1 Satu

Gadis itu kembali menoleh pada pintu kamar. Seperti menunggu seseorang membuka pintu kayu dengan ukiran indah itu dari luar. Pandangannya kemudian beralih menatap sebuah bungkusan kado indah dengan dibuntal kertas bergambar bunga-bunga tulip putih.

Itu adalah satu-satunya kado yang Ia bawa. Kado yang berasal dari wanita paru baya, yang tepat tadi siang resmi menjadi Ibu mertuanya. Wanita yang bila tersenyum akan terlihat sedikit lipatan keriput di dahinya, walaupun tetap tak dapat melunturkan pesonanya. Wanita yang paling bahagia atas terjadinya pernikahan ini.

Merobek kertas yang membungkus kado itu. Ia keluarkan sebuah kotak persegi yang tersimpan di sana. Terdapat kartu ucapan di atas kotak itu, sebuah kartu ucapan pernikahan. Saat membuka kertas itu, maka terlihatlah tulisan tangan tegak bersambung yang terlihat rapi.

Hai menantu,

Jangan lupa pakai hadiah dari mama

Wajib di pakai malam ini

Mama sedang membayangkan seberapa panasnya kalian malam ini

Malam pertama selalu menjadi malam yang paling panas bukan? hahah...

Setelah membaca kartu ucapan dari mertuanya. Amara, gadis itu mulai membuka kotak yang bertuliskan sebuah toko pakaian ternama. Ia angkat kain tipis halus yang terlipat rapi di dalam sana.

Terlihatlah sebuah gaun lingerie berwarna merah marun dengan renda-renda hitam di setiap pinggir kainnya. Hanya seutas tali untuk lengannya dan dapat Amara tebak jika gaun itu dikenakan hanya akan menutupi setengah paha saja. Gaun yang akan membuat siapa saja yang memakainya terlihat sexy .

Memahami maksud dari mertuanya. Amara kembali menoleh ke arah pintu kamar, sebelum kemudian kembali menatap gaun dalam genggamannya. Ia tersenyum getir, mengejek dirinya-sendiri.

Kembali memasukan gaun itu ke dalam kotaknya. Amara letakan kotak itu di atas meja nakas. Diliriknya jam di dinding yang menunjukan pukul dua belas lebih. Menghela nafas, gadis itu lebih memilih membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur berukuran king size itu. Lalu mulai memejamkan matanya saat dirasanya laki-laki yang susah resmi menjadi suaminya itu tak akan kembali.

Amara Garcia, gadis yang siang tadi resmi menyandang status Istri. Wanita beruntung yang dapat menikah dengan seorang Daneil Lew Brown, salah seorang pengusaha tersohor di Negara ini. Putra dari Tom Brown dengan Cintya Brown. Setidaknya itulah yang orang-orang lihat.

Tapi kenyataannya adalah, mereka menikah karena sebuah perjodohan. Amara yang memang memiliki hutang budi kepada orang tua Daneil, tak mampu menolak saat pasangan suami istri itu datang kepadanya dan memintanya untuk menikah dengan putra mereka satu-satunya. Apalagi Mereka yang mengingatkannya kembali atas bantuan yang sering mereka berikan.

Setelah acara pernikah selesai. Daneil langsung memboyongnya ke rumah laki-laki itu. Rumah mewah dengan dua lantai dan halaman yang luas. Tepat setelah menurunkannya di rumah ini dan sempat mengantarkannya masuk ke dalam. Laki-laki itu langsung berlalu pergi kembali, setelah sebelumnya memberikan tatapan sinis kepadanya.

Masa bodoh dengan sikap laki-laki itu hari ini. Amara lebih memilih mengistirahatkan tubuhnya, mengisi energi untuknya menghadapi hari esok yang mungkin akan jauh lebih menguras tenaga dari hari ini.

