webnovel

SADAR

"Aku di mana?!"

Yonaa memindai sekelilingnya. Ruangan bernuansa putih dengan aroma yang khas langsung menusuk indera penciumannya. Sudah dapat dipastikan bahwa Yonaa terbangun di sebuah kamar rumah sakit.

"Astaga! Siapa dia?! Kenapa wajahnya mirip dengan wajahku?!" pekik Yonaa saat ia membalikkan tubuhnya menghadap ranjang pasien.

Di ranjang itu terbaring seorang gadis cantik yang wajahnya sangat mirip dengan Yonaa. Yonaa mendekati gadis itu. Perlahan ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi gadis itu.

"Apa?!" desis Yonaa.

Seketika matanya membelalak. Ia sekali lagi menyentuhkan tangannya pada pipi gadis itu. Lalu dengan gerakan cepat dan penuh perasaan gusar, ia menyentuhkan tangannya pada bagian tubuh lain dari gadis itu lagi dan lagi. Ia mencoba sekuat tenaga menyentuh, bahkan tak hanya menyentuh, Yonaa berusaha menepuk dan bahkan memukul tubuh gadis itu, tapi sayangnya semua yang ia lakukan adalah sia-sia. Tangannya tak bisa menyentuh gadis itu!

"Apa yang terjadi? Kenapa aku tak bisa menyentuh gadis ini?" desis Yonaa.

Ceklek!

Pintu kamar terbuka, Yonaa menoleh dan matanya membulat ceria saat tau yang datang dari arah pintu adalah orang yang sangat ia kasihi.

"Ma … "

Suaranya tercekat saat dirinya hendak memeluk nyonya Carissa. Lagi-lagi dirinya dikejutkan oleh sesuatu yang tak bisa ia pahami. Tubuh nyonya Carissa menembus tubuhnya.

"Sayang … cepatlah sadar … mama rindu … " desis nyonya Carissa dengan suara hampir setengah parau menahan tangis.

Ia memegang tangan gadis yang terbaring di atas ranjang itu dengan hati-hati agar selang yang terjulur di atas punggung tangan Yonaa tak terusik. Yonaa akhirnya mendekati nyonya Carissa dan memerhatikan apa yang sebenarnya terjadi.

'Apakah aku berada di dalam mimpi? Kenapa mama tak bisa mendengar suaraku?' batin Yonaa.

"Permisi nyonya, saya mau melakukan pengecekan rutin pada pasien ini."

Suara seorang perawat menyadarkan nyonya Carissa yang tengah mengusap tangan Yonaa.

"Ah, iya suster silakan."

Perawat itu lalu melakukan tugasnya dengan baik. Mengecek denyut nadi lalu mengecek aliran cairan infus.

Yonaa memerhatikan dengan seksama. Hatinya terus bertanya-tanya sebenarnya ia sedang berada di mana? Setelah perawat itu mengecek kondisi dari gadis yang sangat mirip dengan Yonaa itu lalu beranjak ke pintu kamar, tapi kemudian pintu terbuka terlebih dahulu sebelum perawat itu membukanya. Nampak wajah sedih dari seorang pria tampan menyembul dari balik pintu.

"Ah, iya sebentar suster. Bagaimana perkembangan adik saya?"

Perawat yang hendak keluar ruangan itu mendadak menghentikan langkah kakinya.

"Keadaan nona Yonaa masih dalam pantauan dokter. Kami belum bisa memastikan kapan nona Yonaa tersadar dari kondisi koma saat ini," jawab perawat itu.

Mata Yonaa terbelalak.

"Dia … dia adalah aku? Aku sebenarnya ada di mana? Apakah aku berada di alam mimpi? Aku harus segera bangun dari tidurku. Mimpi ini terlalu mengerikan!" desis Yonaa saat telinganya mendengar langsung percakapan antara perawat dan kakak laki-lakinya, Zico.

Yonaa dengan gusar menepuk-nepuk pipinya dengan tujuan agar ia bisa segera terbangun dari situasi yang ia pikir adalah mimpi buruk. Namun sayangnya, semua usahanya tak berhasil. Ia bahkan tak bisa menyentuh bagian tubuhnya sendiri. Ia menengadahkan telapak tangannya. Dan degupan jantungnya semakin kencang saat dirinya melihat telapak tangannya terlihat nampak menembus lantai ruangan itu.

"Aku … "

Lidahnya tercekat. Pikirannya kacau.

