webnovel

Bukti Untuk Hancurkan Brian

"Bagaimana caranya aku menemukan bukti itu?" tanya Sandra dengan terheran.

"Kau hanya perlu bersabar, kita pasti akan menemukan bukti-bukti itu cepat atau lambat!"

Sandra menangguk perlahan, dia tau saat ini hanya bukti itulah yang bisa membuatnya keluar dari semua hutang judi ayahnya dan tentu dari uang itu pula dia bisa mendapatkan uang untuk biaya perawatan adiknya.

Hari semakin malam dan Sandra harus kembali ke kamarnya, perlahan dia membuka pintu kamarnya yang sudah dia rapikan sebelum sore tadi dan bergegas membaringkan tubuhnya yang lelah.

"Aku harus kuat, kalau sampai aku tau pria itu dengan culas mengambil uang ayahku seperti perkataan Bani, aku pasti akan menghabisinya!" ujar Sandra dengan penuh kekesalan.

***

Keesokan harinya.

"Sandra!" panggil Bani dari luar kamar Sandra yang masih mengatuk.

"Mmmm!" Sandra membuka matanya perlahan lalu melangkah turun dari tempat tidurnya. Dia membuka pintu perlahan lalu menyapa Bani yang nampak sudah siap untuk sebuah acara penting hari ini. "Ada apa?"

"Kau harus bersiap, hari ini akan ada rapat pemegang saham di perusahaan Tuan Diono dan kau harus ke sana agar bisa mendengar sendiri pembacaan nama-nama pemegang saham di perusahaan ini!"

"Aku?"

"Iya, kau! Siapa lagi?"

Sandra mencoba memahami maksud perkataan Bani yang cepat dan lirih itu, diapun menutu pintu kamarnya dan bersiap.

"Cepatlah, jangan sampai ijin dari Nyonya ini berubah!" ujar Bani sembari menarik tangan Sandra yang masih terpaku dengan perintah yang baru saja dia dengar.

"Tapi kenapa?" tanya Sandra lagi.

"Kalau kau terbukti adalah pemilik saham dari perusahaan milik Keluarga Diono maka adikmu akan selamat dan kau tak harus bekerja lagi di rumah mewah itu!" jelas Bani dengan penuh penekanan.

"Semoga saja!" ujar Sandra senang. "Tunggu sebentar, aku akan bersiap!"

Sandra segera menutup pintu dan tak lama kemudian dia telah mengenakan pakaian terbaiknya.

"Kita pergi naik apa?" tanya Sandra saat tiba di garasi mewah rumah Brian.

"Aku sudah minta supir untuk mengantarku, itu mobilnya!" tunjuk Bani dan Sandra nampak menghela nafas dan dengan cepat naik ke mobil Innova milik Brian yang segera membawanya dan Bani menuju ruang rapat pemegang saham.

"Cepatlah!" bisik Bani pada supir yang menyetirkan mobil itu.

"Iya, Bu. Saya akan pastikan kalian tiba sebelum pembacaan nama pemilik sahamnya!" ujar supir Brian mencoba menenangkan Bani dan Sandra.

Mobil melaju kencang dan mata Sandra yang masih mengantuk segera sadar jika ini bukanlah mimpi untuknya. Besar harapannya agar nama ayahnya tercatat di daftar pemegang saham yang disebutkan Bani.

"Nyonya!" sapa petugas keamanan perusahaan yang mengenali Bani.

"Kami harus segera menuju tempat rapat!" pinta Bani dan petugas keamanan itu segera mengarahkan Bani dan Sandra menuju lift yang membawa mereka ke lantai lima gedung perkantoran di kawasan elit Jakarta itu. "Silahkan, itu ruangannya!"

Sandra menghela nafas dan tiba di ruangan yang sangat luas dengan kursi yang sudah berjejer.

"Kalian datang untuk rapat pemegang saham?" tanya seorang pegawai wanita yang menghampiri Bani dan Sandra.

"Benar! Bisa kau berikan daftar nama pemegang sahamnya?" tanya Bani lagi.

"Ini, Nyonya!" Pegawai wanita itu memberikan list nama pemegang saham yang langsung di terima Sandra.

"Cepat cari nama ayahmu, kalau ada kita segera kembali pulang!" perintah Bani dan Sandrapun segera mengurutkan nama pemegang saham itu berdasarkan jumlah besaran saham yang mereka miliki.

