51 Ratu Kecil

28 September 1274 AG - 02:30 Pm

Kota Tigris - Mansion Barlux du Lumiere

—————

Di Mansion Barlux yang tenang, seorang pemuda miskin numpang makan di rumah orang.

'Baru kali ini aku bokek sekali ...'

Empat keping gold itu dia genggam erat-erat. Simian bergeliat di karpet itu menggelisahkan kantong uangnya yang kini hanya dihuni debu dan kentut. Karena keuangannya, dia jadi memusingkan masa depannya yang pasti bermandikan hutang.

Koin itu memang lebih dari cukup untuk menanggung hidupnya selama dua bulan. Tapi karena Mascara sedang kambuh sifat manjanya, Simian merasa hidupnya seperti gelandangan saja. Gadis itu tak pernah segan memerasnya setiap kali dia punya kesalahan. Gara-gara kecemasan itu Simian mengiyakan penawaran Conna untuk makan bersama di rumahnya. Namun sampai sekarang, gadis kecil itu malah sibuk bergosip.

"Sudah lapar?"

"Dari tadi."

Simian melirik Conna yang duduk santai di sofa tamu. Dia asyik bercengkrama dengan Mascara entah untuk menggosipkan apa. Dia langsung tahu apa yang mereka bicarakan begitu mereka memandangnya seperti melihat penjahat kelamin.

"Aku tahu Simian itu cabul, Mascara. Tapi ..." Conna bicara sambil menutupi kedua dadanya sendiri.

Merasa dituduh sembarangan, tak kuasa Simian meradang.

"Aku tahu kalian pasti bahas Linda, kan?"

"Livina."

"Terserahlah siapa namanya. Sampai kapan kamu bahas itu, Mascara?"

"Sampai kamu ngaku kalau kamu menikmatinya. Dasar laki-laki munafik."

Bibir Simian bergelombang. Dia menjambak-jambak rambutnya sendiri karena Mascara masih saja cemburu buta.

"Iya, aku menikmatinya, puas!? Dadanya memang kenyal. Memangnya kenapa? Apa hubungannya sama kamu?"

"Conna, apa aku boleh membunuh seseorang di rumahmu?"

"Jangan, Mascara? Jangan kotori rumahku dengan darah orang susah."

"Iya, hidungku bisa mimisan lama-lama mencium bau kemiskinan."

Habis sudah kesabaran Simian. Dia beranjak dari karpet itu dan berjalan menuju pintu.

"Mau kemana?" Mascara bertanya.

"Guild petualang. Mau ketemu Rineta dan merasakan dunia dewasa."

Simian merasakan tangannya ditarik seseorang cepat-cepat.

"Ayo duduk, Simian, nanti aku suapi."

Simian menurut ketika Mascara menuntunnya menuju sofa.

"Bisakah kamu bersabar, Simian? Kamu terlalu sibuk sama urusan perutmu sampai tidak tahu si kecil ini sedang butuh kita." Mascara ngomel-ngomel begitu Simian duduk.

"Memangnya ada apa sama Conna?"

"Sana, tanya sendiri sama orangnya."

Simian melihat mata gadis kecil itu berkaca-kaca. Ternyata Conna tadi menceritakan kepada Mascara dilemanya tentang tahta dan pernikahan. Dia tahu bahwa Conna sama lugunya dengan Mascara urusan percintaan.

Gadis kecil itu jenius. Dia menghabiskan seluruh waktunya untuk membaca buku, meneliti dan mengajar di perguruan tinggi. Dia tidak pernah memikirkan hubungan dengan pria manapun karena satu-satunya hal yang bisa menaklukan hati Conna hanyalah pengetahuan dan hal-hal baru yang membuat dia penasaran.

Simian langsung bisa merasakan ketakutan Conna. Gadis itu pasti tidak mau prestasinya yang selangit itu diganggu pernikahan. Conna pasti cemas karena saat ini banyak sekali bangsawan muda yang mendekatinya hanya demi jabatan mudah.

"Simian, selain mereka yang mengincar tahtaku, menurutmu pria seperti apa yang nanti menikahiku?" Conna bertanya, menunjukan wajah polosnya.

"Pecinta anak-anak di bawah umur."

"Apa kamu salah satunya?"

Simian menoleh.

"Kamu mau tahu?"

Conna mengangguk lugu.

Simian meminta Conna untuk menyatukan jari telunjuk dan jempol imutnya. Gadis itu menurutinya sehingga terbentuklah posisi jari yang membentuk lingkaran kecil. Setelah itu, Simian mengepalkan tangannya sendiri dan mencoba memasukannya ke lingkaran itu.

"Kamu lihat? Enggak muat, kan? Kalau dipaksa bisa sobek."

Mata bulat Conna langsung terbelalak.

"Kyaaa! Dasar cabul!"

PLAKKK!

"Hahahaha!"

Conna terlihat kesal setengah takut. Dia juga tersinggung dengan Mascara yang ikut-ikutan mentertawakannya.

"Kamu jahat, Simian! Kamu malah menakut-nakutiku!"

Simian mengelus pipinya yang baru saja kena tampar. Dia benahi posisi duduknya dan mencolek-colek Mascara.

"Kita ke sini enggak cuma numpang makan, bukan?"

"Iya, si kecil ini katanya mau menunjukkan kita sesuatu. Kita yang salah dengar, atau cendekiawan ini yang sudah pikun?"

"Hahahaha!"

"Berhenti meledekku! Kalian berdua jahat!" Conna semakin geram. "Baiklah, kalian mau tahu apa yang mau aku tunjukkan?"

"Iya, mana?"

Conna menjawabnya dengan satu tepukan tangan memanggil pelayan.

"Aku yakin kalian hanya tahu Kota Maylon bekerjasama dengan Tigris. Itu salah besar! Huahahaha." Conna terkekeh dan berkacak pinggang. "Kota itu juga bekerjasama dengan kerajaan di benua lain. Dan itu untuk produk-produk yang berbasis teknologi."

"Bukannya mereka tidak memasarkannya karena takut dijegal New Age Order?" Mascara bertanya, menyatakan apa yang sering Solidi katakan. "Produk-produk itu bisa diteliti mereka, katanya."

"Dari tahun kemarin Maylon sudah jualan. Dan itu lewat lajur khusus." Conna bicara saat mengambil sebuah benda logam dari tangan pelayan. Dia menyerahkan benda aneh itu ke tangan Simian dan bicara, "Selamat datang di era baru,  hamba-hambaku, kalian pasti tercengang, huahahahaha!"

Simian mengamati logam berbentuk silinder itu dan mengetuk permukaannya.

"Pandai besi seperti apa yang mampu membuat benda serapi ini? Menempanya pasti sulit, Conna."

Simian menimbang-nimbang logam itu yang terlalu ringan di tangannya. Dia juga memencet agak keras dengan jarinya, dan merasa kecewa setelah memastikan bahwa benda itu bukan untuk militer.

"Tapi logam ini rapuh. Jangankan anak panah, pisau mainan juga bisa menembusnya. Benda ini namanya apa?"

"Kalian mau tahu? Benda ini bernama …"

avataravatar
Next chapter