"Ma, malam ini, biar aku saja yang menunggui Yonaa. Sebaiknya mama pulang. Aku menghawatirkan kesehatan mama juga. Akhir-akhir ini, mama makan tidak teratur," ujar Zico sambil mengusap lembut punggung nyonya Carissa.

"Baiklah … " sahut nyonya Carissa dengan suara berat hati.

Ia bangkit dari kursi lalu Zico pun mengikuti ibunya itu keluar ruangan.

"Ah, iya Zico. Mama pulang dengan supir saja. Kamu di sini saja. Barangkali ada perkembangan dari keadaan Yonaa. Mama sangat berharap ia bisa segera sadar dari koma-nya," lirih nyonya Carissa sambil menatap gadis yang terbaring di atas ranjang. Sedangkan Yonaa sejak tadi memerhatikan keduanya berbincang tanpa bisa membuktikan keberadaan dirinya yang berada di ruangan yang sama bersama mereka dengan raut kesedihan.

"Baiklah ma. Mama hati-hati di jalan. Jangan pikirkan keadaan Yonaa. Dia pasti akan baik-baik saja dan kembali lagi ke tengah-tengah kita. Mama jangan hawatir, ya?" ujar Zico menenangkan ibunya.

Setelah mengantar ibunya ke lobi rumah sakit –yang kemudian langsung disambut oleh supir yang tergopoh-gopoh datang setelah di hubungi untuk menjemput nyonya Carissa, Zico lantas kembali lagi ke kamar Yonaa.

Zico duduk di kursi tepat sebelah Yonaa – kursi yang tadi diduduki oleh nyonya Carissa. Ia menatap wajah Yonaa yang terbaring di ranjang dengan tatapan sedih. Nampak di matanya bahwa ia pun sangat kehilangan sosok adiknya itu.

"Kak Zico, ini aku!" teriak Yonaa.

Sekali lagi ia mencoba meneriaki laki-laki yang kini tengah menggenggam tangan gadis itu.

"Kak Zico! Aku di sini! Kenapa kakak tidak bisa mendengar suaraku? Aku sebenarnya kenapa?!"

Lagi dan lagi, Yonaa berseru agar laki-laki yang ada di hadapannya mendengar suaranya dan menjawab pertanyaannya. Namun sayangnya, semua itu sia-sia.

"Yonaa … seandainya saat itu, kakak yang melakukan rapat dan bertemu dengan investor di café itu, tentu kau tak akan mengalami ini. Kakak minta maaf … kakak sudah lalai menjagamu," lirihnya sambil mengusap pipi Yonaa dengan jemarinya.

"Rapat dengan investor? Di café? Apa maksudnya, kak? Aku tidak mengerti, tolong jelaskan padaku!" seru Yonaa.

Tak ada sahutan dari Zico sebab Zico sama sekali tidak bisa mendengar suara Yonaa. Lalu sebenarnya Yonaa berada dalam situasi apa? Otak Yonaa lalu memroses semua hal yang ia lihat di depan matanya selama beberapa hari berada di ruangan itu. Jelas sekali bahwa ia bukan sedang bermimpi. Ia tidak bisa terbangun dari situasinya. Meski hatinya ingin menyangkalnya, tapi kesimpulan yang ia dapat dari tiap kegiatan di ruangan itu, mulai dari pemeriksaan perawat dan dokter secara rutin, juga keluarganya yang secara bergantian menungguinya hingga malam, serta informasi yang terakhir yang ia dapat dari percakapan dokter dengan ibunya bahwa dirinya sedang dalam keadaan koma, Yonaa akhirnya menyimpulan bahwa dirinya sedang berada di dalam alam arwah. Dimana rohnya tak bisa kembali ke dalam tubuhnya tapi juga tak bisa melepaskan diri dari alam dunia.

Pertanyaan yang timbul setelah menyimpulkan itu semua adalah apa yang membuatnya tertahan di alam arwah? Seharusnya ia sudah meninggalkan alam dunia alias meninggal jika memang dirinya mengalami kecelakaan ataupun musibah yang menyebabkan nyawanya melayang.

"Aku harus mencari tahu. Tapi bagaimana caranya? Semua orang yang kutanyai tak mendengar suaraku. Mereka tak tahu keberadaanku," keluh Yonaa hampir putus asa.

Yonaa terus mencari cara bagaimana bisa melakukan interaksi pada keluarga dan juga tim medis yang sedang mengecek kondosi tubuhnya, tapi tetap saja tak bisa. Ia bahkan tak bisa keluar dari ruangan itu. Seolah tembok ruangan itu menahannya agar tidak bisa jauh dari tubuh aslinya.

Next chapter