80 Formasi Cabul

02 Oktober 1274 AG - 04:30 Pm

Southforest Dungeon - Stage 1

—————

Mascara langsung menempati posisi begitu Simian memberi perintah. Meski pemuda itu terkesan bodoh dan malas-malasan, tapi sebagai mantan komandan militer, dia mampu berpikir bijak untuk mengambil keputusan cepat. Dia selalu bisa mempertanggung-jawabkan perintahnya di setiap keadaan.

Seperti formasi yang Simian perintahkan. Jika posisi party ada tengah perempatan lorong dungeon, maka sebagai ranger Mascara agak maju ke depan untuk mengatasi serangan di lorong yang akan party-nya lalui. Simian sebagai attacker mengatasi serangan dari lorong samping yang paling banyak omegra, Vodi sebagai tanker akan menahan sisanya dan melindungi dua gadis.

Peran Conna?

Dia adalah multi-support. Dia selalu berada di tengah-tengah untuk memberi buff, stun, lighting dan healing.

Sayangnya, meski Simian cerdas di pertarungan, ada sesuatu yang membuat Mascara kesal dari pria itu. Contohlah selera si idiot itu menamai sesuatu seperti nama formasi party yang mereka lakukan kali ini.

Dilihat dari manapun formasi itu adalah formasi melengkung. Tapi di mata Simian yang mesum, nama formasinya berubah jadi lain.

"Formasi 'dada besar' ini selalu efektif hadapi serangan tiga arah, bukan, empat arah, hahaha!"

"Bisakah kamu memberi nama yang normal?"

"Formasi dada bulat? Formasi dada Conna?"

"Kyaa! Kamu cabul, Simian!" Conna melemparinya batu.

"Pelecehan seksual! Jangan kurang ajar! Minta maaf sama Conna!"

"Aku tidak bisa mendengar kalian, hahaha!"

***

BLAR!

BLAARR!

GRUDUK GRUDUK GRUDUK!!!

"Apa semua laki-laki seberisik mereka? Lama-lama dungeon ini bisa runtuh."

Mascara menanggapi keluhan Conna dengan pijatan kening. Sebagai aero, telinganya sudah sakit mendengar cara bertarung Vodi dan Simian yang lebih mirip pekerja bangunan.

Serangan Simian terlalu brutal. Dia bertarung agak jauh dari party-nya karena pedangnya tidak memandang kawan ataupun lawan. Di ruangan sempit itu pun Simian mengayunkan claymore sesuka hatinya hingga banyak tembok yang hancur.

Sedangkan Vodi?

Dia lebih parah lagi.

Sebagai heavy armored knight yang tidak biasa, dia mengenakan zirah besi berlapis kuningan yang Simian modifikasi agar sesuai dengan gaya bertarungnya. Zirah itu terlalu berat sehingga Mascara merasakan lantai bergetar saat Vodi menabrak, memukul dan menginjak-injak omegra.

'Uangku ... hiks,' Mascara semakin tertekan karena omegra yang Vodi habisi bentuknya lebih hancur dari korban Simian.

Vodi memang baru selesai magang. Tapi kemampuannya jauh di atas rata-rata seorang rank-C pemula. Sebagai anak  yang terbiasa dipukuli orang, Serangan omegra itu seperti gigitan semut baginya.

Perisai tebalnya dibelah jadi dua. Perisai itu menempel di gauntlet baja kedua tangan dan terdapat tonjolan tajam untuk gaya bertarung Vodi yang mengandalkan pukulan. Simian juga memodifikasi helm zirah itu untuk menutupi wajah Vodi yang polos seperti bayi.

Karena helm keren yang dilengkapi tanduk banteng itu, postur si lugu pun jadi menyeramkan saat helm itu dia kenakan.

"Yang satu sibuk membuat daging cincang, yang satu lagi membuat dendeng. Laki-laki itu memang tidak bisa lembut."

Mascara memanah satu demi satu lawannya hingga lorong di depannya dipenuhi tumpukan bangkai. Begitu kehabisan anak panah, dia menengok punggung Vodi untuk memeriksa cadangan anak panahnya.

