89 Kode Etik

03 Oktober 1274 AG - 09:30 Pm

Southforest Dungeon - Stage 2

—————

"Tidak perlu menggunakan sopan santun, Marcelli." Fiduci nimbrung dengan wajah Sinis. Dia menatap Preponte dengan perangai merendahkan. "Ada apa? Minta bantuan orang dewasa menghadapi anak-anak?"

Preponte terlihat berusaha tidak terganggu. Dia berkata, "Saya siap bayar berapapun, Tuan Fiduci!"

"50 platinum untuk setiap orang yang tertangkap."

Kontan, Marcelli terperanjat.

"Kamu sudah gila, Pak tua!?"

Bisa-bisanya Pak tua itu meminta uang yang setara dua bulan penghasilan earl di di Tigris, hanya untuk menangkap satu petualang rendahan? Pak tua itu sudah gila. Marcelli hanya mampu menggelengkan kepala merespon kerakusan temannya. Dia tidak yakin Preponte mau bayar uang sebesar itu. Tapi dia juga tahu si licik Fiduci tidak mungkin melepaskan seekor mangsa mudah.

"Tidak setuju? Baiklah, hadapi mereka sendiri."

"Ba—baiklah, 50 platinum per orang." balas Preponte terbata-bata, menulis lagi di lembar cek.

Mata Fiduci semakin hijau melihat angka yang tercantum.

"Waktunya kerja, Marcelli! Hahahahaha!" gelak Fiduci menepuk pundak Marcelli. Setelah sekali lagi menerima kertas yang bisa dia cairkan kapan saja di balai keuangan, dia melirik Preponte sinis. "Aku ada urusan orang dewasa!"

Preponte langsung pergi dengan wajah menunduk.

Marcelli bersimpati kepada rank-A itu yang baru saja diperas kakek-kakek. Karena uang itu nilainya tidak sedikit, dia menatap tajam orang tua itu dan menegurnya lagi.

"Kamu yakin kita merebut susu dari bayi? Ingat peraturan rank-S."

"Kita hanya menangkap mereka Marcelli. Kamu pikir aku mau memoryspinel-ku jadi hitam?" jawab Fiduci dengan santainya. "Kapan lagi kita bebas memeras orang? Hahaha!"

"Memoryspinelmu sudah kritis, jangan main-main."

"Baru tadi kamu bilang aku cerewet. Sekarang kamu yang ngomel seperti perempuan, hahahaha!"

"Terserah apa maumu sudah," sahut Marcelli dingin.

Semua petualang tidak boleh sesukanya main kekerasan. Terutama bagi petualang rank-S. Ada aturan ketat yang membatasinya, ID yang petualang pegang pun akan mencatat apa saja yang mereka bunuh selain omegra. Memoryspinel akan berwarna kuning jika pernah melukai orang yang bukan petarung, akan berwarna merah jika pernah membunuh orang, dan berwarna hitam jika terlalu banyak membunuh.

Melihat memoryspinel Fiduci sudah berwarna merah kehitaman, Marcelli pun tidak tahan.

"Entah berapa denda poin dan upah yang harus kamu cicil. Pantas saja kamu menjalankan quest tidak resmi seperti sekarang."

"Kamu cerdas, Marcelli, hahahaha!"

Marcelli menepuk jidatnya sendiri. Dia menyerah melawan pak tua itu yang sudah hilang urat malunya.

"Baiklah, Pak tua. Kamu yang lebih kejam negosiasi. 10% bagianku milikmu."

"Itulah kenapa aku lebih cocok denganmu, Marcelli! Hahahaha!"

Marcelli tersenyum simpul melihat Fiduci tertawa sambil menepuk pundaknya. Dia masih tidak habis pikir dengan rekannya yang semakin jauh dari etika seorang rank-S. Dia membalas tepukan pundak orang tua itu dan menberinya nasihat.

"Lebih baik perbaiki status ID-mu. Tidak mudah menjadi rank-S."

"Aku 15 tahun jadi rank-S, Marcelli. Seharusnya kamu yang belajar dariku, hahahaha!"

"Aku tidak percaya lagi-lagi terlibat urusanmu."

Sesuai peraturan Asosiasi Petualang Internasional, para petualang rank-S memiliki beragam aturan lebih ketat dibanding rank di bawahnya. Mereka bukan lagi menerima quest di lantai atas seperti rank-A, apalagi berebut quest di papan lantai bawah seperti rank lain yang lebih rendah.

Mereka punya quest sendiri yang lebih sulit. Marcelli mengingatkan quest wajib itu kepada temannya.

"Lorong ini menuju lembah terlarang kan?"

Fiduci meresponnya ketus.

"Kamu pikir aku mau jalani quest membosankan itu, Marcelli? Banyak cara cari uang! Kenapa juga kita harus turuti peraturan bodoh asosiasi?"

"Bicara denganmu benar-benar membuatku sakit kepala, Pak Tua."

"Hahahahhaaha!"

Sebagaimana peraturan asosiasi, tugas utama para rank-S adalah menjaga agar omegra di lembah terlarang tidak menyerang pemukiman. Omegra itu adalah tipe titan dan predator yang tak mungkin petualang biasa bisa melawannya. Sesuai konstitusi, militer kerajaan pun tidak punya kewajiban mengurusi itu. Karena itulah sejak menjadi rank-S, Marcelli punya status sosial berbeda karena jasa-jasanya. Tapi sejak kematian seorang rekan party-nya, dia terpaksa ikut Fiduci.

"Kamu masih mempertanyakan kematian wanita aero itu, Marcelli?"

"Aku sudah melupakannya," jawab Marcelli, berusaha santai.

Dia terus berjalan di lorong setapak stage ketiga yang mirip interior gua. Tidak ada satupun ancaman yang terlihat, tercium ataupun terdengar. Setelah hampir tiba di lubang pintu gua, hidungnya mengendus sesuatu sehingga dia menghentikan langkah.

"Ada apa?"

Marcelli tidak menjawab. Dia masih mengendus bau aneh yang seakan melemparnya ke dunia manis berwarna pink. Matanya melirik bagian tembok di mana bau aneh itu berasal. Semakin fokus dia mengamatinya, makin terlihat adanya distorsi udara yang meyakinkannya bahwa ada seseorang di sana.

"Hei, ada apa?"

"Tidak ada apa-apa, aku hanya mencium bau omegra." Marcelli menjawab sekenanya.

Diam-diam dia memberi kode tangan kepada sosok yang bersembunyi itu sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah masuki pintu kubah, sekali lagi dia mencium bau mencurigakan. Kali ini dia tidak bisa berbohong lagi karena mengenal siapa Fiduci.

"Penciumanku memang tidak setajam Aero, tapi ..." ucapnya ketika mengendus sekitar pintu gua selebar dua meter itu. Dia mengayunkan obornya dan melihat ke atas. "kamu lihat jamur itu, Pak tua? Itu jamur halusinasi. Kamu tidak merasa aneh?"

avataravatar
Next chapter