72 Republik Maylon

02 Oktober 1274 AG - 09:00 Am

Balai Kota Tigris

—————

"Iya, militer, bukan?" Grall langsung memberi tanggapan ketika salah satu dari para tamu berdiri untuk bertanya.

Apalagi kalau bukan masalah militer? Sekalipun wilayah utara adalah wilayah damai, namun ancaman nyata justru ada di Kerajaan Arcadia sendiri.

Karena kenapa?

Separuh kerajaan Arcadia ada di wilayah utara. Tapi hanya 30 persen saja dari total militer kerajaan ada di wilayah itu, yang sebagian besar dimiliki Propinsi Tigris. Pembagian itu bukan tanpa alasan karena wilayah selatan adalah wilayah perbatasan.

Prajurit pun terkonsentrasi di wilayah itu untuk menjaga kedaulatan Arcadia dari serangan luar. Meski sayangnya, itu bukanlah alasan yang sebenarnya.

Arcadia tidak punya musuh lagi sejak genjatan senjata dengan Jabulqa 17 tahun silam. Tidak ada pula serangan bandit atau bajak laut di wilayah selatan, karena daerah itu terlalu miskin untuk dirampok. Pembagian militer berat sebelah itu jelas-jelas kebijakan kerajaan untuk satu tujuan saja, yaitu memeras wilayah utara.

Apakah Grall memiliki solusinya?

Sejak militer Maylon menunjukan taringnya, marquis itu jelas memiliki jawaban pasti.

"Saya yakin anda memanggil kami bukan tanpa persiapan, Tian Marquis."

"Pasti, Tuan Rizola," jawab Grall singkat. Dia menepuk pundak orang asing yang duduk di sebelahnya untuk mewakilinya menjawab. "Untuk itulah saya sengaja mengundang tamu istimewa untuk anda semua."

Tamu istimewa itu berbadan pendek dan agak buncit. Rambutnya klimis, kumis tipisnya pun mengkilap karena minyak zaitun. Orang itu kontan mengundang perhatian ke empat duke karena sedari tadi cengengesan dan gerak-geriknya yang mencurigakan.

"Hmmm ... anu ... apa yang perlu saya sampaikan, Tuan Marquis?" Orang itu justru bertanya balik. Nampak sekali dia sangat gerogi menjadi pusat perhatian orang-orang penting.

"Sampaikan tentang militer Maylon, Tuan Duke Grenouil du Lumiere. Kita sudah membahasnya tadi."

Pria asing itu adalah count yang baru kemarin naik pangkat menjadi duke. Dia adalah pemimpin separuh resimen Ysdeville yang berhasil menaklukan Benteng Courbe de Taille. Grall mengundangnya karena dia adalah saksi penting dari kekuatan militer Maylon. Grenouil pun menceritakan semua kisah heroiknya menguasai benteng yang mustahil ditaklukan.

"Duaaarr!!! Setelah tongkat besi itu, mereka menggunakan pipa besi yang melemparkan benda berasap, duaarr!!!! Boom!! Boomm!! Benteng itu rontok, Tuan-tuan, mereka juga meminjamkan para cavalry kami topeng aneh yang bisa menghalau asap iblis ... wuzzz ... wuuzz! demi Lord! Maylon benar-benar boom! Boom!"

***

Setelah seseorang membuat ruang rapat itu seperti medan perang, akhirnya tiba waktunya bagi para duke itu untuk mengambil keputusan. Cerita dari Grenouil benar-benar sulit dibantah meskipun cara penyampaiannya lebih mirip seorang penari perut.

"Apa anda masih menyampaikan keraguan yang sama, Tuan Rizola?" Grall bertanya kepada duke masih menunjukan wajah ragu. "Dulu anda meragukan kekuatan Maylon di bidang ekonomi meski Tigris sudah memberi banyak bukti. Saya harap kali ini anda bisa lebih bijak."

Duke Rizola del Gonzagi adalah pemimpin Propinsi Fortuna. Sesuai namanya, Propinsi itu adalah wilayah yang paling beruntung di seluruh Kerajaan Arcadia karena terletak tepian Teluk Parimea. Propinsi itu sangat maju di perdagangan bahkan sebelum Arcadia resmi berdiri sebagai Kerajaan.

"Saya punya dua pertanyaan sederhana, Tuan Marquis. Apakah peluang yang kami tolak lima tahun lalu masih terbuka lebar? Dan ..." Duke Rizola melirik seseorang disampingnya dengan tatapan kurang sedap. "Dan bisakah sejarah Propinsi Fortuna sebagai pusat perdagangan Kerajaan bisa terulang?"

