11 Bab 10

"Tidak, aku tidak bisa menghubungi Lorne."

"Tidak juga Rachel!"

"Kau kira aku tidak cukup berusaha?!"

"Kau orang terakhir yang melihat mereka, bukan?"

"Seharusnya kau tahu kemana ia akan pergi, Dito."

"HEI!"

"Tidak bukan begitu."

"Nadine tahu? Kau yakin?"

"Biar aku tanyakan, Tuan."

Jaringan ponsel Shane terhubung pada nada hold. Ia sungguh gelisah. Hingga malam Rachel dan Shane 'tak juga kembali. Karla terlebih Rena sudah sangat mencemaskan putrinya. Sedangkan Lorne justru sengaja meninggalkan ponselnya di kantor. Sangat spesial untuk istilah menghilang.

"Nadine," suara Shane merendah. Nadanya 'tak setinggi ketika berbicara dengan Dito, satpam basement tempat Lorne memarkirkan mobilnya.

"Ya, Tuan? Sungguh aku tidak tahu dimana Tuan Lorne dan Nona Groots," jelas Nadine cepat-cepat sebelum dipojokkan oleh Shane.

"Lalu apa yang mereka lakukan di ruanganmu?"

"Tidak ada, Tuan. Aku dan Deby hanya berbicara dengan Nona Groots lalu Tuan Lorne datang dan mengajak Nona Groots untuk pulang," jelas Nadine lagi. "Seingat saya hanya itu."

"Kau yakin, Nadine?" tanya Shane memastikan.

Nadine mengangguk yakin. "Ya. Memang begitu."

Shane memutuskan panggilan secara sepihak lalu keluar dari kamarnya untuk menemui Rena dan Karla.

"Tante Rena," kata Shane berusaha menenangkan diri.

"Ada apa diantara kau dan Lorne? Hingga Lorne melarikan diri dan menghilang seperti ini?" tanya Rena tanpa basa-basi.

Shane mengambil posisi duduk di sebelah Rena, memastikan ia dapat menjangkau wanita itu agar jauh menjadi lebih tenang. Ia mengabaikan pertanyaan Rena. Ia tahu itu tidak penting. Hanya rahasia kecil antara dirinya dan juga Lorne. You're the most jerk, Lorne, batin Shane. Shane merasa 'tak harus benar-benar melibatkan Rachel. Lorne dengan tangkasnya menjauhkan Rachel dari Shane secepat ketika ia mengatakan akan merenggut Rachel dari sisi Lorne.

"Damn it, Lorne!" seru Shane tiba-tiba. Shane berdiri dadakan dan berjalan mondar-mandir secara acak.

Rena menatap tajam ke arah Shane. Ia terkejut. Tapi Karla tidak dapat memaafkan itu. Shane kasar sekali. Karla berdiri; berjalan menghampiri Shane. Ia memegang bahu Shane, berusaha menenangkan. Lalu sedetik kemudian, ia menampar Shane dengan sangat keras. Mengejutkan Shane pun Rena.

"Jaga ucapanmu, Shane. Mama tahu kau kesal. Bukan begini tapi caramu berbicara. Mama tidak mendidikmu untuk mengatakan hal bodoh seperti ini," tegas Karla.

"Tante tidak khawatir lagi, setelah tahu Rachel pergi bersama Lorne, Shane," sela Rena untuk mencairkan suasana. "Ada apa denganmu? Mengapa kau segelisah itu hingga sekasar ini?"

Shane kembali duduk dan berusaha mengatur pola pikirnya. Ia benar-benar gelisah memikirkan kemungkinan untuk kehilangan Rachel dalam waktu dekat. Shane tidak bisa berpikir jernih. Ia terus mengumpat dalam hati. Berdiri kembali, membolak-balikkan arah jalannya secara acak. Semakin lama semakin cepat. Semakin 'tak terkendali dan semakin menggelisahkan Karla.

"Kau ini kenapa?" tanya Karla berusaha mendesak Shane.

