62 Persiapan

01 Oktober 1274 AG - 10:40 Am

Kota Tigris - Mansion Barlux du Lumiere

—————

Mascara menggerakkan kelima jarinya setelah memakai sarung tangan berwarna coklat dari kulit omegra. Sebagai seorang archer, gerakan seperti mencengkeram itu biasa dia lakukan sebagai pemanasan. Di badannya juga terpasang jaket agak tebal yang terbuat dari kulit omegra berkualitas.

Tulang lehernya bergemeretakan saat dia mengayunkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Setelah merenggangkan badan, dia mengambil short bow¹ dari meja taman dan memeriksanya.

Short bow itu berukuran satu meter. Sebagai fast shooter, Mascara menyukainya karena busur itu mendukung kemampuan istimewanya untuk memanah tanpa terlalu lama membidik. Dan sebagai seorang pathfinder, bidikan cepatnya selalu akurat. Busur dari kayu Usage Orange itu sudah sembilan tahun menemaninya. Tidak banyak perubahan selain kedua ujung tepiannya yang sedikit pecah.

Dia angkat busur itu dengan satu tangan dan melakukan simulasi.

"Fewwwww!" Mascara menirukan suara angin saat dia berpura-pura menembakkan anak panah pada omegra di bayangannya.

Puas memeriksa busurnya, dia periksa 100 anak panah yang akan dia pakai.

Jumlah itu nampaknya terlalu banyak bagi pemanah biasa. Tapi untuk pemanah cepat seperti dirinya, jumlah itu terlalu sedikit. Dia endus bau khas kayu Spruce di tiap batang anak panah itu dan memejamkan matanya.

"Ahhh ... baunya seperti satu silver per batang."

Meski tergolong mahal dibanding kayu Cedar, tapi dia tak pernah pelit urusan gear yang akan dia pakai. Mascara menyiapkan 20 anak panah di punggungnya, sedangkan 80 sisanya akan dia titipkan ke Vodi kalau dia datang nanti. Gadis itu menjalani perannya dengan sangat sempurna sebagai petarung jarak jauh. Dia bertanggung jawab melindungi Simian dari serangan pemanah lain, juga melindunginya dari serangan titik buta. Karena kemampuan memanah Mascara, Simian tidak pernah takut dikeroyok musuh sebanyak apapun. Dan selain pertarungan, Mascara juga luar biasa di aspek lain.

Siapa bilang perempuan sulit membaca peta? Mascara adalah contoh sempurna yang bahkan ahli peta istanapun mengakui kemampuannya. Analisanya sangat akurat sehingga dia bisa memprediksi coretan-coretan kecil sekalipun. Gadis itu juga sangat ahli membuka kunci harta karun, menemukan jalan rahasia, dan mengatasi semua jebakan-jebakannya. Tentunya, si gadis matre itu juga memiliki peran penting di luar tugas berpetualang.

Mascara adalah gadis perhitungan. Maka dari itu dia berperan sebagai penting bank berjalan. Dia menentukan pengeluaran anggota party, menarik uang kas, jadi negosiator, sampai jadi debt kolektor. Karena quest ini sangat berbahaya, Mascara mengizinkan semua anggota party memakai gear terbaik mereka. Gadis itu pun melirik Simian begitu persiapannya selesai.

Dia melihat pria itu sudah mengenakan gear lengkapnya yang berupa chest plate¹ dan shoulders pad¹ dari perak, set jaket dan celana merah gelap dari kulit Omegra tipe predator, sekaligus gauntlet¹ dan boot berwarna hazel yang terbuat dari kulit omegra bertipe sama. Di leher Simian juga melilitkan syal sutera sobek-sobek berwarna merah.

Warna gear itu senada dengan rambutnya yang merah membara seperti api. Begitupun pedang dua tangan berjenis claymore yang sedang dia ayun-ayunkan. Ayunan itu pun membuat crimsom platinum pedangnya semakin merah menyala seperti ...

