60 Dilema

30 September 1274 AG - 12:00 Pm

Katedral Agung Kerajaan Suci Avalona

—————

"Kamu mau negeri kita berperang? Katakan!" Ineguenta berdiri meradang.

"Hahahaha! Sudah cukup hiburannya, Tuan-tuan. Ada waktunya saya bosan mentertawakan orang-orang bodoh. Selesaikan urusan anda nanti." Cardinal muda kembali berdiri. Dia melirik Constable Arcadia dengan mata yang tak kalah sinisnya. "Kontrak dagang kerajaan anda dengan Maylon hanya dimiliki dua propinsi saja, Tuan Stauven. Anda hanya ongkang-ongkang kaki menikmati uang pajak dari Propinsi Tigris dan Jana tanpa keluar keringat. Jangan merasa itu prestasi anda."

Soroni langsung berubah ekspresi di balik tudung dan temaram lilin. Dia terdiam menundukkan kepala di kala Constable Eldorad berganti terkekeh mentertawakannya.

"Kita bahas yang lebih penting. Anda semua pasti tahu maksud saya."

Semua orang terdiam meski sudah tahu arah pembicaraan cardinal muda.

"Kita tidak punya sumber punya informasi apapun tentang teknologi militer Maylon selain menganalisa produk-produk berbasis teknologi mereka. Dan berita buruknya, kita juga tidak punya akses ke sana. Dari delapan petinggi militer di sini, ada yang punya informasi?"

Constable Eldorad yang merasa baru dibela langsung cari muka.

"Maylon punya teknologi untuk membuat emas palsu. Saya yakin alkimia mereka sangat maju—

"Bukan emas palsu, Tuan Salazar. Tapi logam kuningan yang dilapisi emas asli. Semua pedagang dan pembeli tahu itu imitasi." Soroni memotong cepat-cepat. Nampak sekali dia masih tidak terima ditertawakan constable dari negeri tetangganya.

"Tapi kenapa kerajaanmu masih menjualnya? Gara-gara emas palsu itu kerajaan kami bangkrut!" Ineguenta semakin meradang.

"Karena harganya murah, desainnya bagus, detailnya rapi, mau kelebihan apalagi?" jawab Constable Arcadia meremehkan. Dia menoleh ke cardinal muda dan bertanya, "Apa perlu kita menganalisa produk-produk yang tidak ada hubungannya dengan militer?"

Cardinal muda tersenyum.

"Teknologi selalu dinikmati lebih dulu oleh militer dan para pedagang ..." Dia memberi jeda untuk meminum wine-nya. "Mereka punya alkimia yang mampu menyihir kuningan jadi emas, Tuan Stauven. Dan peledak lempar dari Qalamist itu juga produk alkimia. Sudah tahu hubungannya?"  

Orang nomor satu militer Arcadia itu mengangguk.

"Tapi, bagaimana cara kita mendapatkan informasi, Tuan Cardinal? Kita tidak bisa menyentuh para pedagang itu."

"Kamu mau tahu?" Cardinal muda itu menghampiri Soroni del Stauven. Pertanyaannya dia balas tepukan pundak. "Kita lupakan informasi dari para pedagang. Ada sumber informasi lain yang lebih mudah disentuh. Anda ingat 150 tahun Kerajaan Suci Avalona ini berdiri di mana?" tanya cardinal muda itu menyeringai. "Avalona dulu hanya kota kecil di Kerajaan Arcadia. Kota itu saat ini berganti nama menjadi Kota Tigris, Tuan Constable. Ehem, hanya idiot yang tak tahu sejarah ini."

Semua peserta diam nenundukan kepala, terlebih Soroni. Tidak ada satupun orang bersuara sehingga suasana menjadi sepi.

"Anda tahu bekas tanah suci itu sekarang seperti apa? Kota itu sekarang jadi multikultural sejak Duke Barlux du Lumiere dan Marquis Grall del Stauven melakukan revolusi. Saya yakin para bangsawan di negeri anda semua pernah berkunjung ke sana."  Cardinal itu memberi dua tepukan pundak pada Constable Arcadia dan mempertegas kata-katanya. "Ingat baik-baik Tuan Soroni del Stauven. Walau bagaimanapun Grall del Stauven itu bawahanmu. Kalau sudah tahu begini, kamu masih memberi dia toleransi?"

