18 Sekutu Terkuat

12 Juli 1259 AG - 12:00 Pm

Kota Tigris, Kerajaan Arcadia

—————

"Kita orang-orang militer, Tuan Marquis. Kalau tidak ada perang, apa kita harus bercocok tanam? Perang baru ini sudah disepakati sebagian besar bangsawan kerajaan kita masing-masing, apa susahnya berkompromi?"

"Aku menolak," sahut Grall tegas masih dalam Bahasa Iram. Dia menterjemahkan kata-kata itu dalam Bahasa Camelota untuk dipahami seorang duke tua yang masih berlagak hebat. "Kau sudah tahu jawabanku, pergilah."

"Ck ck ck, kamu benar-benar lugu, Anak muda," jawab duke tua itu berdecak angkuh. "Kamu tidak pikirkan posisimu? Mana bisa Kerajaan Arcadia maju kalau semua petingginya se-naif kamu, Bocah?"

Ketenangan Grall diuji saat kalimat patriotis itu keluar dari mulut seorang koruptor. Marquis itu menatap si duke tua dan langsung mengusirnya.

"Kalau tidak ada pebicaraan selain ini, lebih baik bawa dua tamu-mu ini angkat kaki. Apapun penawaranmu, jawabanku akan tetap sama."

"55.000 platinum, jangan jual mahal, Bocah."

"Simpan uangmu sendiri dan segera angkat kaki!" balas Grall tidak sabaran.

"60.000 platinum!"

"..."

Grall malas berdebat. Dengan langkah ringan dia meninggalkan kursinya menuju pintu yang sudah dibuka para penjaga. Tapi belum sempat dia melewati pintu itu, seseorang sudah menggebrak meja.

"Urungkan langkahmu, Grall! Kamu pikir aku masih bisa bersabar? Kamu pikir aku tidak kalah pengaruh darimu? Anak muda dimana-mana sama saja! Mereka bodoh! Sombong! Tidak punya rencana apapun!"

Grall tidak mengubah ekspresinya meski hatinya terlewat jengkel. Dengan suara masih bernada rendah dia membalas, "Kamu pikir, aku tidak punya rencana? Kamu mau tahu apa rencanaku?" Marquis itu berbalik arah dan mendatangi si duke tua yang masih mengacungkan jari padanya. "Aku berencana melemparmu dari kursi gubernur. Itu langkah awal dari seluruh rencanaku, Pak tua."

Suara pelan yang tegas menghantam. Grall tidak ragu lagi membuka rencana yang selama ini dia simpan sendiri. Wajah duke itu pun merah padam. Dia terlalu murka hingga spontan berdiri dan menggebrak meja berkali-kali.

"Jaga mulutmu, Bocah ingusan! Kamu tidak tahu dengan siapa kau bicara!?"

"Bukannya aku berbicara dengan duke yang suka memalsukan laporan pajak? Bukannya duke tua ini juga mengambil separuh upeti milik rajanya? Kamu pikir aku ke ibu kota untuk apa selain melaporkanmu, Pak tua?"

Tanpa basa-basi, jawaban kedua itu membuat mulut si duke tua spontan menganga. Grall berganti melirik si utusan istana yang juga ikut berkeringat dingin.

"Aku bisa berpura-pura anda tidak menerima uang suap, Tuan utusan. Anda tahu maksud saya, bukan?"

Ketakutan, utusan itu mengangguk pelan.

"I—ini tuduhan tidak berdasar," ujar si duke tua terbata-bata. Dia semakin pucat ketika melihat utusan istana mencatat namanya di daftar calon tersangka. "Kau berniat menjebakku, ka—kau berani sekali kau, Bocah ingusani!"

Grall tidak peduli. Dia enggan bicara lama-lama karena terlewat jijik dengan perangai si lawan bicara. Dia hunuskan pedangnya dan mengarahkannya pada leher seorang jendral dari negeri padang pasir.

"Kita sama-sama prajurit, Jenderal Khayin. Kalau masih ada yang mau kamu katakan, bicarakan lewat pedang."

Khayin tidak bergeming. Tantangan itu tidak dia balas apapun selain keringat dingin yang deras mengucur.

