19 APA MUNGKIN DIA?

"Apa aku sudah menyuruhmu pergi, huh? Kenapa cepat sekali ingin pergi?" tanya Trian setengah mengomel.

"Aku ingin mengambilkan kopi pagi untukmu, Bos! Aku akan segera kembali. Tapi karena kau memanggilku lagi, ya sudah… Aku akan tetap di sini!" jawab Cheery dengan alasan yang masuk akal.

"Sudah lewat dari tiga hari dari perjanjianmu dengan keponakanku. Aku hanya mengingatkanmu. Kau sudah berjanji dengan anak yang tidak biasa. Selain itu, Sunny terlihat menyukaimu, maka jangan kau sia-siakan perasaan keponakanku itu!" Trian mengingatkan Cheery lagi tentang perjanjiannya dengan Sunny.

"Dan lagi, kau juga belum membawa anak yang akan menjadi rekan model Sunny nanti. Apa kau benar-benar serius bekerja dan memegang janjimu sendiri, Cheery?" sambung Trian yang menambahkan ingatan tentang tugas Cheery yang lain.

Cheery terdiam dan menundukkan pandangannya sesaat sebelum kembali menegakkan kepalanya dan memandang Trian lalu bersiap bicara.

"Tentu saja aku akan melakukannya, Bos! Aku tidak pernah ingkar janji meskipun untuk mengabulkan janjiku itu sangat sulit. Aku harus memegang janjiku. Kau tidak usah takut, Bos!" jawab Cheery yakin hingga senyum simpulnya membuat Trian terpana.

"Lalu kenapa tidak kau lakukan saja?" tanya Trian tanpa berpaling dari pandangannya.

"Aku…" ucapan Cheery menggantung, "Aku masih bingung, Bos," sambungnya lagi dan kepalanya terlihat tertunduk lagi.

Trian menghela napas berat dan menutup file yang baru saja ia buka. Trian bangkit dan berjalan ke sofa dan duduk di sana.

"Tutup tabletmu lalu letakkan di mejaku dan duduklah di sini!" ucap Trian dengan nada tenang, "Tapi sebelum itu bawakan kopiku dulu. Kita akan mengobrol sambil menunggu waktuku pergi ke hotel!" sambungnya lagi.

Cheery mendengar dan melakukan apa yang diperintahkan atasannya itu. Setelah membawakan kopi untuk Trian, ia pun ikut duduk di seberang Trian dengan meja sebagai pembatasnya.

"Apa kau bingung bagaimana menghadapi Mona dengan penampilan wanita sementara kau sudah berjanji pada keponakanku, kan?" tanya Trian dan Cheery mengangguk, "Sudah kuduga!" sambungnya.

"Jujur saja. Dari pada mencemaskan amarah Mona, aku lebih mementingkan perasaan Sunny! Tapi semua keputusan ada padamu. Kuharap kau bisa menepati semua perjanjianmu pada siapa pun!"

Setelah mengucapkan kalimat panjang tadi, Trian menyesap kopinya lalu meletakan kembali cangkir kopi tersebut sembari menunggu Cheery menanggapinya.

Namun sepertinya Cheery masih enggan bicara saat kebingungan melanda. Hingga Trian memutuskan untuk kembali bicara.

"Ku akui nyalimu benar-benar besar dengan mengambil keputusan aneh seperti itu. Tapi apa kau tahu, jika kau dan Mona beranggapan aku tidak akan melirikmu sama sekali meski kau berpenampilan seperti ini, kalian salah!"

"Aku mulai bermain bersama wanita sejak aku remaja. Mana mungkin aku tidak bisa menyadari kalau kau adalah wanita cantik walau kau tutupi dengan penampilan pria seperti ini!"

"Aku bahkan tahu ukuran dadamu walau aku tidak melihatnya secara langsung!"

Trian begitu santai saat membicarakan hal memalukan seperti itu. Sementara Cheery yang mendengarkan langsung refleks menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya sendiri.

"Kau mengintipku, Bos?!" ucap Cheery setengah membentak.

"Kau kira pekerjaanku sangat santai untuk mengintipmu berganti pakaian, hah? Aku memang sesantai ini walau terdengar mesum di telingamu, tapi memang beginilah aku!" jawab Trian membela dirinya.

"Kau sendiri yang memelukku waktu kita di lift di hari pertama kau bekerja. Rasanya sangat kenyal dan akan sangat nikmat jika menyentuhnya dengan tangan secara langsung. Dari situ aku tahu kalau ukuran dadamu sekitar-"

Ucapan Trian terhenti saat tidak menyadari kalau Cheery menghampirinya dan dengan cepat menutupi mulutnya agar berhenti bicara.

