87 Qalamist

03 Oktober 1274 AG - 5:40 Pm

Southforest Dungeon - Kubah

—————

"Anak manja katamu!? Pelacuran!!!?"

Preponte berteriak serak sampai tenggorokannya bisa berdarah jika lebih kencang lagi. Si keparat yang biasanya menunduk saat dia hina, saat ini berani membalasnya dengan kata-kata yang lebih kejam. Serentetan hinaan Simian tak kuasa membangkitkan luka lama yang susah payah Preponte kubur.

Ingin dia balas makian keparat itu. Tapi Yadz lebih dulu mengangkat satu tangan dan memberinya peringatan.

"Ini bukan duniamu, Tuan Stauven. Menjauhlah."

"Pffttt..." Simian tertawa tertahan. "Benar, ini bukan duniamu, bhuahahaaha!!!"

"Ap—apa kamu bilang?" Preponte berharap dia salah dengar. Dia tidak percaya Yadz yang nampak tenang itu sekali lagi ikut menghinanya.

"Kamu bisa mendengar, Tuan Stauven?"

Preponte langsung hilang kesabaran. Meski dia tahu prajurit Yadz saja kekuatannya setara petualang rank-A, tapi dia tidak ragu menatap angkuh komandan Qalamist itu.

"Kamu kira siapa dirimu, Bar-bar? Memangnya kamu bisa apa di Arcadia? Kalian berani melukai bangsawan penting sepertiku?"

Yadz melirik tajam dan membalas pelan, "Jaga batasanmu, Tuan Stauven."

Seperti ada tekanan yang mencekik leher. Peringatan itu membuat Preponte mundur ke belakang dan hanya diam ketika Yadz menoleh lagu ke arah Simian. Dia mengikuti pembicaraan mereka karena kali ini Yadz berbicara dalam Bahasa Camelota.

"Kamu tahu pasti apa tujuanku jauh-jauh mencarimu, Firehead?"

"Mau reuni perang kita dulu? Atau minum khmar yang haram itu?"

Yadz tidak mengubah ekspresinya di balik provokasi Simian. Dia menghunuskan scimitar dan mengayunkan pedang bengkok itu perlahan seakan siap memenggal kepala si rambut merah. Dia memberi kode tangan agar anak buahnya ikut menghunuskan scimitar mereka.

"Khmar haram, Firehead. Kamu tahu apa yang halal?"

"Darahku? Astaga, hahahaha!" Simian terbahak memegangi perutnya. Dia membalas sambil melirik Preponte sinis. "Kita tahu anak kecil tidak boleh mendengar kata-kata kasar, bukan?"

"Itu peringatan agar kalian pergi, Tuan Preponte." Dengan kalemnya Yadz menterjemahkan sindiran Simian.

Preponte hanya bisa diam menelan hinaan. Sikap dua orang itu keterlaluan seakan eksistensinya tidak lebih penting dari seuntai tali jemuran. Dia tidak menyangka 11 orang asing yang membuatnya ketakutan ternyata memandang tinggi seorang Simian. Bahkan dari percakapan mereka, menunjukan bahwa Simian sudah terkenal di luar sana.

Fakta itu menggoda hasrat Preponte untuk menyela mereka. Tapi gelagat itu justru semakin menjatuhkan harga dirinya ketika Qalamist itu meliriknya dan ikut bersikap sinis.

"Kamu lebih cerdas dari gerombolan pengecut ini, Firehead!" ujar Pimpinan Qalamist itu menoleh Preponte. "Tuan Impotent, terima kasih senang hati bawa kami ke sini. Urusan kita sudah selesai, bukan? Pulang dan minum susu. Jangan melibatkan diri anda di dunia orang dewasa."

"Pffftttt...Tuan Impotent katanya, bhahahahaha!"

"Jaga kata-katamu, Bangsa bar-bar!"

Preponte membentak keras. Dia sudah nekad dan tak peduli lagi resiko berurusan dengan kaum bar-bar. Tapi keringat dinginnya mengucur saat pimpinan Qalamist itu menatap matanya tajam.

"Terserah apa maumu! Habisi dia!"

"Kamu berani memerintahku, Impotent?"

Yadz mengucapkannya dengan suara pelan, tapi terdengar menggelegar di telinga Preponte. Dengan gemetaran Stauven itu tutup mulut agar kemarahan Yadz tidak semakin terpancing.

Namun sayangnya, dia terlambat.

"Kamu sudah menyodorkan kepalamu, Tuan Stauven."

Ludah yang sudah kering dia telan lagi bersama keringat dingin. Preponte sadar setegas apa para Qalamist dengan kata-kata mereka. Dia tidak berani berkata-kata selain mundur bersama kelima anggota party dan puluhan anak buahnya. Dia biarkan Qalamist itu kembali mengalihkan minat pada seorang pria berambut merah.

"Kamu lihat baju-baju anak buahku, Firehead?"

"Aku yakin agamamu mengajarkan yang mana urusan perang, dan yang mana masalah pribadi, Yadz."

Simian dengan santainya membungkukan badan dan bersandar di gagang pedang yang dia tancapkan ke tanah. Berlagak menguap, juga memicingkan matanya meremehkan.

"Kamu tahu? Aku sama sekali tidak menyesal sudah membantai ribuan prajurit Jabulqa. Dan rasanya ... aku masih belum puas!"

Ekspresi Yazd sedikit berubah. Dia menterjemahkan kata-kata Simian hingga beberapa anggotanya seperti cacing kepanasan.

Salah satu dari mereka maju dan berteriak, "Min tazumu nfsk?!"

"Ana?" jawab Simian sambil ngupil dan menguap. Dia melirik sinis Qalamist itu dan berucap, "Al shakhs aldhy sayaqtaluk ..."

Wajah prajurit asing itu merah padam. Dia menatap Yadz seolah memaksa komandannya untuk memberi perintah. Suasana semakin mencekam karena Yadz tidak juga bergeming.

Preponte merasakan ketegangan itu seperti mencekik leher. Scimitar para Qalamist itu nampak bergetar mengiringi hawa membunuh yang mereka tujukan kepada Simian. Preponte melihat mereka tidak tahan mendengar ucapan yang mungkin berupa tantangan.

Seorang prajurit pun maju tidak sabaran diikuti tiga prajurit lain.

"La tataradad! Qatalah!"

Empat orang Qalamist itu melewati Yazd dan menghampiri Simian yang senyum-senyum menunggu serangan. Melihat pemandangan itu, Preponte tidak bisa lagi menyembunyikan seringai senangnya karena dia yakin nafas Stauven palsu itu segera berakhir oleh scimitar para kaum bar-bar.

Akan tetapi, di antara temaram cahaya obor, dia terperanjat ketika Simian melompat ke samping dan tiba-tiba menghilang.

'Apa!?'

Preponte diam terngaga saking terkejutnya. Dia mengucek matanya tidak percaya, dan melihat empat orang Qalamist itu juga kebingungan karena satu-satunya lawan mereka lenyap tak berbekas. Kesunyian pun menghiasi lorong itu, mengiringi degup jantung yang mulai berpacu.

Ada apa dengan si rambut merah itu?

Strategi licik apa yang akan dia gunakan?

Semua wajah mulai cemas. Semua mata mengamati setiap sisi. Firasat buruk mulai melanda ketika semua telinga, mendengar bunyi bergemerincing, diikuti lantai lorong yang mulai bergetar.

CLANK ... CLANK ... CLANK—CLANK—CLAANK! CRAAASSSH!!!

avataravatar
Next chapter