1 You and I

Aku bertemu dengannya saat ia menjadi murid baru disekolahku. Ia pindahan dari Seoul. Senyumnya sangat menawan dan itu membuatku tertarik dengannya.

Kami mulai berkenalan dan menjadi teman dekat.

Setiap hari kami selalu bersama saat disekolah. Hal itu membuatku mengetahui berbagai hal tentangnya.

Kedekatan kami pun tak terasa. Hampir satu tahun dekat dan akhirnya ia menyataakan perasaanya kepadaku.

Aku sangat kaget, namun kekagetanku tertutupi rasa gugup saat aku menjawab dengan satu anggukan mantap yang membuatnya tersenyum kearahku.

Satu setengah tahun hubungan kami berjalan dengan lancar. Satu hal yang paling aku ketahui tentangnya yaitu sia sangat suka menggambar.

Ia bahkan menggambar sebuah lukisan pada dinding hingga menghabiskan waktu satu malam hingga pagi.

Lukisan itu sangat indah, dan itu adalah kenangan terakhir kami sebelum dia menghilang tanpa kabar.

Aku mencari dia kerumahnya, menggunakan sepeda dan kuayuh dengan sangat cepat. Namun hasilnya nihil, dia tidak ada. Disekolahpun ia juga tidak berangkat.

Jujur, aku sangat-sangat khawatir dengannya. Hari selanjutnya aku berangkat kesekolah sangat pagi dan mencoba bertanya kepada beberapa siswa. Merekakan juga tidak mengetahui keberadaannya.

Lalu,pikiranku tertuju ke seorang guru yang dekat dengannya karena dia adalah pamannya. Begitu kagetnya saat aku mendengar bahwa ternyata ia kembali ke Seoul, tanpa memberi tahuku apapun.

Aku sangat sedih mendengar itu semua. Bahkan ia tidak bicara sepatah katapun tentang kepergiannya itu. Kenapa ia tega kepadaku. Aku berpikir positif terntangnya, mungkin saja ia ada urusan penting dan terburu-buru hingga tidak memberi tahuku.

Kerinduanku menumpuk, aku bahkan menangis karena merindukannya. Entah mengapa aku terpikir sebuah ide. Aku bertekat untuk menyusul dan mecarinya di Seoul.

Namun, aku tahuaku harus mengumpulkan banyak uang untuk kesana dan itu yang membuatku sedikit bimbang. Setiap hari sepulang sekolah aku akan kerja paruh waktu untuk mendapatkan uang. Setelah uang itu terkumpul banyak, aku pun pergi seorang diri ke Seoul.

Sesampainya di Seoul aku sangat takjub. Disini tidak seperti dikampung halamanku. Ada banyak sekali gedung yang menjulang tinggi. Jalanan yang ramai dan banyak sekali kedai-kedai di pinggir jalan. Berhari-hari aku mencari tahu tentangnya dengan beberapa bantuaninformasi dari pamannya. Ternyata ia sekolah di SHS.

Aku sangat senang, karena perjuanganku selama ini membuahkan hasil. Tepat hari kelima aku berada di seoul, akupun berencana untuk menemuinya karena aku hanya diberi waktu satu minggu untuk izin sekolah.

Sore jam pulang sekolah, akupun menunggunya digerbang sekolah tersebut agar dapat menemuinya.

Ini sudah sore menjalang malam dan murid sekolah tersebut telah berhamburan ke luar. Tepat di depan mataku, aku melihatnya. Dia semakin tampan. Dengan manik coklat tajamnya dan ramput yang sedikit berantakan.

Sudut bibirkupun secara spontan tertarik keatas, tersenyum melihatnya yang berjalan ke luar gerbang.

Akupun memanggilnya dengan sedikit berteriak berharap ia dapat melihatku. Namun,semua tidak sesuai ekspetasi yang aku harapkan. Ia memang melihatku, tapi dengan wajah datar dan seolah tidak mengenaliku.

Aku kaget saat ia menghiraukanku bahkan tidak memperdulikanku. Akupun menyusulnya yang sedang berjalan menuju halte disebrang jalan. Menemuinya dan mengatakan bahwa aku ini sangat merindukannya.

Hatiku teras sakit saat ia mengacuhkanku dan berbicara seolah ia tidak mengenaliku. Sakit. bahkan airmatakupun tak berhenti menetes. Melihat punggungnya yang semakin jauh untuk menyebrangi jalan.

Bahkan sepertinya langit juga sedang bersedih melihat nasibku. Rintik hujan yang datang dan mulai membaahi bumi.

Aku mengikutinya dari belakang. Hujanpun mulai turun sedikit deras. Untung saja aku membawa payung sehingga badanku tidak kehujanan. Aku menghentikan langkahnya yang akan menyeberang dengan menggenggam tangannya.

Namun, yang aku dapatkan hanyalah sebuah bentakan yang membuat semua orang memandangku. Ia bilang bahwa aku ini hanya orang desa bodoh yang mencampuri kehidupannya. Ia juga berkata bahwa hubungan kami telah berakhir dan tidak mau melihat wajahku lagi.

Setelah ia memakiku di tengah kerumunan orang yang berteduh di halte, ia langsung pergi menyeberangi jalan.

Tepat saat itu juga, aku melihat sebuah mobil yang melaju sangat cepat. Aku segera berlari dan mendorongnya agar ia tidak tertabrak. Namun, setelah aku mendorongnya, aku tidak dapat merasakan apapun.

Hanya jeritan beberapa orang dan pandanganku yang kabur dan semua menjadi gelap. Sebuah pemikiran akhir terbesit di anganku bahwa yang aku lakukan adalah hal yang benar.

Mungkin, ini adalah hari terakhir aku bertemu dengannya. Walaupun sebuah kenyataan pahit yang kudapat. Namun aku bahagia. Selamat tinggal, Maaf, dan Terima kasih cinta.

End.

avataravatar