2 Tragedi Nerodia

12 September 1274 AG - 08:30 Pm

Suatu tempat di Selat Nerodia

—————

Semua wajah mulai cemas karena gemuruh itu semakin keras. Mereka siaga ketika suara asing itu seakan mendekati mereka. Bagaikan terompet di hari kiamat, suara itu menggema di seluruh langit yang mereka lihat. Tapi mereka tidak menemukan apapun meski gemuruh itu mulai memekakkan telinga.

Sampai tiba-tiba, sebuah benda terbang melintas di atas mereka.

WOOOZZZHHHHHHH!!!

BOOMMMMMM!!!

Hanya dilewati saja, seluruh pasukan hilang keseimbangan. Mereka berguling di dek bersama teriakan dan telinga berdenging. Suara benda itu sangat nyaring sehingga telinga beberapa prajurit mengeluarkan darah. Benda itu juga menciptakan gelombang kejut yang melempar beberapa prajurit ke laut.

Di antara suasana kacau balau itu, Sang Admiral ikut meringkuk di dek bersama ribuan prajurit lain.

NGIIINNGGGGG!!!

Telinganya berdenging nyaring. Suara benda itu terdengar lebih keras dari petir sekalipun, bahkan mungkin letusan gunung. Karena dengingnya, Admiral itu tidak mendengar para prajuritnya yang pasti mengerang riuh. Dia hanya melihat mereka merangkak dan nampak berteriak. Karena saking cepatnya, admiral tidak sempat melihat benda asing itu seperti apa. Dia bertanya kepada para prajurit setelah denging itu menghilang.

"Mahluk itu berwarna hitam, Komandan!"

"Mahluk itu diselimuti awan kerucut!"

"Mahluk itu seperti burung besar!"

"Dia melintas belasan mil dalam hitungan detik, Komandan!

"Iya, Admiral! Cepat sekali! Mahluk itu pasti utusan Tuhan untuk menghukum kita!"

Beragam jawaban dia dapatkan.

Tidak ada satupun yang masuk akal di telinganya.

Admiral itu hanya bisa diam ternganga melihat armadanya berantakan. Segudang tanya pun menyelimuti benak. Tapi dia simpan rapat-rapat rasa penasaran itu begitu mendengar gemuruh yang sama, datang dari arah benda aneh tadi menuju.

Panik, dia menoleh.

'Aku tidak salah lihat, bukan?'

Dia terperanjat ketika melihat sebuah titik hitam baru keluar dari awan. Dan ketika titik kecil itu menukik menuju lautan, Sang Admiral langsung tiarap bersama ribuan prajurit lain.

Dia trauma dengan kecepatan dan akibat yang benda itu timbulkan. Dia takut benda itu datang lagi dan meraih tubuhnya seperti elang.

Namun, di saat dia semakin cemas, gemuruh itu tiba-tiba saja menghilang.

Tanpa suara, hanya menyisakan ketegangan.

Jantungnya berdebar-debar.

Keringat dinginnya mengucur deras.

Admiral itu masih menyembunyikan dirinya tanpa berani melihat keadaan.

Dia takut ... dia takut benda itu adalah utusan Tuhan untuk pembantaian yang baru saja dia lakukan.

'Mahluk apa itu sebenarnya?'

Pria bersorban itu menoleh ketika mendengar suara langkah-langkah kaki berlarian menuju satu sisi. Dia melihat para prajuritnya berdesakan di pagar samping kapal.

"Hei lihat, dia berhenti!" Salah satu dari mereka menunjuk-nunjuk.

"Benda itu melayang di atas air?"

"Benda itu berkilau!"

"Sepertinya lima mil dari sini! Tetap waspada!"

Penasaran, admiral pun menuju ke arah yang sama dan melihat pemandangan serupa.

"Demi Al Maerifa! Benda apa itu!?"

Admiral melihat sebuah titik hitam berkilauan melayang-layang beberapa meter saja di atas lautan. Komandan itu menaruh tangan di atas mata untuk melihat lebih jelas benda itu seperti apa.

'benda itu seperti dari besi,' pikirnya.

Mau seperti apapun dia picingkan matanya, tetap saja yang dia lihat hanyalah titik hitam berkilauan. Hingga tidak berapa lama kemudian, dia juga melihat bunga-bunga api bertebaran dari benda itu menuju armadanya.

Indah sekali ...

Bunga-bunga api yang sangat indah.

Namun yang tidak dia sangka, keindahan itu adalah awal dari sebuah mimpi buruk.  Bunga-bunga api itu menjadi bencana ketika mengenai kapal-kapal kayu berikut para penumpangnya.

ZAB ZAB ZAB ZAB ZAB!!!

Suara desing bersahutan bagaikan hujan panah. Seperti daun yang dimakan ulat, itulah keadaan yang admiral gambarkan. Serpihan kayu berterbangan bercampur darah segar para prajurit. Dek-dek kapal pun bertaburkan potongan lengan, daging dan organ dalam.

Bukan kapalnya yang terkena serangan. Tapi pemandangan itu sungguh mengerikan sampai-sampai admiral diam terguncang dengan badan gemetaran. Dia melihat dengan mata dan kepalanya sendiri, badan para prajurit tercabik-cabik seperti mentega yang dicacah pisau.

Serangan itu terlalu kejam untuk disebut sebagai pertempuran. Mimpi buruk itu semakin mengerikan ketika serangan dari benda terbang itu, disusul hujaman tombak-tombak api berkecepatan tinggi.

BOOOOOOOMMM!!!

BOOOOOOOOMMM!!!

BOOOOMMMMMMMMM!!!

Ledakan-demi ledakan pun terjadi.

Sang Admiral hanya bisa membatu melihat armadanya hancur satu persatu. Dia tidak percaya benda itu sudah menghancurkan puluhan kapal-kapal yang terkena serangannya. Dan ketika gemuruh itu kembali berbunyi, dia melihat siluet hitam yang mungkin seukuran kapalnya, melintas ratusan meter di atas kepala.

"Bu—burung ababil!!!"

Kali ini, benda itu menjatukan sesuatu yang bersiul seperti suara burung.

Dan siulan itu ...

... berakhir ledakan yang lebih mirip hukuman Tuhan.

"Ini Kiamat! Ini pertanda kiamat!!!" Admiral semakin histeris.

Cahaya terang membutakan mata, jatuh tepat di jantung armada. Admiral itu melihat seakan matahari turun dan menelan semuanya menjadi debu. Kapalnya pun bergetar saat cahaya silau semakin dekat ... dekat ... dan terasa panas.

Di saat cahaya itu mengenainya, admiral langsung terhempas dan merasakan kaki dan tangannya hancur berantakan.

Semua hancur. Dia melihat semua kapal-kapal itu hancur sebelum dia terjebur. Dia bawah air itu dia masih melihat benda itu hilir mudik seakan tak membiarkan satu pendosa pun luput dari cengkeraman maut.

Admiral kehilangan pendengarannya. Dia tidak bisa mendengarkan apapun. Dia jelas tidak akan mendengar benda itu mengeluarkan suara seperti suara manusia.

"~Brttzzz ... misi selesai. Seluruh target musnah ... brrtttzzz ... waktunya kembali ke hangar Maylon, roger!"

avataravatar
Next chapter