99 Penganggu

04 Oktober 1274 AG - 3:00 Pm

Southforest Dungeon - Kubah Ular

—————

Di kubah itu, sesosok pria tua sedang bermesraan dengan pacar barunya. Fiduci mau dipeluk setelah dicium si ular besar.

"Sialan!!!"

Gigitan itu pasti disambut belitan. Fiduci berpikir cepat untuk mengurangi resiko fatal jika otot kuat ular itu meremasnya, beberapa detik setelah melilit. Begitu melihat anak panah yang menancap di sela-sela sisik, dia patahkan batang anak panah itu untuk menipu pendengaran ular sebagai suara tulang yang patah.

"Usaha yang bagus, Pak Tua Idiot!" Seseorang berteriak tanpa menunjukan wujudnya. "Tapi sayangnya ular itu tuli, huahahahahaha!"

"Sialaannnn!!!" umpat Fiduci karena nasihat menyebalkan itu ternyata terbukti. "Tunjukan wujudmu, Bocah kurang ajar!"

Dia tidak tahu siapa yang baru-baru ini mengganggunya. Tapi dia yakin suara cempreng itu berasal dari mulut si gadis imut yang memaksanya harus menghadapi si ular besar.

Fiduci melemaskan badannya agar belitan ular itu tidak mematahkan serangkaian tulang. Dia coba menusuk badan ular itu meski claymore-nya terlalu panjang untuk bebas dia ayunkan. Merasa serangan itu tidak berguna, rank-S tua itu berusaha tenang menunggu kesempatan. Dia menusukkan pedang panjangnya tepat di langit-langit rahang lawan begitu melihat mulut ular terbuka. Langkah cepat itu pun membebaskannya untuk bisa kembali memasang kuda-kuda.

"Cih, ular ini merepotkan saja!"

Inilah alasan Fiduci membenci omegra spesies ular. Sisik keras dan badannya yang lentur seperti jaring yang meredam daya tebas. Sisiknya yang licin juga membuat pedangnya bergelincir bebas hingga dia kesulitan mengontrol ayunan.

Di tengah ular itu meronta, Fiduci mensimulasikan semua serangan di pikirannya. Dia evaluasi setiap kegagalan demi menghindari gerakan ceroboh.

Sudah dia coba menusuk mata. Tapi tusukan itu justru mengunci ruang gerak dan memberi kesempatan ular itu membelitnya. Dia juga sudah coba menebasnya berkali-kali meski hasilnya tetap sama.

Namun, walaupun ular itu memberinya kesulitan, Fiduci tetap mengurangi tenaga demi menguji kualitas pedang baru yang dia miliki. Dia siaga saat ular itu kembali menyerang.

Kakinya spontan melompat tepat ketika ular itu mematuk. Tapi perbedaan kecepatan menyebabkan kaki kanannya terlambat menghindar, sehingga tertabrak sisi kepala ular. Nyeri pun melanda hingga dia menggigit bibirnya mengalihkan rasa sakit. Di persekian detik lawan masih belum menarik kepala, dia mengayunkan sabetan cepat ke bagian bawah leher ular yang berwarna perak. Ular itu pun menggelepar dengan darah hitam mengucur deras.

Sayangnya ...

"Torchsankta!"

"Keparat!!!" Fiduci meradang karena kesekian kalinya ular itu si imut sembuhkan.

Di saat kritis itu Fiduci mencoba lagi mengincar mata si ular. Dia benturkan ujung pedang ke lantai agar ular itu menoleh padanya. Namun, perhatian mesra itu justru mengundang ciuman si teman kencan.

Seperti yang sudah terjadi, gigitan cepat itu pasti sulit dia hindari. Dia menggunakan ujung pedangnya yang sudah menempel di lantai untuk memberi dorongan lebih. Dia menggigit lagi bibirnya sendiri ketika gigitan ular itu menyenggol kaki kanan. Setelah melipat lehernya lagi, Ular yang baru sembuh itu langsung mematuk dengan kecepatan yang tidak masuk akal.

CRACKKK!!!!!!

Tangan kanan memegang gagang pedang. Tangan kirinya menyangga permukaan pedang itu untuk memberi efek perisai saat ular itu mematuk. Meski sudah menggunakan skill kolero untuk melipat-gandakan tenaga, tapi sendi pundak dan sikunya masih nyeri karena hantaman dari mulut menganga tadi. Dia mengumpulkan semua informasi di saat dia menangkis.

Fiduci terbiasa menggali banyak informasi sebagai rank-S berpengalaman. Setelah bertarung berjam-jam melawan ular itu, dia berhasil menemukan beberapa pola serangannya.

Pertama, ular itu selalu memiringkan kepala untuk meraih badannya. Kedua, dia tidak bisa balas menusuk atau menebas karena omegra itu terlalu cepat menarik lehernya. Dan yang ketiga, ular itu tidak sepenuhnya tuli.

Fiduci menginjak lantai ketika ular itu menurunkan bawah leher di jarak aman. Seperti dugaannya, ular itu kaget dan mengangkat kepala. Rank-S tua itu jadi yakin bahwa ular itu merasakan getaran melalui bagian bawah badan sebagai pengganti pendengaran.

Terbesit rencana untuk mengalahkan ular itu sekali tebasan. Dia menenangkan diri sambil tetap menatap tajam mata si lawan.

"Botakmu berkilau, Pak Tua!'

CRACKKK!!!!!!

Ledekan itu berhasil merusak konsentrasinya. Sendinya semakin nyeri ketika gigitan itu dia tangkis dengan cara yang salah. Merasa tak punya kesempatan, Fiduci berusaha menjauhi ular itu untuk satu skill yang seharusnya dia gunakan di saat genting.

"Superkolero..."

Gumaman itu secara perlahan kembali naikan suhu tubuh Fiduci. Dia merasakan sensasi pembuluh darahnya seakan dialiri air panas dan otot-ototnya pun seolah mengeras. Dia juga merasakan sensasi badan ringan oleh tenaga yang berlipat ganda.

Menyadari kenaikan suhu badan itu semakin menarik minat sang ular besar, secepat mungkin dia menjaga jarak. Fiduci menyiapkan satu serangan fatal dari kejauhan. Setelah mendapat sela, hanya satu tebasan saja untuk membuat ular itu hampir tewas.

"Rasakan! Hahahaha!"

"Torchsankta!"

"Keparaaattt!!! WorraaaAA!!!"

Seperti yang sudah terjadi, mantra itu dilanjutkan tembakan cahaya yang menyelimuti tubuh ular. Dalam sekejap luka-luka ular itu langsung pulih seperti sedia kala.

Kelakuan itu mengusik sesal Fiduci. Dia menyesal kenapa tidak mengeluarkan Superkolero-nya sejak awal.

"Jangan ganggu pertarunganku!"

avataravatar
Next chapter