"Jangan diteruskan! Apa kau tidak punya rasa malu mengatakan itu padaku? Dasar pria mesum!" ucap Cheery dengan kalimat cepat sembari menutup matanya.

Tapi Cheery tidak sadar dengan posisinya yang mendorong tubuh Trian hingga bosnya itu terbaring di sofa dan Cheery berada di atasnya.

Dari posisinya seperti itu, Trian dapat memandangi wajah Cheery yang memang manis walau mata Cheery tertutup sekalipun.

'Cantik! Tapi mengapa wajahnya serasa tidak asing bagiku? Kapan aku pernah sedekat ini memandang wajahnya sampai terasa familiar bagiku?'

'Debar jantungnya dapat kurasakan dengan jelas. Napasnya yang terengah dan juga aroma tubuh ini mengingatkanku dengan wanita yang pernah bercinta denganku. Tapi wanita yang mana? Aku lupa…'

Trian tidak mengedipkan matanya sekalipun saat memandang wajah Cheery dari jarak sedekat ini. Debar jantungnya juga seakan berlomba dengan getaran detak jantung Cheery yang menyentuh tubuhnya.

Entah apa yang unik dari Cheery hingga ia merasakan darahnya berdesir hingga ke bagian bawah tubuhnya dan membuat kejantanannya bangkit.

'Sial! Kenapa kau malah bangkit sekarang, hah?!' rutuk Trian dalam hati pada hasrat kelelakiannya sendiri.

Setelah malam-malam pelariannya yang berusaha bercinta dengan gadis random yang ia bawa ke kamar hotelnya dan bahkan kejantanannya tidak berfungsi semestinya saat pikirannya tidak bisa teralihkan dari Mona, sang tunangan pilihan orang tuanya.

Tapi mengapa saat ini bagian tersensitifnya sebagai pria bangkit saat berada di posisi seperti ini dengan Cheery? Dan hal ini membuatnya kesal serta bingung.

Tok Tok Tok

Suara ketukan pintu membuat Cheery langsung membuka matanya lebar. Cheery terkesiap saat sadar dirinya berada di atas tubuh Trian.

Dengan cepat Cheery berusaha bangkit tapi sayangnya tangan Trian lebih cepat menahan pinggang Cheery hingga kesusahan untuk bangkit.

Cup!

Satu kecupan diberikan Trian di dahi Cheery yang sontak membuat Cheery terperangah.

"Itu hadiah karena kau berani menggodaku!" ucap Trian tanpa rasa malu.

Cheery langsung bangkit sekuat tenaga dan berhasil berdiri tegak.

"Kau-" baru saja Cheery hendak mengumpat, suara pintu yang diketuk lagi mengalihkan perhatiannya, "Kita masih harus bicara tentang ini nanti, Bos!" sambungnya berucap pada Trian dan dengan cepat membuka pintu ruangan atasannya tersebut.

"Hei, ke mana saja kau pergi? Kenapa ponselmu tidak kau angkat? Dan saat aku mendatangi meja kerjamu hanya ada ponsel yang berdering tanpa pemiliknya!" ucap Sania yang ternyata sedang mencari Cheery, "Aku tidak melihatmu di manapun, hingga kuputuskan mengetuk ruangan Ceo, dan benar kau ada di sini!" sambungnya.

Cheery belum menjawab ucapan Sania dan malah berbalik memandang Trian yang tersenyum mengejeknya sambil berjalan ke meja kerjanya kembali.

"Ayo kita bicara di luar!" ajak Cheery dan menutup pintu ruangan Trian. Meninggalkan Trian yang pikirannya langsung kacau seketika.

"Ah, sial! Kenapa aku menciumnya tadi? Aku hanya bermaksud menggodanya tadi. Tapi kenapa aku terbawa suasana seperti ini? Dasar konyol! Bahkan 'benda ini' juga bereaksi! Dasar brengsek!"

Trian terus mengumpati kebodohannya sendiri. Ia memang sama sekali tidak bermaksud melakukan hal berlebihan seperti mencium Cheery secara spontan tadi. Ia hanya bermaksud menggoda Cheery untuk meyakinkan Cheery bahwa penyamaran Cheery berpenampilan pria tidak berpengaruh padanya. Tapi entah mengapa, ia sendiri yang malah terpancing dengan kecantikan dan aura Cheery dari jarak sedekat itu.

'Tapi memang sepertinya aku pernah bersama wanita yang seperti Cheery walau aku lupa kapan dan siapa wanita itu,' sambungnya berbicara dalam hati dan berusaha mengingat kapan ia mengalami situasi sedekat itu dengan wanita yang mirip dengan Cheery.

avataravatar
Next chapter