100 Kejutan!

"Jangan ganggu pertarunganku!"

"Aku cuma memastikan kencanmu sukses, Pak tua botak! Huahahahaha!"

'Ck! Gadis sialan itu memaksaku memakai skill tak berguna!'

Fiduci berlari menjauhi ular untuk mengeluarkan skill lain. Setelah merasa aman, mulutnya mulai bergumam.

"Viduparma ..."

Di matanya, secara perlahan seluruh kubah itu menjadi gelap. Dia melihat warna biru tua menghiasi pengelihatannya diiringi siluet tubuh beberapa orang berwarna kuning jingga di kejauhan.

Skill yang boros 'mana' itu adalan skill untuk melihat panas tubuh. Fiduci terpaksa mengeluarkannya demi mencari si gadis nakal. Tapi yang dia saksikan justru pemandangan menyebalkan.

"Keparat!!!" Fiduci kalap ketika matanya melihat siluet itu menari-nari meledeknya. Bahkan satu orang yang terlihat seperti pria pemilik claymore, terlihat sedang asik menggoyang-goyangkan pantat ke arahnya.

'Para keparat itu sengaja mempermainkanku!'

Dia tahu provokasi itu sengaja mereka lakukan agar dia hilang konstrasi melawan ular yang sudah memberinya kesulitan. Fiduci kembali menoleh ke ular itu yang sedang merayap cepat.

CRACKKK!!!!!!

Dia tangkis ular itu dengan cara yang sama. Meski ular itu melahirkan teror ke banyak orang, tapi tidak untuk petualang rank-S++ sepertinya.

Ular itu pasti sudah lama mati jika dia tidak menjadikannya sarana uji coba pedang barunya. Dia menyesal karena sedari tadi menggunakan kolero biasa, sehingga berakhir fatal setelah gadis sialan datang dan berkali-kali mengeluarkan skill penyembuhan.

Bepikir cepat, Fiduci putuskan rencana lain. Dia lirik keributan di pintu masuk. Rank-S tua itu berlari menuju pintu dan memancing ular itu untuk mengejar.

"Hadapi ular ini! Aku mau kejar gadis itu!"

Beberapa prajurit tersisa langsung menuruti perintahnya.

Hanya beberapa orang saja yang tewas di peleton marcenary itu. Sedangkan mereka sudah berhasil menghabisi ratusan tikus-tikus omegra beserta kecoa yang menyerang mereka. Tanpa ragu pasukan khusus itu mengubah formasi untuk menghadapi ular yang dibawa Fiduci.

Merasa strateginya berhasil, Fiduci menoleh lagi ke arah orang-orang yang meledeknya tadi. Orang-orang itu sudah berlari menjauh seperti dugaannya. Penuh amarah dia berlari menjauhi pergumulan di pintu masuk untuk mengejar orang itu ke arah berlawanan. Karena mereka sudah mulai tidak kelihatan, terpaksa dia menggunakan skill lain yang lebih boros mana.

"Superviduparma..."

Pengelihatannya semakin gelap. Matanya pun semakin sensitif memindai panas tubuh.

"Kamu pikir bisa lari dariku, Keparat!?"

Senyumnya mengembang saat melihat sepercik cahaya kuning di kejauhan. Dia tahu orang itu pasti berlari melewati lorong menuju lembah terlarang. Tapi tidak sampai 200 meter dia mengejar, tiba-tiba dia merasakan sesuatu melukai punggungnya.

"Kalian licik!" Fiduci semakin kesal.

Andai saja dia tidak mengaktifkan salah satu skill terodope untuk berjaga-jaga, anak panah itu pasti sudah menancap dalam di punggungnya. Meski skill terodope yang dia gunakan itu skill kacangan, tetap saja serangan panah itu hanya berbuah goresan.

Fiduci langsung menoleh ke belakang untuk mencari tahu siapa pelakunya. Tapi mau bagaimanapun dia mencarinya, yang dia lihat tetaplah warna biru gelap.

Dia heran, bagaimana mereka bisa mengelabuhi pengelihatannya?

"Arrgghh!!! Sialan!" Fiduci lagi-lagi mengumpat ketika merasakan anak panah lain mengenainya dari arah berlawanan.

Ternyata ada dua orang pemanah licik yang menyerangnya dari dua arah. Tapi tetap saja dia tidak menangkap sepercik panas tubuhpun. Merasa kesal dipermainkan, dia mengaktifkan skill terodope lebih kuat yang membuat kulitnya kebal serangan apapun.

"Ayooo, serang aku lagi! Habiskan anak panahmu! Hahahaha!" Fiduci berkacak pinggang menantang. Dia berlari sambil mengamati dinding lorong dungeon masih dengan skill pengelihatan panas tubuh.

Sebagai seorang Pyro dan Tero sekaligus, Fiduci punya daya serang, kelincahan sekaligus pertahanan kuat. Dia merasakan punggungnya hanya geli saja saat panah-panah itu mengenainya.

Dia biarkan seseorang memanah dari belakang tanpa menengok. Dia masih tertawa sambil mengamati kanan kirinya, untuk mencari orang yang meledeknya tadi. Tapi tawanya terhenti ketika hidungnya mengendus sesuatu.

Bau menyengat itu familiar. Dia langsung meraba punggunggnya dan menyentuh benda lembek.

"Keparaaat! WoraaaAA!!" Fiduci berteriak ketika sadari punggungnya ternyata dipenuhi kotoran tikus.

Kotoran itu sangat menjijikan. Fiduci bahkan menemukan ada satu kotoran yang bertabur jagung saat dia meraba teksturnya. Ketika dia mencium lebih rinci baunya, dia yakin bahwa kotoran itu adalah kotoran manusia entah milik siapa.

"Kurang ajarrrr!!!"

Marah, Fiduci mengeluarkan lebih banyak mana untuk skill pyrodope dan terodope sekaligus. Dia cari dua archer misterius yang ternyata tidak melempar panah melainkan kotoran bau. Meski sayangnya, dua archer itu sama sekali tidak terpindai kemampuannya menangkap suhu tubuh.

Kemarahannya meledak-ledak ketika melihat siluet seseorang yang tadi dia kejar, sedang menggoyang-goyangkan pantat lagi di kejauhan.

"Jangan meledekku, Bocah!!!"

Fiduci berlari mengejar sosok Simian yang kira-kira berada 100 jauhnya. Seperti kesetanan dia menggunakan superkolero terbaiknya untuk melipat gandakan tenaga dan kecepatan kaki. Hanya butuh beberapa detik saja baginya untuk menyusul bocah itu. Tapi setelah melewati pintu keluar yang seperti gua, bocah kurang ajar itu ternyata sudah lenyap.

Kebingungan, Fiduci celingukan. Di depan pintu itu dia memaksimalkan kemampuan pengelihatannya dan memindai sekeliling. Tapi bukan orang yang dia temukan, melainkan sesuatu yang seseorang lempar.

Tanpa pikir panjang dan tanpa berkedip, Fiduci siap mengayunkan pedang untuk membelahnya. Dia langsung berfirasat buruk ketika mendengar teriakan dari dua anak-anak nakal.

"Kejutan, Pak Tua!!!"

BLOOBBBBBB!!!

"Arrgghhh!!! Mataku!!!"

avataravatar
Next chapter