56 Intrik

30 September 1274 AG - 8:30 Am

Kota Tigris - Mansion Moltavide del Stauven

—————

Di bagian berbeda Manor Stauven

Di antara hiruk pikuk denting pedang latihan, seorang wanita menuntun bayinya yang baru bisa berjalan. Penuh kasih sayang dia manjakan si bayi yang punya warna rambut dan pupil yang sama seperti dirinya. Itulah ciri khas Keluarga Stauven. Keturunan keluarga itu mudah dikenali dari warna rambut pirang emasnya, serta pupil hijau emerald yang mereka miliki.

"Sini Escorfan kecil, ayah sudah datang!"

Tidak jauh dari mereka, seorang pria berambut hitam merentangkan tangan pada ibu dan anak itu. Pria itu menyambut sang bayi dan menggendongnya juga mencium kening wanita yang jadi istrinya.

Sungguh keluarga kecil yang bahagia. Tapi kebahagiaan itu tak selaras dengan wajah muram yang berusaha mereka sembunyikan.

"Bagaimana, Sayang?" Sang istri bertanya di balik wajah cemasnya.

"Tuan Earl sudah mengambil keputusan. Aku tak sanggup membantahnya."

Sang istri terdiam. Dia paksakan senyumnya saat bayinya merentangkan tangan ceria. Begitupun senyum kepada suami yang menggendong bayi itu. Dia pandang wajah suaminya. Nampak sekali pria berambut hitam itu berusaha menelan dilemanya sendirian. Sang istri pun membelai wajah suaminya dan bertanya, "Keputusan mana yang kamu pilih?"

"Aku memilihmu dan si kecil. Aku tak sanggup menahan ayahmu lagi."

"Dia bukan ayahku ...."

"Tapi kamu tetap wanita Stauven. Aku terima resiko pernikahan kita."

Sang istri mulai bisa tersenyum tulus. Begitupun suaminya yang menatapnya lembut penuh cinta. Tapi senyum mereka terjeda saat mendengar suara benda pecah dari dalam mansion.

PRANKKK!!!

BRAKKK!!!

"Aku bunuh kalian semua! Aku bunuh!"

Suara seseorang di mansion itu membuat sang pria berambut hitam memeluk istri dan anaknya yang ketakutan.

"Bawa Escorfan pergi. Biar aku yang tangani ini," ujar pria berambut hitam.

Sang istri mengangguk. Dia gendong anaknya dan kembali ke rumah kecil untuk para pelayan. Setelah memastikan anak dan istrinya aman, pria itu memasuki mansion untuk menenangkan seseorang yang dirundung kemarahan.

Pintu pun terbuka. Di ruang berantakan itu berdiri seorang pria pirang emas yang masih menginjak serpihan guci pecah.

"Tuan ..." tegur pria berambut hitam itu meragu.

"Aku bunuh kalian, Stauven palsu!"

"Tuan Preponte, tolong kendalikan diri anda."

Preponte memegangi kepalanya sendiri. Matanya melotot melihat pecahan guci dan serpihan ornamen lain.

"Aku tak akan memaafkan mereka, Ottuso! Tak akan pernah!" kata Preponte, menyebut nama pria berambut hitam.

Ottuso terdiam. Dia menghela napasnya tanpa berani bicara pada Preponte yang dia panggil Tuan.

Apa yang terjadi dengan Preponte?

Sejak dihina habis-habisan oleh dua anak marquis kemarin, Preponte mengamuk seperti orang gila. Dia memukuli para prajurit pribadinya, juga merusak barang-barang di mansion milik ayahnya. Bahkan sampai detik ini Preponte masih hilang kendali.

Ottuso sangat mengenal pria itu lebih dari siapapun. Preponte adalah adik laki-laki dari seorang perempuan Stauven yang dia nikahi. Ottuso sangat tahu bahwa adik iparnya itu adalah anak manja yang gemar memanfaatkan jabatan ayahnya.

Ayah Preponte adalah salah satu dari lima orang Earl di Kota Tigris yang bernama Moltavide del Stauven. Earl itu adalah pemimpin resimen pertama yang sekaligus kandidat pengganti marquis. Dari kondisi itu, sudah ketahuan apa yang terjadi di antara Earl Moltavide dengan Marquis Grall del Stauven, bukan?

Di medan perang Earl Moltavide adalah orang kepercayaan Grall. Sebagai seorang Stauven, Earl itu tidak pernah mengkhianati aturan baku keluarga di medan perang. Moltavide adalah pria paling cakap sebagai bawahan. Namun semua berbeda ketika senjata mereka diletakkan di mansion masing-masing.

Intrik politik tak pernah berhenti. Keduanya sama-sama tahu bahwa hubungan mereka berlawanan di luar medan perang. Mereka juga sama-sama tahu bahwa segala rencana pembunuhan akan terus berjalan. Benturan itu semakin buruk ketika salah satu anak sang marquis memiliki jabatan tinggi di militer Tigris.

Earl Moltavide selalu mencari alasan untuk bisa menghabisi Simian. Karena kejadian kemarin, dengan terpaksa Ottuso menyampaikan sesuatu yang sebenarnya dia sendiri tidak setuju.

"Tuan Preponte, saya baru mendapat kabar dari Tuan Earl ...."

Preponte menoleh. Dengan mata merah dia mencengkram kerah leher Ottuso.

"Apa yang ayahku katakan!?"

Ottuso mengambil napas panjang. Dia menatap teduh Preponte dan berkata, "Tuan Earl sudah siapkan empat peleton pasukan pribadi dan ...."

"Apalagi? Katakan!!!"

"Beliau juga menyewa dua jasa petualang rank-S, bahkan mendapat bantuan 11 prajurit elit dari Kerajaan Jabulqa, Tuan. Beliau juga mendapat bantuan dari sebuah organisasi."

Preponte melepaskan cengkeramannya. Dia berjalan mundur dan mulai tertawa seperti orang gila.

"Akhirnya ... setelah bertahun-tahun!"

"Tapi kita harus hati-hati, Tuan. Walau bagaimanapun, ayah mereka seorang marquis."

"Apa peduliku? Ayahku juga mau mereka mampus! Hahahaha!" gelak Preponte dengan mata merahnya melotot ke langit-langit. "Akhirnya! Habis kalian riwayat kalian, Stauven palsu!!!"

Ottuso buang muka perlahan. Dia berusaha menyembunyikan ekspresi keberatannya. Rasa serba salah melandanya, karena dua pilihan berbeda yang sulit dia putuskan.

Apakah dia harus menuruti keinginan Preponte dan berada di sisi orang-orang jahat?

Atau, dia harus menentangnya dengan resiko ....

"Ingat, Ottuso. Karena aku kamu bisa menikahi kakak perempuan ku! Kamu masih mau bertemu istri dan anakmu, 'kan? Cari informasi di dungeon mana quest para Stauven palsu itu. Kita habisi mereka di sana!"

Akhirnya ... Ottuso tak punya pilihan lain. Dia hanya bisa mengangguk dan berkarta ...

"Iya, Tuan."

Rencana pembunuhan pun dimulai di lingkaran Stauven. Tapi yang tidak Ottuso tqhu, ada rencana lain yang lebih mengerikan di panggung para elite. Di waktu yang sama, terjadi pembicaraan penting di sebuah kerajaan kecil yang merupakan pusat dari ajaran Celestesphaira. Kedamaian Kota Tigris pun terancam ketika New Age Order menyusun rencana di kerajaan yang bernama ...

Kerajaan Suci Avalona.

avataravatar
Next chapter