"Ada!" seru Sandra lalu menunjuk nama ayahnya. "Gunawan Irawan!"

"Syukurlah, kalau begitu aku akan segera menanyakan besaran keuntungan yang bisa kau ambil dari rapat ini!" tutur Bani lalu berdiri dan menghampiri pegawai wanita yang tadi menyerahkan daftar nama pemegang saham tadi.

"Ada apa, Nyonya?" tanya pegawai itu lagi.

"Dia adalah putri dari Bapak Gunawan Irawan," tunjuk Bani pada Sandra. "Apakah kami akan mendapatkan pembagian keuntungan jika sahamnya diwariskan!"

"Oh, dia putri Bapak Gunawan?"

"Iya, Bapak Gunawan meniggal karena kecelakaan minggu lalu, jadi kami datang untuk mengkonfirmasi tentang perubahan nama beliau menjadi nama ahli warisnya."

"Tentu saja! Kami akan membantu anda mengurus semuanya. Kami pastikan semua keuntuangn itu akan diberikan kepada ahli warisnya, tapi kami minta agar ahli warisnya memenuhi semua syarat perubahan kepemilikan saham!"

Bani mengangguk lalu meminta Sandra menghadap wanita tadi. Dia lalu menunjukkan sertifikat kematian sang ayah untuk bukti jika dia adalah pewaris yang sah.

"Setelah kami proses, kami akan segera menghubungi anda lagi, Nona!" tutur pegawai wanita itu dan Sandrapun merasa tenang.

"Baiklah, kalau begitu kami sudah bisa meninggalkan tempat ini?" tanya Bani yang memang berjanji hanya pergi sebentar saja dengan Sandra.

"Iya, selanjutnya kami akan memproses terlebih dulu semuanya. Mungkin butuh satu atau dua minggu, jadi kami harap anda mau menunggunya!"

Bani dan Sandra merasa lega mendengar semua keterangan pegawai itu, mereka lalu bergegas kembali ke mobil untuk kembali ke rumah Keluarga Diona.

"Aku tak menyangka jika ayahku punya warisan yang tak sedikit!" tutur Sandra lega.

"Iya, aku juga baru tau dari percakapan Brian, aku harap setelah ini kau bisa segera membayar biaya rumah sakit yang dibutuhkan adikmu dan hidup lebih layak tanpa takut lagi dengan Tuan Brian yang kejam itu!"

"Terima kasih!" Sandra memeluk tubuh Bani yang hangat. Dia tak menyangka masalahnya akan segera terpecahkan dengan harta warisan sang ayah yang sedang dia urus.

***

Rumah Keluarga Diono.

"Dari mana kalian?!" ketus widuri yang melihat Sandra keluar dari mobil Innova milik Brian dengan kepala tertunduk.

"Aku ada perlu keluar, kami hanya sebentar dan Nyonya tau itu!" jelas Bani lalu menarik tangan Sandra masuk.

"Hey!" teriak Widuri yang menarik tangan Sandra dengan kuat.

"Pelan-pelan! Kau bisa menyakitinya!" geram Bani pada Widuri. Wanita ini memang selalu saja membuatnya kesal sehingga lama-lama habis juga kesabaran pelayan setia keluarga Diono ini.

"Berani kau membentakku?" tanya Widuri lagi. "Wanita ini sudah berani tidur dengan kekasihku dan kau masih mau membelanya!"

Deg!

Jantung Sandra seperti mau copot, dia tak menyangka Widuri tau jika dirinya pernah bercinta dengan Brian demi dua gepok uang yang akan dibutuhkannya untuk membayar penagih utang itu.

"Apa dia berkata hal yang benar?" tanya Bani lalu menatap mata Sandra yang masih saja tertunduk.

"A-aku...,"

"Mengaku saja kau wanita murahan!" Widuri menangkat tangannya tinggi bersiap untuk menampar pipi Sandra yang terlihat pucat.

"Kau!" teriak Brian yang kini matanya sudah tak ditutupi perban lagi. "Kenapa kau kasar sekali?" geramnya pada Widuri.

"Dia tidur denganmu dan aku tak boleh marah?"

"Diam!" bisik Brian lalu menatap mata kekasihnya itu dengan dalam. "Kau harus bersikap manis padanya, dia itu orang penting!"

"Apa kau bilang?" Widuri nampak tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.