Soroni del Stauven gelisah. Dia menoleh kesana kemari saat kepalanya menunduk.

"Ada kata-kata untuk ini, Tuan Soroni?"

"Tapi Tuan ..."

Bantahan itu membuat tangan cardinal muda menggebrak meja keras-keras sehingga beberapa gelas terjatuh.

"Kamu tidak becus mengendalikan anak buahmu! Kamu bahkan tidak tahu marquis itu berkunjung ke banyak kerajaan 15 tahun ini! Pernahkah kamu bertanya dia sedang apa!? Dia membongkar rencana kita, Keparat!!!"

Semua orang menoleh bersamaan ke arah Constable Soroni. Sebagian dari mereka meremas kain penutup meja karena terbawa amarah cardinal muda.

"Kamu lihat, Soroni? Apa yang terjadi jika rencana kita bocor? Apa yang terjadi jika kasus 17 tahun lalu juga terbongkar? Seluruh bisnis keluarga bangsawan yang ada di sini akan diboikot negeri-negeri jalur sutera!" bentak cardinal itu. Dia menusukan garpu ke daging dan mengangkatnya. "Kamu mau negeri penghasil rempah berhenti mengekspor lada mereka? Kamu mau perutmu yang buncit itu menikmati masakan hambar?"

"Saya mengerti," jawab Constable Arcadia semakin menunduk.

"Apa yang kamu mengerti? Memangnya kamu punya cara menghapus pengaruh Barlux dan Grall? Sudah terlambat!"

"Tapi ..."

"Aku tahu kamu pasti kesulitan mengintervensi Kota Tigris karena sekarang kota itu di bawah perlindungan banyak pihak. Kamu lihat apa yang terjadi karena kamu meremehkan tugas dariku 10 lalu? Kota Tigris jadi punya ikatan kuat dengan Asosiasi Pedagang, Petualang, Cendekiawan dan Duta-duta dari banyak kerajaan sekitar. Bahkan Raja Arcadia tak berani menyentuh kota itu, apalagi kau!"

Soroni tidak mampu berkata-kata lagi. Dia semakin menunduk saat semua orang menatapnya dengan atmosfir menyalahkan.

"Sayang sekali satu-satunya cara hanya menggerakkan penganut Celeste di sekitar Tigris—

"Tuan Cardinal!!!" Soroni membantah dengan wajah pucat.

Cardinal muda memicingkan matanya. Dia menatap constable itu tajam-tajam dari kursinya.

"Kau takut terjadi perang saudara? Sejak kapan kamu memikirkan nasib Kerajaan Arcadia di atas kantong koinmu, Soroni?" Cardinal itu semakin mengintimidasi. "Sekarang ingat ini baik-baik. Hanya orang bodoh yang tidak curiga bahwa bekas kota suci itu terpengaruh Maylon. Kau pikir gereja hanya diam penganut kami di sana tinggal segelintir?"

Constable Soroni semakin menunduk. Dia hanya bisa menelan ludah.

"Aku paham Kerajaan Arcadia tidak berani menyentuh Tigris karena propinsi itu tulang punggung perekonomian kerajaanmu. Tapi aku pertegas lagi. Satu kalimat dari mulutku lebih dari cukup untuk menghancurkan kerajaanmu, Contable Soroni del Stauven."

"Bab—baiklah ... apa yang harus saya lakukan?" Soroni menjawab pasrah. "Apa tugas saya?"

Cardinal muda menghampirinya lagi. Dia membisikan sesuatu ke telinga constable itu.

"Pilih salah satu. Perang saudara di Propinsi Tigris, atau perang saudara di seluruh kerajaanmu. Jawab sekarang, atau saya sendiri yang akan memutuskan."

avataravatar
Next chapter