106 Batal Kaya

"Aku kayaaaa!!!"

Mascara memeluk dan mencium pipi Simian begitu tahu pendapatan party-nya.

"Ehem, pengantin baru." Conna nyeletuk.

"Bodo amaaattt, syalalala!"

"Sampai kapan kamu menolak Simian?"

"Berisik!"

Mascara tidak mempedulikan Conna yang masih menggodanya. Matanya berbinar-binar saat melihat koin-koin platinum itu seakan menari-nari di atas meja. Siapa sangka uang itu setara pendapatan party rank-A selama enam bulan berpetualang? Mascara terlalu gembira hingga dia mengendus tumpukan koin itu bersama derai air mata.

"Upah quest 1P, penjualan hak copy peta 3P, penjualan gigi dan kuku Aprodesylvax 4P, kristal garam 10P, lelang Core Blattodeax 14P, Queen Blattodeax 6P, Tubuh ular besar 2P—

"Berhenti menghitung! Kamu memalukan!" Simian membentak melihat gadis itu hilang kendali. "Hapus liurmu, Mascara! Kamu tidak lihat siapa di sekelilingmu?"

Mascara tersenyum malu melihat Yadz, empat prajurit Qalamist, Marcelli, Ottuso, guildmaster dan seluruh penghuni bar menoleh heran kepadanya. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil tetap melirik kilauan koin itu melalui sela-sela jarinya.

Namun, pengendalian diri itu tidak bertahan lama saat satu persatu orang mulai bicara.

"Ini upah quest menghabisi Fiduci." Guildmaster menaruh 20 koin platinum di atas meja.

Gemerincing koin itu membuat nafas Mascara tersengal-sengal.

"Ini uang yang saya cairkan dari balai keuangan. Keluarga Earl Moltavide yang bayar." Marcelli menaruh banyak sekali uang hasil Fiduci memeras Preponte. "Saya sudah ambil sebagian."

Tambahan 140 Platinum itu membuat Simian sigap menyangga Mascara yang jatuh pingsan. Gadis itu kembali sadar begitu Simian berbisik bahwa seluruh uang itu akan dia sumbangkan.

"Tidak satu copper-pun! Ingat itu!"

Mascara hampir saja jantungan.

Sikap Mascara yang berlebihan itu mengundang wajah ketus Simian.

"Kita bagi uang ini, Mascara. Kita tidak kerja sendirian."

"Kamu sudah bagi-bagi sisa ratusan bangkai Aprodesylvax ke para petualang!"

"Uangnya untuk keluarga para prajurit Preponte yang tewas, Mascara. Lagipula bukan kita saja yang bekerja di kubah, bukan?"

"Tapi..." Mascara setengah terisak tak bisa membantah. "Tapi uangku... Hiks!"

"Belajarlah berbagi, Mascara."

Air mata gadis itu menetes ketika 14 platinum masuk kantong Yadz, empat platinum untuk masing-masing prajurit Qalamist, dan 10 platinum lagi masuk kantong Ottuso. Syukurlah Marcelli menolak bagian begitu melihat air mata Mascara membuat celak hitamnya luntur.

"Saya sudah ambil bagian sendiri, tenang saja." Marcelli berusaha menenangkan Mascara dengan sikap kalemnya. "Saya sudah dapat 650 Platinum ditambah 300 platinum—

BRAKKK!!!

Gebrakan meja dari tangan Mascara membuat suasana mendadak senyap.

"Tuan Marcelli masih single?"

"Mascara!!!" Gantian Simian yang menggebrak meja.

"Bercanda, Simian! Kamu manis sekali kalau cemburu. Hahahaha!" Mascara menenangkannya dengan satu kecupan di pipi pria itu.

Tersisa 160 platinum atau 80.000.000 flor yang dibagi rata ke empat orang. Meski 40 platinum bisa memenuhi kebutuhan rata-rata keluarga selama lebih dari lima tahun, tapi uang sebesar itu tidak mengusir muram di wajah Simian.

Itu karena kertas yang Mascara kibar-kibarkan seperti bendera.

"Total tagihanmu 39 platinum! Jangan lupa itu, hahahaha!"

"Itu semua bukan tagihanku Mascara ..." Kali ini, air mata Simian yang berderai. "Ayolah, Mascara, boleh kan aku cicil separuhnya?"

"Enak saja! Balai Keuangan itu ada bunganya, tahu!"

Mascara langsung merampas 39 platinum milik Simian. Dia mengeluarkan satu koin dari kantungnya untuk menghibur si rambut merah itu.

"Nih, aku tambah satu copper bagianmu, jangan sedih!"

Dengan lemas Simian mengulurkan tangannya.

"Oh, tidak jadi!"

Simian pasang wajah sebal begitu 100 flor yang mau dia terima kembali ke tangan Mascara.

"Dasar pelit!!!"

"Ini hemat, bukan pelit!"

Mascara tidak pedulikan Simian yang sudah merengek seperti bayi. Dia asyik menghitung bunga dari hutang pria itu yang nanti dia tagih lagi setelah ini.

"Untung saja hutangmu segera kamu lunasi. Beri aku tiga gold untuk bayar bunganya."

Dengan air mata yang makin deras, Simian terpaksa menyerahkannya. Tapi Mascara masih saja menyodorkan tangannya menagih.

"Apalagi?"

"Jasa menghitung bunga pinjaman."

"Kamu mau membuatku kering kerontang!?"

"Dua silver, tidak boleh ditawar!"

"Oh Lord! Aku bisa gadaikan celana dalamku gara-gara kamu!"

Dengan terpaksa, dua silver itu berputar di atas meja.

"Aku kayaaa!"

Simian sebal. Tapi senyum kecilnya terukir karena Mascara benar-benar melupakan kejadian seminggu silam. Dia menatapnya teduh sampai seorang gadis imut membuyarkan lamunannya dengan sebuah bisikan.

"Kamu ini tidak peka, Simian. Kamu tidak lihat kantung matanya?"

avataravatar
Next chapter