Pipi tersipu Mascara karena terpesona pria itu.

"Aku baru sadar Simian tampan sekali ..."

Dia kelabakan saat Simian menyadari sedang diperhatikan.

"Apa? Naksir?"

"Cuci dulu mukamu, sana."

Hanya Conna yang tidak mengenakan gear apapun selain gaun biru muda yang biasa dia pakai. Tidak ada zirah, tidak ada tambahan pelindung, tidak pula senjata apapun. Mascara tidak mau bertanya-tanya karena jawabannya pasti ...

"Aku kan punya elemen spesial. Kalau cuma skill menghangatkan badan mah, kecil," ucap Conna menjentikan jari kelingkingnya.

"Enggak ada yang nanya."

"Huahahahahaha!"

Mascara meninggalkan Conna yang masih terkekeh dan membusungkan dada besarnya yang tidak proporsional itu. Si rambut hitam itu kembali meja dan memanggil Simian untuk membahas strategi penaklukan dungeon. Kertas quest dia letakkan, peta dungeon pun dia bentangkan. Mascara mencermati matang-matang dan mengangguk-angguk setelah mengambil kesimpulan.

"Seberapa akurat peta ini, Mascara?"

"Peta ini hanya menunjukan labirin stage pertama saja," ujar Mascara menelusuri peta itu dengan jarinya. "Kamu lihat bentuk labirinnya, Simian? Selalu ada pintu rahasia di labirin seperti ini."

"Jebakan?"

Mascara menelusuri coretan garis bujur dan garis lintang yang tersusun sempurna membentuk jaring-jaring kotak. Terdapat tanda di beberapa garis dimana jarinya terkadang berhenti untuk menjelaskan.

"Tanda lingkaran ini jebakan aktif, tanda silang ini jebakan yang sudah makan korban."

"Hmmm... Kalau tidak salah sudah ada 11 petualang tewas di dungeon itu. Apa menurutmu aman kita jelajahi dungeon di malam hari?"

"Sepertinya tidak. Omegra di dalamnya lebih aktif di malam hari. Kemungkinan omegra tipe pest yang punya rank-C, B atau mungkin juga rank-A. Belum lagi boss monster-nya."

"Berarti kita menginap dulu di luar?"

Mascara mengangguk.

"Dungeon ini quest sulit, Simian. Kamu lihat sekucel apa kertasnya? Mungkin sudah dua tahun quest ini tidak ada yang berani mengambil."

Di kertas itu tercantum jelas bahwa quest hanya boleh dikerjakan oleh party yang minimal beranggotakan enam orang rank-B. Namun di party Mascara hanya Simian saja yang memenuhi persyaratan rank itu. Belum lagi jumlah anggota party yang hanya empat orang. Simian sudah rank-B++ karena pria itu sering ber-solo karir membantai omegra. Sedangkan Mascara masih rank-C++ karena keseringan mengerjakan quest dari pedagang yang poinnya kecil tapi upahnya banyak.

Gadis itu tidak tertarik untuk cepat-cepat naik rank karena baginya sama saja kalau tidak ada duitnya.

Bagaimana dengan Conna?

Gadis itu memang jarang ikut berpertualang. Tapi dia sudah rank-C+++ alias tinggal menambah satu '+' saja untuk menjadi petualang rank-B. Conna mudah sekali mendapat poin karena meski si kecil itu belum punya julukan, tapi kemampuannya jauh di atas rata-rata.

"Aku kan memang hebat."

"Berhenti membaca pikiranku!"

Mascara semakin sebal karena si kecil itu membusungkan dada sambil terkekeh seperti biasa.

"Dasar songong!"

"Berhenti bertengkar," tegur Simian sambil mengarahkan jari ke pintu gerbang taman." Tuh, adik bayi kita sudah datang. Ayo kita berangkat."

avataravatar
Next chapter