Grall menyarungkan pedangnya. Malas membuang waktu, dia pergi meninggalkan ruangan itu.  Dia kembali berhenti meski tidak ada yang berani menggebrak meja lagi.

"Jangan lupakan sejarah, Tuan-tuan. Dunia ini selalu diubah oleh para pemuda naif sepertiku, melawan orang-orang tua serakah seperti kalian. Aku harap usia kalian masih cukup panjang untuk membuktikan sendiri kata-kataku."

***

Lima bulan setelahnya.

Sejak pergantian posisi duke lima bulan silam, Grall telah meletakkan bata pertama dari semua rencananya. Dia mereformasi Kota Tigris dengan cara paling radikal.

Tak kenal kompromi, dia singkirkan semua bangsawan oposisi.

Grall tidak main-main dengan rencananya. Bukan hanya duke tua itu saja yang dia seret ke pengadilan kerajaan, seluruh lawan politiknya juga dia kirim ke tiang gantungan. Sebagian dari mereka bahkan Grall habisi diam-diam melalui jasa para pembunuh. Dia tidak pernah pandang bulu walaupun sebagian bangsawan itu adalah kerabat dekatnya sendiri.

Marquis itu juga merampas sumber-sumber ekonomi mereka dan mengembalikannya sebagai aset Kota Tigris. Dia lucuti seluruh manor musuh-musuhnya, lahan pertanian, tambang, prajurit pribadi, bahkan setiap keping copper yang mereka miliki.

Namun, ada satu hal yang tidak bisa Grall sentuh. Meski marquis itu berhasil menggagalkan sandiwara perang dengan Kerajaan Jabulqa lima bulan sebelumnya, tapi Sang Raja sama sekali tidak berani bicara, apalagi menyeret orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Semua karena pengaruh New Age Order yang memanfaatkan agama.

Raja Arcadia takut.

Dia tak mau kalau sampai kaum agamawan angkat suara, fitnah mereka bisa memicu perang saudara. Karena sebagian oposisi bersembunyi di balik nama gereja, mereka selamat dari operasi sapu bersih sang marquis.

Apa Grall memusingkan itu?

Tidak sama sekali.

Lebih baik menyelesaikan apa yang bisa dikerjakan daripada mengeluhkan sesuatu yang tidak bisa diganggu gugat.

Propinsi Tigris sudah ada di genggamannya. Setelah duke lama dipecat, Grall berhasil merekomendasikan adik kandungnya, Barlux du Lumiere sebagai duke baru Tigris. Faksi sipil dan militer pun bersatu untuk membangun daerah itu. Tapi masih ada satu faksi tersisa yang tidak mungkin mau bekerjasama.

Faksi agama masih mencengkeram akar rumput di daerah kekuasaan Grall. Pengaruh Celeste terlalu kuat. Grall harus menghadapi rakyatnya sendiri yang cara berpikirnya jadi tidak rasional karena bualan orang-orang di faksi itu.

Apa yang terjadi setelah Grall terang-terangan melawan Celestesphaira?

Mudah ditebak.

Rumor bohong bertebaran tentang kehidupan pribadi sang marquis. Mulai dari tuduhan dirasuki iblis, tuduhan perbuatan asusila di pelacuran, membantai penduduk negeri lawan-lawan perangnya, korupsi, dan apapun itu yang sama sekali tidak terbukti. Tapi rumor bohong yang disebarkan berulang-ulang, selalu dianggap kebenaran oleh masyarakat idiot.

Grall ... dari seorang jenderal yang dielu-elukan penduduk, saat itu menjadi figur yang paling dibenci rakyatnya sendiri.

"Grall, kita orang sibuk." Seseorang menegurnya dengan nada tidak sabaran.

"Maaf, Solidi."

Marquis itu menyudahi lamunannya dan memandang tiga orang yang dia undang untuk sebuah rapat penting. Dia menyerahkan beberapa lembar parchment ke para tamu itu dan membuka pembicaraannya.

"Kalian adalah segelintir orang yang menyadari siapa musuh terkuat kita sebenarnya. Hari ini aku memanggil kalian untuk berkenalan dengan siapa sekutu terkuat kita."

avataravatar
Next chapter