42 Serangan Misterius

27 September 1274 AG - 10:00 Am

Kastil Benteng Courbe de Taille

—————

"Bawa mayat itu ke sini!"

Prajurit itu langsung berlari menelusuri lorong menuju pintu keluar.

"Analisa anda, Tuan Vice?" Encolé bertanya pada seseorang yang sedari tadi menunggunya di balik pintu.

Pria yang berjabatan vice itu tidak menunjukan wajah panik. Dengan tenangnya dia picingkan mata seakan memikirkan berbagai kemungkinan. Dia silangkan tangan di dadanya saat punggungnya bersangga dinding. Tanpa mengubah pose kerennya orang itu berkata, "Mereka pasti menggunakan trik tertentu, Tuan Earl". Perlahan dia tutup pintu dengan salah satu kakinya dan bicara setengah berbisik. "Kita ada tamu dari gereja, jangan sampai mereka menyebar rumor tentang sihir atau omong kosong lain." Dia semakin mengecilkan suaranya. "Jangan sampai pasukan gereja punya alasan untuk ikut campur perang kita di perbatasan, Tuan."

"Saya mengerti Tuan Àdroi." Earl itu menjawab kalem, menyebut nama lawan bicaranya.

Orang yang dia panggil Àdroi itu nampaknya cukup berpengaruh untuk membuat earl tidak membantah. Saran itu Encolé tindak-lanjuti dengan menatap penuh arti pada puluhan knight elit ber-chainmail besi yang berjaga di dinding lorong sepanjang 50 meter.

Dengan satu anggukan kepala, para knight itu mendatanginya dan memberi penghormatan.

"Pastikan tamu-tamu kita tidak terluka."

Seluruh knight dengan baju berlambang Kerajaan Saguene itu serempak mengangguk. Earl itu pun kembali menoleh sang vice yang nampaknya sangat ahli di bidang strategi.

"Ada analisa lagi, Tuan?"

"Saya juga tidak tahu trik apa yang mereka gunakan. Tapi yang jelas, trik itu mereka lakukan hanya untuk menghancurkan morale³ pasukan kita. Tidak lebih."

"Apa saran anda, Tuan Vice?"

"Saya sudah analisa dari pengakuan prajurit," ujar vice itu menaruh jari di dagunya sendiri. "Kematian para komandan itu selalu terjadi ketika mereka berada di tempat terbuka, anda tahu artinya?"

Encolé ikut memicingkan mata dan menyangga dagu dengan jemarinya. Dia langsung menangkap maksud dari kalimat penasihat itu.

"Senjata?"

"Entah apapun senjata itu, mereka pasti mengincar komandan tertinggi benteng ini. Hati-hati, Tuan Earl."

"Baik, Tuan Vice."

"Kita harus pastikan serangan apapun yang Ysdeville gunakan pasti punya kelemahan. Utamakan menjaga morale prajurit daripada sibuk mencari tahu senjata apa itu."

Vice itu tersenyum saat Encolé mengangguk. Setelah menunggu agak lama di lorong yang menghubungkan kastil dengan benteng perbatasan, dia melihat beberapa prajurit berjalan terburu membawa sebuah tandu.

"Tenangkan diri anda, Tuan Earl."

Earl itu diam tidak menjawab. Matanya melirik tajam lantai lorong yang ternoda jejak darah dari mayat baru di atas tandu. Ketika tandu itu sudah di hadapannya, Encolé bertanya ke salah satu prajurit yang membawanya.

"Kalian yakin tidak melihat serangannya?"

"Iya komandan!" Seorang prajurit menjawab terbata-bata. "Kami tidak melihat apapun!"

Dahi Encolé makin terkernyit. Kesaksian dari prajurit pembawa tandu itu membuktikan bawah laporan sang captain bukanlah bualan. Terlebih ketika dia melihat keempat prajurit itu masih gemetaran karena sesosok mayat segar. Meski bagian atas mayat itu tertutup kain, tapi cekukan kainnya jelas menunjukan bahwa mayat itu sudah tanpa kepala.

Pupil Encolé kembali melirik para prajurit yang berwajah pucat. Kecurigaan pada kondisi mayat itu makin terasa saat melihat bekas muntahan di chainmail mereka. Penasaran, perlahan dia menggerakkan ujung pedang untuk menyibak kain penutup mayat. Begitu kain itu terbuka, lorong itu pun bertaburkan muntahan baru dari para knight penjaga.

'Demi Lord! Apa-apaan mereka?!' Encolé berteriak dalam hati.

Matanya terbelalak. Spontan dia menutup mulutnya dengan satu tangan saat melihat kondisi mayat itu yang sangat mengenaskan. Dia tak habis pikir senjata macam apa yang mampu membuat bagian kepala mayat itu hanya tersisa rahang bawah dan serpihan tulang tengkorak. Keringat dingin pun mengucur waktu dia melihat lidah mayat itu masih terjulur.

Encolé menelan ludahnya berkali-kali. Dia menoleh ke salah satu prajuritnya dan bertanya, "Apa semua mayat kondisinya sama?"

"Iya komandan! Sebagian besar kepalanya hancur. Yang kepalanya masih utuh hanya terdapat lubang sebesar kepalan tangan," jawab prajurit itu dengan wajah pucat.

"Hanya berlubang ya?" Encolé bergumam ironis.

Dia memberi kode tangan kepada para prajurit untuk segera membawa pergi mayat itu jauh-jauh. Napas panjang dia hembuskan demi melepaskan diri dari cengkraman rasa panik. Tapi ketenangan itu tak berlangsung lama ketika telinganya mendengar suara pintu di belakangnya perlahan terbuka.

'Sial!' Earl itu mengumpat dalam saat melihat muntahan baru dari seseorang yang tidak dia harapkan.

"Hoekkk!!!! Demi Lord! Kaum Ysdeville itu bersekutu dengan iblis! Ampuni kami Lord!" Bishop Poulette berteriak panik setelah memuntahkan makanan yang baru dia santap. Dia merentangkan tangan dan melapalkan matra-matra pelepas kutukan. Dia memegang kedua pundak Encolé dan berteriak, "Demi Lord! Bantai seluruh Ysdeville itu! Habisi para pemuja iblis itu, Tuan Earl! Hoekkkkk!!!"

Earl Encolé berkedip perlahan. Dia tidak mengubah ekspresinya saat muntahan bishop itu memberi lukisan unik pada kain berlambang keluarga yang menutupi bagian luar chainmail-nya. Dia menoleh vice dan memberi anggukan pelan. Setelah mendapat balasan, komunikasi tanpa suara itu pun membuatnya tak ragu lagi mengambil keputusan.

Encolé menaruh kepalan tangan di dadanya dan berkata, "Berkati kami, Yang mulia

avataravatar
Next chapter