26 Daftar Wanita Berbahaya

22 September 1274 AG - 02:00 Pm

Balai Kota Tigris.

—————

Semua kerajaan di Benua Meropis menerapkan trias politica⁴ atau pembagian kekuasaan ke tiga fraksi yang terdiri dari fraksi sipil, agama dan militer. Baik gelar baron seperti Apesta maupun gelar count seperti teman bicaranya, keduanya adalah bangsawan dari fraksi sipil.

Bangsawan sipil berperan sebagai aparatur administrasi kerajaan. Mereka mengepalai setiap tingkatan wilayah mengikuti gelar yang mereka miliki. Seorang baron seperti Apesta selalu menguasai sebuah desa kecil. Di atasnya ada viscount yang menguasai desa besar, setelah itu count yang menguasai kota kecil, dan yang terakhir adalah duke yang menguasai propinsi dan ibukotanya.

Oh iya, Sebuah Propinsi selalu memiliki nama yang sama dengan Ibu Kotanya. Propinsi dan Kota Tigris misalnya.

Meski berbeda kerajaan dengan Amicapoli, Apesta segan karena sudah bersikap tidak sopan. Dia langsung berbasa-basi demi menyembunyikan rasa malunya sendiri.

"Tuan Amicapoli percaya benda bernama pupuk? Bukannya kita harus memberi persembahan ke Lord untuk kesuburan tanah?"

"Memang pupuk lah jawabannya, Tuan Apesta."

"Ah, masa?" balas Apesta pura-pura heran. "Apa benda bernama 'pupuk' itu hasil himbauan gereja?"

"Bukan Tuan, 'pupuk' itu himbauan Duke Barlux du Lumiere sebagai Gubernur Tigris."

Apesta jadi heran betulan karena basa-basinya dibalas jawaban yang menurutnya tidak masuk akal.

"Apa pengetahuan itu Duke Barlux dapat dari para cendekiawan?"

"Bukan Tuan, semua gagasan itu dari Duke Barlux sendiri."

Count rendah hati itu lagi-lagi memberi jawaban yang berbalas ekspresi tidak percaya Apesta. Namun baron itu tidak mau membantahnya karena malu kalau nanti dia dianggap sok tahu. Dia diam saja dan menjadi pendengar yang baik.

"Saya juga heran dari mana Tuan Duke punya ide itu. Tapi ide-ide itu terlalu revolusioner sehingga bahkan cendekiawan Kerajaan Atlantia juga ikut belajar dari beliau. Contohlah pengetahuan tentang kebersihan. Duke Barlux menyatakan bahwa penyakit berasal dari pola hidup kurang bersih. Tuan Baron pasti belum dengar, bukan?"

"Bukannya penyakit itu berasal dari kutukan, posisi bintang yang salah atau kemarahan Lord?" Apesta menjawab sesuai keyakinannya dari gereja. "Tapi benar kata anda! Saya buktikan sendiri ilmu pengobatan di sini maju! Saya tidak meragukan lagi, Tuan Amicapoli!"

Sekali lagi, Amicapoli menjawabnya dengan senyum rendah hati. Count itu menepuk pundak Apesta dan mrngarahkan jarinya ke bangku pengajar.

"Guru kita sudah datang, Tuan Baron."

Baron Apesta menoleh ke depan. Diskusi dengan teman barunya ternyata membuatnya tidak sadar ada sesosok bidadari cantik yang sudah duduk anggun di bangku pengajar.

'Oh, Lord! Kenapa Kota Tigris dipenuhi gadis-gadis cantik?' Apesta tertegun. Dia juga melihat bangsawan lain mulutnya menganga seperti galon ale.

Perempuan cantik itu nampaknya di awal usia 20-an. Wanita berambut coklat itu memberi Apesta senyum mempesona di kala matanya beradu pandang. Apesta membatu. Di detik yang indah itu, dia rela menjadi pupuk gendirobe demi si cantik itu.

'Siapakah perempuan ini?' Apesta langsung pasang telinga karena bidadari itu bergelagat akan mengenalkan dirinya.

"Mohon maaf Nyonya Connassance belum bisa hadir." ujar Perempuan itu ramah. "Nama saya Bianca du Lumiere, hari ini saya yang menggantikan Nyonya Connassance mengajar. Mohon anda berkenan."

Telinga Apesta mengepak seperti sayap burung mendengar suara indah wanita itu. Dia sama sekali tidak keberatan meski selamanya pengajar yang bernama Connassance itu Bianca gantikan. 'Siapa juga yang mau diajari guru besar Akademi yang pasti sudah berumur? Connassance itu pasti nenek-nenek menopause!'

Apesta juga tahu nama besar Connassance du Lumiere. Perempuan itu adalah cendekiawan paling jenius yang namanya terdengar di kerajaan manapun. Tapi persetan dengan dunia pendidikan. Apesta terlalu terpesona sehingga berniat menggoda Bianca. Tapi colekan rekan sebelah mengurungkan niatnya yang sudah bulat.

"Memangnya wanita cantik itu siapa, Tuan Count?"

"Nyonya Bianca itu istri Duke Barlux du Lumiere." jawab Count Amicapoli, dengan ekspresi agak dingin.

Apesta menelan ludah hampir saja menggoda istri orang nomor satu di Propinsi Tigris. Dia langsung memasukan nama Bianca ke daftar wanita berbahaya, menemani nama gadis galak yang sebulan lalu mengirimnya ke rumah sakit. Namun tiba-tiba, Apesta baru ingat istri Duke Barlux adalah sosok penting di kampung halaman Amicapoli. Dia semakin segan karena count itu sekilas memberinya tatapan kurang nyaman.

Apesta tidak mau mengakuinya. Tapi menggoda Bianca urusannya bukan lagi sekedar kejahatan pelecehan. Dengan menelan ludah yang sudah kering, dia memberanikan dirinya untuk bertanya lagi.

"Buk—bukannya istri duke sudah hampir paruh baya? Apakah Nona Bianca istri kedua?"

Dengan senyum ramahnya yang tinggal sedikit, Amicapoli membalas, "Kerajaan Arcadia melarang poligami. Nona Bianca memang sudah hampir kepala empat. Tahu apa yang mengejutkan, Tuan Baron?"

"Apa?"

"Orang terakhir yang berani menggoda Yang Mulia Bianca tidak terdengar lagi kabar beritanya."

avataravatar
Next chapter