35 Distrik Merah

24 September 1274 AG - 08:40 Pm

Kota Tigris - Distrik Merah

—————

Malam menjelang. Masih tersisa kesibukan Kota Tigris meski jalanan hanya diterangi nyala obor dan cahaya rembulan. Para prajurit bergiliran jaga, para pedagang juga sudah mengemasi lapak-lapaknya. Tidak banyak lagi aktivitas selain hiburan malam dan gemericik suara minuman.

"Seminggu keuntunganku di Kota Tigris lebih banyak dari sebulan penghasilanku di Kota Fortuna." Seseorang berkata setelah meneguk segelas ale. Dari coif berwarna merah yang dia kenakan, menunjukan bahwa dia adalah seorang pedagang. "Aku tidak menyesal mengikuti saranmu."

Orang ber-coif biru yang menjadi lawan bicaranya hanya menanggapi ucapan itu dengan lirikan mata. Dia teguk ale di gelas kecil dan memberi gelagat masih memasang telinga.

"Tapi anehnya, dilihat dari manapun posisi Kota Tigris tidak strategis. Kota ini jauh dari jalur perdagangan darat maupun laut. Beda dengan Kota Fortuna yang ada tepi Teluk Parimea," kata orang orang ber-coif merah itu lagi.

"Lokasi tidak selalu menjamin kesuksesan." Orang ber-coif biru menjawab lugas. "Kuncinya ada di regulasi dan kebijakan. Hanya kota ini yang menganggap kaum pedagang ujung tombak perekonomian."

"Aku selalu iri dengan isi kepalamu."

Si coif merah melirik ke arah lain. Dia memberi senyum kepada wanita penghibur yang baru lewat. Namun tanpa sengaja, matanya menangkap beberapa sosok yang baru masuk.

"Kamu lihat orang-orang bertudung cokelat itu?" kata si coif merah menunjuk orang-orang bertudung yang terlihat sedang memesan minuman. "Kota ini surga bagi para pedagang, tapi neraka bagi kelompok mereka."

Orang-orang bertudung cokelat itu berkumpul di satu meja paling ujung. Penampilan mencurigakan itu kontan mengundang tatap mata seluruh penghuni kedai kepada mereka. Dari pembicaraan mereka, semua orang langsung bisa menebak mereka berasal dari mana.

"Kota ini bisa dihukum Lord! Kamu lihat? Makin lama makin banyak gadis-gadis berani berdandan!" kata salah satu dari mereka.

"Pstt... Pelankan suaramu! Dasar junior!"

Obrolan singkat itu membuat si coif merah kembali bergosip.

"Apa semua pemuka agama seperti mereka?"

"Urusan kelamin tidak mengenal status. Tapi hanya kota ini saja yang terang-terangan melegalkan pelacuran dan menatanya di satu tempat. Mungkin untuk memantau aktivitas kriminal, untuk pajak atau entahlah. Yang jelas, karena penataan itu lah banyak pemuka agama ketahuan belangnya." Orang ber-coif biru memajukan badannya dan semakin pelankan suara. "Kalau di kota lain, nasib para pelacur ada di tangan broker jalanan. Jadi tidak ada yang tahu kalau sebagian klien mereka sejenis orang-orang bertudung itu."

"Pffttt ... siang hari mereka mengutuk perempuan berdandan, malam hari mereka memuji perempuan bugil, hahahaha!" Orang ber-coif merah tak kuasa menahan tawa sehingga orang-orang bertudung itu langsung menyudahi diskusi mereka.

"Kota ini satu-satunya tempat di mana kita bebas bicara," ujar si coif biru ikut tersenyum geli. Dia menunjuk gerombolan bertudung yang sudah beranjak bersama beberapa kupu-kupu malam. "Kita tidak akan dihukum gantung hanya karena mengkritik mereka."

"Mereka bahkan tidak berani menoleh ke arah kita, Hahahaha."

Orang ber-coif biru hanya menanggapinya dengan lirikan. Dia cukup tenang untuk tidak bersikap heboh seperti kawan satu mejanya. Akan tetapi, ketenangan itu terusik ketika  matanya menangkap sesuatu yang mencurigakan. Dia melihat seseorang bertudung hitam ikut keluar tidak lama setelah gerombolan bertudung cokelat itu beranjak. Dari posisi mejanya, si coif biru yakin bahwa si tudung hitam itu menguping pembicaraan para agamawan barusan.

"Kau lihat orang bertudung hitam itu?  Sebentar lagi akan ada rumor baru di kedai ini. Mau bertaruh?"

"Perampokan," jawab si coif merah menaruh lima keping platinum di atas meja. "Apa tebakanmu?"

Si coif biru menaruh jumlah koin yang sama.

"Pembunuhan."

avataravatar
Next chapter