25 Diusir

"Apa dia kabur lagi?" tanya Reta pada penelepon di sebrang sana. Saat orang mengatakan jika tawananya kabur, ia langsung mematikan teleponnya sepihak.

"Sialan wanita itu! Kenapa selalu merepotkanku." Tak segan-segan Reta melempar ponselnya. Wanita  itu kembali memakai bajunya dan meninggalkan hotel.

Entahlah, sudah berulangkali wanita itu berhasil meloloskan diri, meskipun kembali tertangkap. Namun tetap saja membuat Reta khawatir dan takut. Takut apabila wanita itu muncul kembali pada kehidupannya.

Reta meliak-liuk ke jalanan dan tak berlangsung lama, ia pun segera dapat melihatnya. Jalannya tertatih-tatih, dengan baju tampak kulit wanita itu seperti orang gila.

Reta lekas meminggirkan mobilnya. Saat melihat Reta, wanita itu segera berlari dengan rasa takut yang menyelimuti dirinya.

***

"Mau ke mana lo?"

Anna terlonjak kaget mendapati Dewa sedang berdiri di ujung tangga. Sial sekali rasanya, kenapa pria itu harus menghalanginya.

"Gila ya lo! Gue dibiarkan pingsan sendiri. Ini udah mau malam, gue harus pulang."

"Oh jadi lo pingsan? Gue kira tidur. Btw, malam ini lo gak boleh pulang. Sia sia dong gue ajak lo ke sini tapi misi gue gak terselesaikan."

"Lain kali aja selesaikan misi lo, gue udah gak punya waktu." Langkah Anna kembali tertahan saat Dewa menariknya lagi ke belakang.

"Gak bisa! Lo harus tetep di sini!"

"Apaan si! Gue harus jemput adek gue, gue juga mau kencan sama–" Anna segera menelan kata yang mau diucapkan. Hampir saja ia keceplosan. Dewa tidak boleh tahu jika dirinya akan pergi makan malam bersama Prince.

"Kencan? Kencan?" Seketika tawa Dewa menyembur.

"Sejak kapan ada cowok yang mau sama lo?" Dewa melihat penampilan Anna dari bawah ke atas, tidak ada satu pun hal yang menarik dari diri cewek itu.

Anna mengepalkan tangannya. Rasanya ingin sekali menonjok mulut Dewa atau membunuhnya sekalian.

Jika saja Dewa tahu siapa orang yang sedang cowok itu cari, dia akan malu sendiri bahkan tak percaya jika Anna bisa tampil secantik malam itu. Anna adalah orang yang mendapatkan first kiss cowok bermata elang itu.

Anna tampak mendengkus kesal.

***

Ranting pohon menari-nari tertiup angin lalu disusul dengan tangis langit yang begitu deras. Untung saja Anna sudah tiba di rumah Rangga, jadi tubuhnya tidak begitu basah terkena hujan.

Sebelum Anna mengetuk pintu, penghuni rumah sudah dulu membukanya. Wanita berhijab blus itu meminta Anna untuk segera masuk karena di luar sedang dingin. Anna pun langsung masuk, ia melihat Saga sedang ikut makan bersama keluarga Rangga. Saga tampak gembira mendapati kehadiran Anna.

Melihat keluarga Rangga yang begitu harmonis, Anna sedikit iri. Ya, sudah sejak lama ia tak mendapatkan suasana seperti ini.

Bu Tania mengelus kepala Anna. "Anggap aja rumah sendiri ya. Kamu bebas pilih lauk yang kamu suka."

Anna memang sudah kenal dekat dengan keluarga Rangga. Dan mereka adalah satu-satunya orang yang bisa Anna percaya. Ia memang sedikit tidak enak menitipkan Saga ketika hendak pergi ke luar kota. Namun tak ada orang yang bisa dipercaya selain mereka.

Bagi Bu Tania, Anna sudah dianggap sebagai anaknya sendiri. Malah ia senang kedapatan Saga, karena anak itu baik dan gemar membantu.

Rangga mengembangkan senyumnya pada Anna. Sudah sejak lama ia merindukan Anna, dulu sering sekali Anna mengerjakan tugas di rumahnya.

Rangga sudah menyukai Anna sejak saat masuk SMP. Tak disangka teman sedari kecilnya itu mampu mencuri hatinya. Rangga sendiri tak tahu apa alasan ia menyukai gadis itu, rasanya senang saja bila melihatnya.