Grall langsung menjawab, "Pertanyaan pertama, jawabannya iya. Dan untuk pertanyaan kedua, ada seseorang yang lebih kompeten untuk menjawabnya." Dia berganti memandang seseorang yang dilirik Duke Rizola tadi. "Tolong jelaskan, Duchess Gracia."

Sambutan itu dibalas senyum anggun perempuan umur 30-an. Duchess itu berdiri di antara bangsawan tamu dan membalas tatapan Grall dengan wajah mendayu.

"Ehem ... cinta lama bersemi kembali." Barlux berbisik. "Sampai kapan abang membiarkan wanita itu jadi perawan tua?"

Grall menanggapinya dengan injakan kaki. Dia menjaga senyumnya dan sekali lagi mempersilahkan duchess itu bicara. Wanita itu pun bicara dengan anggun untuk ketiga rekan satu mejanya.

"Selain Propinsi Tigris, hanya Propinsi Jana yang punya hubungan langsung dengan Maylon. Saya yakin Duke dari Februus dan Fortuna sudah lama penasaran dengan perkembangan kota kami."

Ucapan perempuan itu langsung disambut muka masam dari dua duke yang dia maksud.

"Sebelumnya saya minta maaf 10 tahun ini kami menutup rapat-rapat beberapa wilayah pelabuhan Jana untuk siapapun kecuali mereka yang kami izinkan. Tapi hari ini, silahkan anda tanyakan apapun."

Pernyataan itu langsung disambut acungan jari seorang duke yang sedari tadi menggelisahkan sesuatu.

"Silahkan, Duke Rizola del Gonzagi."

"Saya yakin anda bisa menebak apa yang akan saya ucapkan, Nyonya Garcia."

"Lanjutkan, Tuan Duke."

"Seluruh propinsi di Kerajaan Arcadia dan hampir semua kerajaan di Benua Meropis sudah lama penasaran dengan perkembangan Propinsi Tigris dan Jana di perdagangan. Kami sudah tahu itu adalah dukungan dari Maylon. Tapi ..."

"Pemerintah Kota Maylon memberi banyak dana pengembangan kota dan alih teknologi pada kami untuk pembelian sebagian lahan pelabuhan. Dan seperti pertanyaan anda dulu, lahan itu memang untuk gudang produk dari Maylon serta pelabuhan pribadi yang bahkan kami sendiri tidak bisa sembarangan masuk." Wanita itu menjawab anggun saat semua orang mengangguk. "Anda masih meragukan Maylon? Kalau anda bertanya berapa jumlah dana yang kami terima berikut teknologinya, silahkan hitung sendiri berapa platinum untuk membangun Propinsi Jana yang termiskin menjadi propinsi terkaya nomor empat di Kerajaan Arcadia."

Duke Rizola kehabisan kata-kata. Duchess Gracia semakin memojokkannya setelah wanita itu dipersilahkan duduk.

"Pilihan ada di tangan anda, Tuan Rizola. Mengambil kesempatan kedua dari Maylon, atau bersikukuh dengan cara-cara tradisional anda."

Duke Rizola sekilas merenung sebelum menggelengkan kepala dan tersenyum kecut.

"Saya menyerah, Tuan Marquis. Saya dan Propinsi Fortuna siap menjadi bagian dari ... Rep?" Dia melirik tulisan di permukaan parchment. Dia agak kesulitan melapalkan istilah asing yang ada di perjanjian itu.

"Menjadi bagian dari Republik Maylon, Tuan Rizola." Grall membantunya mengeja. Dia menatap empat tamu itu bergantian dan memberi kesimpulan terakhir. "Pertengahan tahun depan kita bukan lagi bagian dari Kerajaan Arcadia. Seperti pesan dari Kota Maylon, untuk hari ini kami bebaskan anda semua menjadi orang serakah. Silahkan tulis satu permintaan anda di perjanjian itu sebagai tanda bahwa ... ehem ... silahkan gunakan imajinasi anda, Tuan-tuan."

***

Semua duke mengambil parchment itu termasuk Barlux du Lumiere. Dia sekilas melirik Grall yang menunjukan senyum puas. Mantan Stauven itu pun menepuk pundak kakaknya untuk menyampaikan ucapan selamat.

"Rasanya baru kemarin rencana ini kita bicarakan. Waktu cepat berlalu, Abang."

"Iya. Dan seperti baru kemarin pula mendiang istriku masih bersama kita."

Barlux tidak menjawab. Dia selalu kehabisan kata setiap kali sosok perempuan itu disinggung kakaknya. Dia hanya menepuk pundak marquis itu sebelum mengantar para tamu ke penginapan masing-masing.

Dia menghela napas panjang. Dia memejamkan mata saat dia mengenang sosok perempuan yang menjadi bagian penting dari hidupnya dan hidup seorang Grall.

avataravatar
Next chapter