingat" Glen hanya pasrah. Menikmati tubuh polos gadisnya yang meliuk sempurna. Jung Eun gadis tak nyata. Jung Eun mimpi para pria tentang sosok wanita sempurna.

Glen menikmati kecupan Eun hingga gadis itu merasa cukup untuk berciuman dan mengganti dengan kegiatan lainnya. Dia senang bermain-main di tubuh Glen. Eun meraih sebuah saputangan, dia mengikat kedua tangan Glen dibelakang punggung, menahan ikatan pada sisi kursi. Glen hanya pasrah menerima perlakuan Eun. Mencoba menikmati semuanya, walau diambang batas arti dari nikmat yang sebenarnya. Risa lebih baik memperlakukan Glen, dia tak bisa menikmati saat bersama Eun, Glen hanya berpura-pura, dia lebih menginginkan hubungan manis dengan Risa. Glen menahan gejolak di dadanya, dia ingin sekali berteriak dan memanggil nama Risa, tapi raut wajah Eun yang bengis saat melakukan hubungan membuat Glen menahan diri sebaik mungkin. Glen hanya bisa membayangkan wajah Risa saat membalas rangsangan Eun.

***

Hoon sudah lebih dulu duduk di meja makan keluarga. Sebuah meja bermotif serat kayu dengan kilapan dari timpahan resin. Kilau meja yang mengkilat membuat hidangan mewah kian mengagumkan. Glen terlihat masih mengantuk, muka bantalnya tak bisa berbohong. Eun mengikuti langkah Glen yang menuntun tangan kirinya dengan lembut, Eun berjalan bak putri raja kerajaan, begitu angkuh dan anggun. Pakaian tidur model kimono dengan tali panjang, pada pinggirannya penuh bordir dengan benang perak, saat Eun melangkah kulit mulus dan kaki jenjangnya terlihat sempurna dan mengagumkan. Tak sia sia dia menghabiskan sekian tumpuk uang untuk setiap pahatan di tubuhnya.

"Cih, pemandangan apa ini!" Sinis Hoon meledek pasangan yang ikut bergabung. Eun membuang wajah. Glen menarik kursi dan mempersilahkan Eun duduk. Dia segera meraih susu low fat, sebuah roti dengan tambahan sayuran serut, daging asap dan potongan telur rebus. Glen menghidangkan dihadapan Eun. Eun melempar senyum pada Glen, pria nya sungguh sangat manis.

Glen menghela nafas saat Eun dan Hoon lengah. Sesungguhnya dia lelah, semalam dia tak bisa tidur nyenyak, Eun begitu beringas. Wanita itu menyisakan beberapa memar di tubuh Glen, membuat pria itu meringis sakit.

"Kenapa kau turun dan makan disini!" sungut Hoon sinis.

"Hei brengsek, sudah kukatakan jangan ikut campur urusanku!" balas Eun dengan wajah angkuhnya, dia melepaskan garpu, melempar ke arah Hoon tapi hanya mendarat di meja. Eun melipat tangan di dada.

"Kau tak pernah makan bersama kami sebulan ini. Bahkan saat papa memohon padamu" sindir Hoon. Eun segera bangkit, dia berdiri dan menatap Hoon kesal.

"Kenapa kau membawa pria itu di pagi hari! membuat selera ku luntur!" gusar Eun segera pergi meninggalkan meja makan.

"Dasar nenek sihir!" bisik Hoon sama kesalnya. Glen menatap Hoon sekilas, lalu pindah menatap punggung Eun, tiba tiba gadis itu berbalik.

"Sayang, berkas pernikahan akan sampai hari ini. Kita juga harus membuat foto pernikahan" ujar Eun sebelum kembali menapak anak tangga. Glen mengangguk pelan.

"Selamat akhirnya kalian jadi menikah" antara senang atau apa, ucapan Hoon sangat datar.

"Glen hyung semoga kau tabah menghadapi nenek sihir itu!" ucap Hoon sembari melahap sarapannya dengan wajah kesal. Glen menggaris senyuman.