"Selamat yah, Na atas kemenangannya," ucap Rangga setelah menghabiskan makanan di piringnya.

Anna mendongak ke sumber suara. "Kamu tahu dari mana?"

"Cuma nebak si. Tapi bener kan?"

Anna tertawa kecil lalu mengangguk.

"Ibu bangga sama kamu, Na. Kelak semoga Saga bisa seperti kamu."

"Ayo Saga makan yang banyak." Saga mengangguk cepat.

Melihat Saga begitu lahap, Anna rasanya ingin menangis. Sejak ayahnya menikah lagi, Saga seperti orang kekurangan. Rita dan saudara tirinya tidak memperhatikan Saga, padahal dia masih kecil.

Gadis itu menunduk, tak terasa air matanya jatuh pada butir-butir nasi yang masih utuh. Sebenarnya Anna sudah tak tahan ingin terisak. Namun, ia tak mau membuat ada pertanyaan dari keluarga Rangga. Sudah cukup banyak ia merepotkan mereka.

***

Aroma tanah saat ini membuat Anna semakin merindukan sosok keluarganya. Biasanya jika sesudah hujan reda, sang ibu akan mengajaknya minum teh sembari menceritakan dongeng. Meski kenangan itu terkenang indah. Namun mencekik Anna, karena semakin merindu wanita itu.

Perlahan Anna mengembuskan napasnya. Gadis itu membawa Saga masuk ke gerbang rumah setelah mengucapkan terima kasih pada Rangga karena telah repot-repot mengantarnya.

Saat tiba di halaman, Anna terhenyak mendapati baju dengan koper terbuka. Semuanya berantakan di beranda rumah.

"Loh kenapa barang-barang aku ada di luar?" Anna memungutnya lalu memasukannya pada koper.

"Bu? Ibu?" Anna mengetuk pintu.

"Saga kamu di sini sebentar yah. Kaka mau masuk dulu."

Saga hanya mengangguk. Kemudian duduk di kursi yang tersedia di sana.

"Ngapain lo ada di sini? Bukannya ibu udah keluarin semua barang-barang lo?" Nina mendelik sinis. Setelah pergi tanpa pamit, Rita marah besar dan berniat mengusir Anna.

Anna tak menghiraukan saudara tirinya. Ia pergi ke kamar, karena merasa ada yang tidak beres.

Pada saat sampai, lagi-lagi Anna dibuat terkejut dengan kondisi kamarnya yang acak-acakan. Bahkan lemari serta meja belajarnya dibiarkan roboh.

Anna memungut buku-buku yang telah ia beli beberapa bulan yang lalu. Sebagian belum ada yang dibaca. Lalu membuka laci dan memeriksa foto sang ibu yang untungnya masih tersisa.

"Itu dia, Bu. Lancang banget masuk rumah kita." Rina membawa Rita ke kamar Anna.

"Masih berani pulang kamu?" Rita melipatkan kedua tangannya di depan dada dengan sombong.

"Bu kenapa kamar aku berantakan kayak gini?"

"Ini bukan kamar kamu lagi. Jangan panggil saya ibu, kamu bukan anak saya. Tidak ada gunanya kamu di rumah ini. Saya sudah muak dengan kamu dan ayah kamu. Mulai sekarang kamu jangan menginjak rumah ini lagi. Saya tidak mau ada tanggung jawab terhadap jasad ayah kamu di rumah sakit!"

"Maksud ibu apa? Ini rumah milik ayah. Kalian gak berhak ngusir aku dan Saga." Anna memprotes. Seharusnya ketiga wanita itu yang meninggalkan rumah ini.

Rita dan kedua putrinya tampak tertawa.

"Sertifikat rumah ini sudah menjadi nama saya!"

"Gak bisa! Aku mau tinggal di mana? Kasihan Saga, ini udah malam. Aku akan tetap di sini."

Tentunya Rita tak akan membiarkan Anna tetap di sini, karena anak itu sudah tidak berguna. Apalagi Mahesa entah kapan bangun dari komanya, Rita memutuskan akan mencari suami baru tentunya yang lebih kaya.

Rita menyeret Anna dengan paksa dan tak segan menyakitinya, dengan menjambak rambutnya tanpa ampun hingga anak itu merintih kesakitan.

avataravatar
Next chapter