Amara yakin laki-laki itu tak akan kembali. Mengingat bagaimana laki-laki itu yang menolak dengan keras untuk menikah dengannya. Mungkin saat ini sedang meluapkan amarahnya. Tapi Ia juga yakin seiring berjalannya waktu laki-laki itu akan dapat menerimanya juga pernikahan ini, seperti halnya dirinya yang juga demikian. Walaupun Ia tahu, itu tak akan mudah. Jika melihat dari peringai laki-laki itu.

🌹🌹🌹

Kembali menyesap coctail dalam gelasnya. Ingatan Daneil kembali berputar pada kejadian tadi siang yang berhasil merubah statusnya. Kepalanya mau pecah rasanya saat mengingat hal itu.

Pernikahan?

Ia tak pernah berpikir untuk mengikat diri dengan janji suci kepada tuhan semacam itu. Karena menurutnya, hal itu hanya menyusahkannya dengan seorang wanita yang merengek kepadanya. Wanita yang juga akan mengekang dan mengatur hidupnya. Akan sangat merepotkan batinnya.

Tapi tepat tadi siang! Ia resmi menyandang status suami atas paksaan sang Ibu. Hal yang belum pernah Ia duga. Karena Daneil berpikir jika Ia tak membutuhkan sosok Istri dalam hidupnya. Hidupnya tenang-tenang saja selama ini, membuatnya nyaman melajang. Jika memang membutuhkan pelampiasan Ia bisa menyewa seorang Jalang, di mana setelah dibayar mereka akan langsung pergi. Hal yang sering Ia lakukan.

Selain itu, Daneil juga tak suka dengan anak kecil. Dimana menurutnya, setelah menikah pastilah akan ada anak di dalamnya. Bagi Daneil Anak kecil hanya akan menyusahkannya dengan tangisan kencangnya yang sulit dihentikan. Seperti halnya cucu dari kakak Ibunya dulu. Yang mungkin dapat memecahkan kaca rumah jika saja lima menit kemudian tangisan itu tak mereda. Oh dan jangan lupakan bagaimana saat anak itu akan merengek ingin ikut kepadamu. Huh! Benar-benar menjengkelkan.

"Niel?"

Daneil yang belum sepenuhnya mabuk menoleh saat mendengar namanya dipanggil. Sebelum kemudian kembali pada posisinya semula, saat mengetahui siapa yang memanggilnya. Ia kembali menyesap minuman putih itu walaupun pusing sudah mulai menyerangnya.

Melihat respon Daneil, salah satu rekan bisnisnya sebelum kemudian menjadi kawannya. Laki-laki itu langsung mengusir wanita yang bergelayut di lengannya, wanita yang tadinya akan Ia sewa. Ia lebih memilih menghampiri sahabatnya yang terlihat frustasi.

"Lo?" Tatapan bingung masih Ia berikan. "Ngapain lo di sini? Ini malam pertama lo Niel?" Tanyanya kembali.

Melirik sekilas Ben, sahabat sekaligus rekan bisnisnya. Ia pandang kembali gelas dihadapannya. Tak merasa bersalah sama sekali setelah mendengar pertanyaan laki-laki itu.

"Istri--"

"Jangan lo bahas," ujar Daneil memotong ucapan Ben yang Ia tahu hanya akan membuatnya semakin muak.

"Kenapa?"

"Karena gue nggak suka!"

Belum hilang rasa terkejutnya mendengar jawaban temannya. Ben memutar bola matanya malas saat melihat kemunculan wanita dengan pakaian seksi yang langsung memeluk Daneil dari belakang. Terlebih sahabatnya itu tak menolak sama sekali.

"Daneil.. aku pikir setelah menikah kamu hanya akan berdiam diri dirumah," ujarnya tepat di telinga laki-laki itu. "Untung temen aku ada yang ngasih tahu kalau kamu ada disini, jadi aku buru-buru kesini." lanjutnya.