"Sial, cadangannya juga habis," ujar Mascara kebingungan. Dia menengok Simian dan berteriak, "Kita punya masalah, Pak Ketua!"

Simian langsung tahu masalahnya. Dia langsung memutuskan formasi terbaik yang bisa party-nya gunakan.

"Formasi pasang korset!"

"Cabul!"

***

Mascara mengambil pisau dan mendekati Conna. Di formasi itu Vodi berpindah di barisan depan untuk menghadapi omegra yang tidak terbunuh panahnya, sedangkan Simian berada di barisan belakang untuk menghadapi puluhan sisa omegra yang mengejar. Dengan formasi darurat itu, Mascara bisa mengambil satu-persatu anak panahnya sambil melindungi Conna dari omegra yang lolos hadangan Vodi. Karena berjalan pelan itulah formasi itu mirip cara memasang korset yang rumit.

BLAR!

BLAARRR!

BUGH! BUGH!

"Aku baru tahu orang memasang korset bisa seberisik ini." Conna mengeluh lagi.

"Berhenti mengomentari para idiot itu."

Setelah tidak tampak lagi omegra di stage pertama, mata Mascara berbinar-binar.

"Waktunya cari uang!"

Dia bersemangat ketika tidak mencium satupun bau omegra hidup. Dia menghunuskan pisaunya dan mengambil salah satu dari ratusan bangkai Aprodesylvax.

"Bangkai-bangkai itu tak akan lari, kita ambil pulangnya saja."

"Ini uang Simian! Ini uang! Bagaimana kalau ada yang mencuri uangku?"

"Petualang mana yang berani menerobos quest kita? Lagipula mereka juga tahu kamu sekejam apa urusan uang, Ayo jalan!"

Mascara terpaksa menurut. Matanya masih berkilau seperti koin gold Florina di balik hati yang dilanda kecewa. Dia berjalan mengikuti Simian sambil menoleh ke belakang.

'315 x (15+4+3+2) = 7560 copper, atau 7 gold, 5 silver besar dan 6 bronze! Uangg! Uaannggg!"

"Kembali bekerja, Nona berliur. Ekspresimu mengerikan!"

"Ehem ... eh iya... labirin ini cukup mudah mengingat party kita terlalu veteran menghasilkan uang ... ehem, maksudku di ujung depan itu ada pertigaan 'T' kan?" Mascara mengarahkan jarinya menunjuk tepat ke arah depan. "Kita tidak perlu belok ke kanan atau ke kiri, Simian. Jalan keluar aslinya tepat di tengah-tengah pertigaan itu. Itu jalan rahasia, wajar belum ada petualang yang lolos stage pertama."

Simian mengangguk kagum.

"Bagaimana kamu tahu?"

"Sudah aku bilang stage pertama dungeon ini berjenis labirin." Mascara memainkan jari telunjuk seperti sedang mengajari anak kecil. "Dan labirin ini tidak diisi jalur teka teki yang rumit atau jenis omegra berbahaya. Artinya, labirin semudah ini pasti ada rahasianya."

"Aku kira cuma Conna saja yang jago berteori."

"Kata siapa?" Sindiran Simian Mascara jawab dengan tindakan.

Tangannya memberi kode semua anggota untuk diam. Dia juga memberi kode Vodi agar zirah beratnya tidak bergemerincing. Gadis cantik berambut hitam itu meraba tembok buntu di tengah pertigaan, dan memejamkan mata untuk mendengar aliran udara tipis yang mengalir di pori-pori batu dinding itu. Setelah menyelesaikan kegiatannya, dia membuka matanya kembali.

"Dinding ini tebalnya 10 cm. Ada lorong lagi di baliknya, Simian. Lorong itu pasti stage ke duanya."

Tanpa basa-basi, Simian mengetuk-ngetuk zirah Vodi.

"Knock-knock! Kerjakan PR-mu, Gendut."

avataravatar
Next chapter