"Hoon, aku dan Eun akan mengurus pernikahan. Kami akan menghabiskan waktu seminggu untuk resepsi di Eropa, Eun juga ingin berlibur-" Hoon menyela dengan wajah tak pedulinya, pria tampan itu hanya menaikkan alis saja.

"Baiklah, itu tak masalah kan" timpal Hoon tak begitu peduli.

"Kau harus mengatur perusahaan selama aku tak bekerja" pinta Glen, Hoon tersenyum sinis. Dia tak percaya dengan kalimat Glen barusan.

"Kau hanya membubuhkan tanda tangan, menyesuaikan berkas dengan produk datang, itu saja!" lanjut Glen menjelaskan. Hoon memasang wajah bingung.

"Hoon, produk baru kita akan segera release, tak memakan waktu sebulan barang semua sudah siap, saat ini, di Indonesia sedang proses produksi-" melihat wajah bengong Hoon membuat Glen menghentikan penjelasannya, nampaknya kalimat Glen hanya membuat Hoon kian bingung.

"Kau bicara apa?" ledek Hoon. "Aku hanya ingin ikut esport, aku tak mau terjun ke dunia usaha" Glen menghela nafas kesal. Dia menahan kesal. "Bagaimana mungkin si tua Jung mewariskan asetnya pada si bodoh ini!" kesal batin Glen sudah mau meledak. Glen menggaris senyum di bibir, tapi di hati dia sungguh sangat gemas dan ingin marah. Sabar Glen, sabar. Jangan sampai 30 tahun hidup mu sia-sia dan kembali ke jalanan, sekali lagi batin Glen berusaha membujuk dirinya untuk terus menggaris senyum.

"Hoon, kau harus belajar dari awal sebelum duduk di kursi direksi!" ucap Glen kemudian.

"Hyung, kau bercanda!"

"Tidak, aku serius!" Glen bangkit dari kursi dan meraih piring yang ditinggalkan Eun berikut segelas susu. Glen menapaki anak tangga menuju kamar Eun.

"Hyung!" panggil Hoon dengan nada tinggi, Glen tak peduli.

"Segera urus dokumen mu dan cepat pergi ke Indonesia!" dengan mengangkat telunjuk, Glen memerintah Hoon. Wajah serius Glen membuat Hoon terperanga. Hoon mengacak-acak rambutnya kesal.

"Hyung, kau gila ya!!" teriak Hoon marah. Glen tak peduli. Hoon menyusul langkah Glen dengan berlari. Suara sol sepatu nya beradu dengan lantai marmer, memaksa Glen berhenti melangkah.

"Ada apa?" Hoon terlihat memohon. "Hyung aku hanya ingin main game, tak bisakah kau saja yang mengurus semuanya"pinta Hoon. Glen menghela nafas.

"Setidaknya kau harus membantu sedikit pekerjaan ku. Kau urus produksi di sana, aku akan menggantikan tuan Jung. Itu lebih ringan bukan?" Hoon menggaruk kepala mendengar kalimat lugas Glen.

"Aku akan menyusulmu setelah nona Jung lebih tenang" bisik Glen membuat Hoon sedikit lega.

***

"Sayang, kau meninggalkan sarapanmu" ujar Glen dengan senyuman. Dia duduk di samping Eun yang tiduran di ranjang. Piring dan susu sudah di taruhnya di meja.

"Bocah itu selalu membuatku kesal!" dengus Eun masih merajuk. Glen mengelus lembut rambut Eun, hingga wanitanya bangun dan segera memeluk pinggang Glen.

"Sayang, Hoon akan pergi ke Indonesia. Dia akan belajar mengurus usaha di sana" Eun menatap wajah Glen, muka cemberut berubah tersenyum. Glen mengangguk, meyakinkan tatapan Eun.

"Aahh, cepat usir dia sayang!" dengan suara manja sekali lagi Eun mendekap pinggang Glen erat.

"Sekarang ayo makan sarapanmu" pinta Glen, Eun mengangguk.

"Suapin" pinta Eun manja. Glen kembali tersenyum, dia mengangguk tak mungkin menolak permintaan nona Jung yang sangat manja ini.

avataravatar
Next chapter