23 Tamu dari Negeri Seberang

Kembali di masa sekarang.

—————

22 September 1274 AG - 07:55 Am

Di sekitar rumah sakit Kota Tigris.

—————

Menjelang musim dingin, udara di Kota Tigris mulai membeku. Namun jalanan alun-alun masih dipenuhi manusia seperti hari-hari sebelumnya.

Para pejalan kaki berlalu lalang meski suhu udara membuat uap panas keluar dari mulut mereka. Para pedagang juga masih menjajakan barangnya bersama diskon dan cuci gudang. Di antara para pejalan kaki itu, seorang pria pendek gendut berjubah panjang mengelus lengan kanannya yang dibalut perban.

"Mengagumkan sekali! Mengagumkan!"

Pria buncit itu menggelengkan kepala memandang gedung yang dia tinggali selama hampir sebulan. Dia memijat dagunya dan mengangguk-angguk kagum seperti ayam.

"Fasilitas yang bernama 'hospital' itu luar biasa sekali! Kalau di tempat lain, patah tulang berarti cacat seumur hidup di tangan tukang cukur³." ujar pria itu bicara sendiri tanpa pedulikan tatapan heran para pejalan kaki.

Nama pria itu adalah Apesta de Carmel. Dia adalah seorang baron yang diutus kerajaannya untuk mempelajari ilmu tata kota ala Tigris. Baron Apesta berasal dari Kerajaan Eldorad. Negeri itu berada tepat di sebelah utara Kerajaan Arcadia, di mana kedua negeri itu hanya dipisahkan sebuah mulut teluk. Meski bertetangga, ada perbedaan besar diantara keduanya.

Baik Kerajaan Arcadia maupun Eldorad sama-sama memiliki tanah yang kurang subur. Namun bedanya, kerajaan Eldorad dikaruniai emas melimpah di setiap jengkal tanahnya. Negeri itu terlalu kaya sehingga ada berkilogram aksesoris emas di sekujur tubuh para bangsawannya.

Termasuk gelang, kalung dan cincin yang Apesta kenakan sekarang.

Bahkan gigi pria itu juga dari emas.

Namun, kejayaan itu hanyalah masa lalu. Sejak jalur perdagangan dikuasai Kota Maylon dan Kota Tigris, perekonomian Eldorad mulai kembang kempis. Tambang emas yang dulu mereka banggakan ternyata tidak mampu lagi menopang perekonomian. Untuk itulah Eldorad mengirim Baron Apesta untuk menghadiri sekolah administrasi, yang dibuka secara umum oleh Kota Tigris. Dia diutus untuk mengetahui rahasia kesuksesan kota itu di sektor pertanian dan perdagangan.

Awalnya Apesta tidak percaya. Berita bahwa Kota Tigris menjadi kota terkaya adalah mustahil baginya.

Bagaimana bisa Kota Tigris yang jauh dari perairan, tiba-tiba menjadi pusat perdagangan?

Bagaimana mungkin propinsi Tigris yang gersang tiba-tiba menjadi daerah pertanian yang subur?

Semua mustahil!

Semua hanyalah dongeng!

Tapi begitu Apesta tiba di Kota Tigris, semua kemustahilan itu terpaksa dia buang sejauh mungkin.

Kota Tigris seperti di dunia lain. Terlalu banyak hal-hal yang asing melambungkan kekaguman baron itu. Salah satunya adalah fasilitas yang orang Tigris sebut sebagai 'hospital.'

"Saya ingin bangun hospital itu untuk keluargaku di Kerajaan Eldorad! Balai pengobatan mana lagi yang punya pegawai cantik-cantik, hahaha... Eh!"

Tawanya terjeda karena colekan seseorang dari belakang.

"Selamat pagi, Baron Apesta."

Seseorang laki-laki berjubah pendek menyapa pria gendut itu. Dia menundukan badannya penuh hormat dan mengenalkan dirinya.

"Nama saya Ravioli, Tuan. Saya ditugaskan memandu anda hari."

Baron Apesta memicingkan matanya. Dia menjabat tangan pemandu itu ala kadarnya.

"Entah kenapa namamu membuat perutku lapar," katanya keheranan. Dia merangkul akrab Ravioli dengan lengan kirinya sebelum mengecilkan suara saat bertanya, "Kamu tahu persediaan daging segar di kota ini, bukan?"

Tempat pelacuran, itulah yang Apesta maksud. Mau di kota manapun dia ditugaskan, tempat itu lah yang selalu dia kunjungi pertama kali.

"Ada, Tuan, pekerjanya cantik-cantik! Tapi mereka baru buka di malam hari," balas Ravioli memahami apa yang baron itu maksud. "Tapi sebentar lagi pelatihan dimulai, Tuan Baron. Anda siap belajar hari ini?"

Baron Apesta megernyitkan dahinya. Dia kesal pemandu itu mengalihkan topik.

"Gara-gara perempuan itu aku tidak bisa kemana-mana!" ujarnya ketus sambil mengelus perban di lengan kanannya agar Ravioli semakin merasa bersalah.

Inilah alasan kenapa Apesta dirawat di rumah sakit selama sebulan. Baru beberapa menit dia memasuki Kota Tigris, dia melihat seorang perempuan berambut hitam yang kecantikannya sulit dia gambarkan. Tapi bunga itu berduri tajam. Baru dicolek pantatnya saja tahu-tahu Apesta sudah terkapar hilang kesadaran.

Tulang rusuk Apesta patah. Empat ruas tulang lengannya juga patah. Tulang-tulang jari tangan kanannya pun remuk beberapa detik setelah dia mencolek Gadis itu monster. Dia baru tahu bahwa seperempat penghuni rumah sakit itu ternyata korban dari perempuan yang sama.

Pantas saja para prajurit Tigris mencantumkan nama dan ciri-ciri gadis itu di protokol pengawalan.

"Sekali lagi maafkan prajurit kami yang lalai mengingatkan anda tentang Nona Masca—

"Hiiii!!! Jangan sebut namanya!" potong Apesta cepat-cepat.

Apesta sudahi mimpi buruknya. Karena sudah diperbolehkan jalan-jalan, dia mulai memperhatikan benda-benda unik yang mengusik rasa penasarannya.

"Kotak kayu di pinggir jalan itu buat apa? Dan yang ada pintunya itu apa?" tanya Apesta menunjuk beberapa obyek.

Ravioli melihat ke arah obyek yang ditunjuk Apesta dan berdehem sejenak.

"Kotak kayu itu tempat sampah, Tuan." Dia pindahkan telunjuk ke arah kotak berpintu. "Sedangkan yang itu gendirobe² umum."

"Apa!? Gendirobe!? Kota ini menyediakan gendirobe untuk umum!?" Apesta terperanjat karena ruang untuk berak itu ternyata bisa dijadikan fasilitas umum.

"Iya, Tuan."

"Pantas saja aku tidak melihat kotoran manusia di sembarang tempat! Kota ini hebat! Kerajaanku pasti gembira ide itu saya tiru!"

"Silahkan, Tuan Baron. Kota Tigris memperbolehkannya."

"Hebat sekali!"

Baron itu semakin berdecak kagum. Tapi dia kembali heran ketika melihat beberapa orang mengambil sesuatu dari gendirobe.

"Mereka sedang apa, Ravioli?"

Apesta bertanya santai. Tapi dia tidak akan menyangka bahwa kegiatan aneh itu adalah resep rahasia yang dicari-cari kerajaannya.

Resep apakah?

avataravatar
Next chapter