"Aku bertengkar dengan Lorne, makanya ia pergi sekarang," ujar Shane 'tak kuat menahan amarah dalam dadanya.

"Untuk apa? Kalian 'tak pernah seperti ini sebelumnya," tanya Karla masih 'tak paham. Keduanya 'tak pernah bertengkar. Ada apa dengan mereka?

"Tidak penting."

Rena berjalan ke arah Shane untuk mendamaikan lelaki itu dengan hatinya. Rena memeluk Shane, mendekapnya dengan kasih sayang. Rupanya Shane hanya bisa pasrah, dan tidak ingin memberontak dari pelukan itu. Karla mendekap keduanya. Rena dan juga putranya. Pada menit berikutnya, Shane didudukkan dengan manis dan sepertinya ia jauh lebih tenang sekarang. Namun salahnya, Rena terus mengulik apa yang terjadi diantara Shane dan Lorne. Apa yang menyebabkan kemarahan Shane meluap.

"Kurasa penting apa yang terjadi dengan kalian berdua. Ketika tidak pernah seperti ini, lalu tiba-tiba terjadi... apa hubungannya dengan..."

"Rachel," sela Shane.

"Ya?" tanya Karla tiba-tiba. Ia janggal mendengar nama Rachel disebutkan ketika ada pertanyaan yang seharusnya tidak melibatkan Rachel. "Lorne membawa pergi Rachel. Itu yang kami ketahui. Apa yang tidak, Shane?"

"Rachel terlibat ditengah ini semua. Aku menyesal. Maafkan aku, Tante Rena."

Rena mengusap kepala Shane dengan penuh kesabaran. "Memangnya ada apa dengan Rachel?"

Shane memeluk Rena. Kali ini ia yang memulai memeluk. Ia tidak tahu bagaimana menjelaskan apa yang sedang terjadi diantara dirinya dan Lorne. Menjelaskan apa? Semuanya rumit. Tepat seperti kejadian 7 tahun silam. 'Tak jauh berbeda. Hanya kali ini, sedikit memusingkan. Semua 'tak sesuai rencana. Ia pikir langkahnya tepat. Tapi ternyata ia melakukan hal bodoh. Ia akan kehilangan Rachel untuk selamanya.

"Aku akan kehilangan Rachel, Tante," desah Shane. Nadanya putus asa.

"Karena?"

"Aku ingin melindungi Rachel, Tante."

Rena mengernyitkan dahinya tidak mengerti. "Kau sudah, Shane."

"Belum."

"Lalu selama ini kau melakukan apa pada Rachel?" tanya Karla.

Rena mengacungkan telunjuknya, meminta Karla untuk diam dan mendengarkan Shane mengeluhkan amarah dalam dadanya. "Jadi?"

"Rachel akan terluka." Shane masih betah dalam pelukan Rena. Ia semakin mengeratkannya ketika membayangkan wanita itu menangis because of that jerk. Punggung Rena basah.

"Rachel bersama dengan Lorne. Dia akan baik-baik saja," jelas Rena menenangkan. Sayangnya statement itu gagal segagal-gagalnya.

"Rachel akan terluka," ulang Shane.

"Ya, Shane. Lorne disana."

"Bukan, Tante. Aku yang harus disana."

Rena tertawa kecil melihat ucapan Shane yang terlalu berbelit. "Kalian berdua kakak Rachel. Kalian bisa melindunginya secara bersamaan. Itu tidak masalah. Tante malah senang mengetahui itu. Apa masalahnya?"

Shane menatap mata Rena dengan bingung. Rena 'tak menangkap maksudnya. Karla tahu, tapi tidak berkomentar. Ini rumit, Shane 'tak ingin membuat semuanya semakin runyam pada benaknya. Shane penat. Ia ingin menemukan Rachel malam ini juga. Entah bagaimana caranya. Harus ada sesuatu yang bisa ia lakukan. Ia 'takkan membiarkan Lorne menyakiti Rachel. Apalagi harga diri wanita itu.

"Mengapa kau semarah ini?" Karla memberanikan diri untuk bertanya. "Rachel? Atau Lorne?"