Wanita itu adalah Alexa. Wanita yang selalu mengejar hati dari pengusaha muda itu. Tak pernah masalah walaupun hanya dianggap sebagai pemuas nafsu laki-laki itu. Karena yang terpenting menurutnya Ia dapat selalu bersama dengan Daneil. Tak peduli jika laki-laki itu sudah memiliki istri sekarang.

Hanya gumaman yang diberikan oleh Daneil. Sepertinya laki-laki itu mulai kehilangan kesadarannya. Setelah sebelumnya kembali meneguk minumannya.

"Kamu pasti cape, iyakan?" Alexa dengan lihai mengusap dada laki-laki itu yang mengenakan kemeja putih. Sebelum Ia tuntun Daneil untuk bangkit berdiri.

Ben yang melihat itu lasngsung menghadang. "Jangan gila lo Niel! Lo dah nikah!" Teriak Ben menyadarkan temannya.

Daneil tertawa mendengar ucapan dari Ben. Sebelum Ia berucap ringan. "Gue nggak peduli," ujarnya mengeratkan pelukannya pada pundak wanita itu saat merasa tubuhnya akan limbung.

"Lo dengerkan!" Sinis Alexa sebelum kemudian kembali memapah tubuh lelaki itu. Wanita itu mengerang saat Daneil menghisap lehernya juga meremas salah satu buah dadanya.

🌹🌹🌹

"Astaga!"

Amara terlonjak kaget saat membalikan tubuhnya mendapati sosok Daneil yang menatapnya dingin dari depan pintu dapur. Keadaan laki-laki itu sangat berantakan dengan masih mengenakan pakaian pernikahan mereka kemarin.

Hingga pandangan gadis itu terpaku pada tanda bercak merah di dada laki-laki itu yang terbuka kancing bajunya. Ia bukan wanita polos yang tak tahu, tanda apa itu. Itu-- itu adalah--

Menaikan alisnya saat melihat pandangan terpaku perempuan itu padanya. Ia mengikuti arah pandang perempuan itu, hingga menyadari tatapan itu menyorot pada dada bidangnya dengan beberapa bekas kissmark di sana. Tak peduli akan reaksi perempuan yang sudah menjadi Istrinya. Daneil lebih memilih melanjutkan langkahnya yang tertunda, hanya untuk melihat apa yang perempuan itu lakukan di dapurnya.

"Aish!"

Srengg

Amara tersadar saat bumbu yang Ia tumis dalam wajan gosong. Ia yang kaget langsung menyiramkan air hingga terdengar suara mendesis. Huh! Tetap saja gosong.

"Kenapa Non?" Bik Asih, pembantu di rumah Daneil datang dari pintu belakang dapur. Wanita yang sudah tua dimakan usia itu melirik pada wajan yang berisi genangan air dengan sedikit warna hitam menghiasi.

Tersenyum melihat kedatangan wanita tua itu. Amara menggeleng pelan. " Nggak papa Bik. Bibi kalau mau lanjut nyuci, nyuci aja. Biar aku yang nyiapin sarapannya," Ujarnya lembut.

Bik Asih mengangguk mengerti kemudian membalikan badannya untuk melanjutkan pekerjaannya. Tapi, seolah teringat. Ia kembali menghadap perempuan yang semalam resmi menjadi majikannya.

"Ah, anu non!"

Amara mengkerutkan dahinya. Menunggu lanjutan dari ucapan pembantunya yang terlihat ragu untuk bicara.

"Itu non, Apa tuan--"

Seolah paham maksud dari wanita tua itu. Amara sudah terlebih dahulu mengangguk. "Sudah, Daneil sudah pulang." Ujarnya tersenyum menyedihkan saat kembali mengingat dirinya yang ditinggal disaat malam pernikahan.

Mengangguk canggung. Pembantu itu langsung pamit ke belakang. Tak sanggup melihat wajah majikannya yang terlihat menyedihkan.

avataravatar
Next chapter