Shane menatap mata Karla. Sementara ia ragu, otaknya terus berpikir Lorne berlaku tidak adil pada Rachel. "Ma, Rachel akan terluka."

"Kau akan melindunginya," sahut Rena cepat. Shane mengangguk puas, bersyukur Rena segera mengerti maksudnya. "Dimana posisi Lorne saat itu?"

"Ketika itu, Lorne yang bertanggung jawab atas air mata Rachel."

"Oh?" Rena dan Karla terkesiap secara bersamaan. 'Tak menyangka hal itu yang akan keluar dari mulut Shane.

"Baiklah, jelaskan mengapa Lorne yang bertanggung jawab," tanya Karla berusaha mengulik informasi yang tepat.

"Aku 'tak akan mengatakannya," jawab Shane.

"Dan mengapa itu?" tanya Rena penasaran.

"Semua akan menjadi buruk kalau kalian tahu ini dari mulutku. Ini 'tak baik."

Shane berdiri dan kembali pada posisi gelisahnya. "Lorne harus pulang malam ini juga," tambahnya. "Dengan Rachel beserta kehormatannya."

"Shane!"

Plak!

Sekali lagi sebuah tamparan melayang diatas pipi Shane. Shane menatap Karla dengan jengkel. Ingin sekali ia meneriaki mamanya itu, namun percuma. 'Tak akan ada gunanya.

"Ya?"

"Kau sadar baru saja kau mengatakan apa?!" tanya Karla dengan nadanya yang meninggi. "Kau menuduh kakakmu melakukan hal yang tidak senonoh pada Rachel, Shane! Dan apakah kau sadar kau secara tidak sengaja mengira Rachel akan dengan rendah menyerahkan tahtanya untuk dibagi dengan Lorne?! Kau melukai Rena! Apa aku mendidikmu seperti ini?"

Shane mengarahkan tatapannya kepada Rena. Oh, ia telah berdosa mengatakan hal yang tidak-tidak mengenai Lorne. Ia tersulut emosi dan...

"Tante," ujar Shane lemah.

"'Tak apa, Shane. Kau hanya ingin Rachel 'tak terluka."

"Tante, aku 'takkan membiarkan Rachel menangis."

"Rachel tidak akan menangis," ujar Karla sinis.

"Shane," desah Rena. Shane mengambil posisi duduk disamping Rena. Tatapannya melembut, setengah putus asa—setengah menyesal atas sikapnya. Menggenggam tangan Rena. Berharap dirinya dimaafkan. "Mengapa Lorne membawa Rachel pergi?"

"Ia ingin aku kehilangan Rachel, Tante. Aku akan kehilangan Rachel jika malam ini mereka tidak pulang."

"Bagaimana bisa? Tante tidak mengerti. Sepertinya mamamu juga tidak mengerti kemana arah pembicaraanmu, Shane. Kau bersikap aneh malam ini," ujar Rena. Ia masih sabar setelah semua perkataan Shane?

"Maafkan aku yang mengatakannya."

"Katakanlah, Shane. Aku akan mendengarkan."

Shane menghela napas. Ia 'tak tahu harus memulainya darimana. Lidahnya kelu ketika harus sampai di detik yang paling menyakitkan hatinya. "Rachel mencintai Lorne."

"Cinta?" Rena dan Karla kembali mengucapkannya secara serempak.

"Rachel masih kecil," ucap Rena lirih.

"Ia 'tak lebih dari 20 tahun," sambung Karla sama frustasinya.

"Jarak usia mereka..."

"Aku tahu," gumam Shane.

"Lalu kau?" tanya Rena penasaran. "Ada apa ketika Rachel tersakiti? Mengapa kau tidak bisa membiarkannya?"

"Aku mencintainya."

"Pardon me?" Karla terperangah 'tak percaya akan jawaban Shane.

"Tante Rena. Aku mencintaimu putrimu. Ya, Rachel Groots."

"Shane..."

Shane mengeraskan hatinya. "Bolehkah aku menikahi putrimu?"

avataravatar
Next chapter