82 Ancaman

03 Oktober 1274 AG - 04:50 Am

Southforest Dungeon - Stage 3

—————

Mascara mengangguk perlahan. Dia menjulurkan kepalanya untuk mengintip omegra apa boss terakhirnya. Karena ruangan itu terlalu gelap, mau tidak mau dia menggunakan hidung tajamnya tak pernah berkhianat.

"Aku mencium bau menyengat, Simian. Sepertinya ini bau omegra kelas predator. Baunya ... sniff ... seperti bau ular."

"Coba pakai telingamu." Simian melempar kerikil kecil ke dalam ruangan.

Dentingan kerikil itu pun menjadi bekal Mascara menjelaskan.

"Ruangan itu seperti kubah. Diameternya kira-kira 100 meteran, dan tingginya kira-kira 30 meter. Ada obyek seperti altar bundar di tengah yang mungkin berdiameter 10 m. Dan di atas altar itu ...."

"Apa?"

Mascara sedikit ragu menyampaikan obyek yang dia maksud. Dia menelan ludah ketika gema batu itu membentuk obyek besar yang sedang tidur melingkar. Hidungnya mencoba memastikan lagi jenis apa omegra yang sedang menunggunya.

"Ular itu besar sekali Simian."

"Sepertinya itu ular untuk party rank-S, dan si boss itu sedang tidur." Simian mencolek Mascara dan menyampaikan tugas lain. "Kamu sudah catat semua rencananya kan?"

***

Api unggun telah padam. Tumpukan tulang Aprodesylvax bertebaran setelah dagingnya menjadi santapan anggota party itu kecuali seorang gadis langsing yang hanya mau memakan jamur. Mascara duduk tenang mengasah anak panahnya sambil mengamati tingkah unik tiga anggota lain.

Vodi langsung mendengkur setelah dia kenyang. Begitupun Conna yang tidur telentang dengan perut menggembung seperti orang hamil. Mascara cekikikan saat Simian jongkok di sebelah si kecil itu dan memencet-pencet perutnya.

"Porsi makannya hampir sebanyak Vodi, tapi badannya masih sekutil."

"Jangan aneh-aneh, Simian ... Pffftt ...." Mascara bicara setengah tertawa geli karena tahu apa yang akan pria usil itu lakukan setelah ini.

Simian mengambil arang bekas api unggun. Dia mencoret-coret wajah Conna dan menantang Mascara yang berusaha keras menahan tawa.

"Kita taruhan. Siapa yang nanti tertawa duluan, dia harus bayar dua silver."

"Deal!"

***

Sementara itu di pintu masuk.

Di kesunyian pagi hutan selatan Tigris, gemerincing chainmail terdengar bersahutan. Puluhan prajurit itu memasang gear mereka setelah berada di depan pintu gua. Di antara mereka, beberapa komandan peleton terlihat berkumpul dan bercengkrama dengan seorang petualang.

"Bagaimana, Tuan Ottuso?"

Hidung archer yang bernama Ottuso itu mengedus seperti anjing. Dia menggelengkan kepala dan menunjukan gelagat tidak yakin.

"Sepertinya kemarin pagi mereka meninggalkan camp. Kalian menemukan bekas-bekasnya?"

"Tidak, Tuan Ottuso. Kami sudah mencari di setiap sudut, tapi tidak ada tanda-tanda dari mereka."

Ottuso mengamati sekitarnya. Jangankan bekas api unggun, party itu juga tidak meninggalkan satu jejak langkahpun.

'Gadis itu luar biasa sekali ...'

Sebagai sesama pathfinder, Ottuso tahu sehebat apa gadis yang bernama Mascara. Bukan hanya kemampuan aero-nya yang di atas rata-rata, gadis juga sangat ahli mengamati jejak dan menganalisa perubahan-perubahan lingkungan. Seakan alam adalah ibu kandungnya, gadis berwajah dingin itu selalu berhasil menaklukan tempat-tempat liar. Ottuso sangat menghormatinya meski kehebatan gadis itu hanya diketahui mereka yang satu profesi saja.

"Kesini kau, Ottuso!"

Ottuso menghentikan kekagumannya ketika seseorang memanggilnya dari kejauhan. Dia mendatangi pria itu dan langsung membungkukkan badan.

"Ada apa, Tuan?"

Pria ber-chainmail mewah yang dikenali sebagai Preponte itu mengamati pintu gua yang akan dia lewati. Tanpa menoleh dia memberi sinyal tangan kepada Ottuso.

"Hentikan pengamatanmu yang tidak berguna itu."

"Kita harus memastikan keamanan kita sebelum masuk, Tuan Preponte."

"Keamanan apanya? Kita bawa empat peleton prajurit, kita juga bawa bala bantuan dari luar! Apa lagi yang kamu takutkan? Sudahlah, jangan buang-buang waktuku!"

Ottuso tidak membantah. Dia simpan sendiri opininya karena ketua party-nya itu sangat pemarah. Dia menyerahkan peta di tangannya saat dengan kasar Preponte memintanya.

Memang, ekspedisi ini tidak diragukan keberhasilannya melihat jumlah orang yang Preponte bawa. Para prajurit itu pun harus menyamar dan berpencar ke berbagai arah agar tidak mengundang kecurigaan. Namun melihat kerapian Mascara menghilangkan jejak party-nya, Ottuso mencium sesuatu yang tidak beres. Apalagi dia juga tahu ada keistimewaan Simian yang tidak boleh dianggap remeh.

Ottuso juga melihat seluruh prajurit menunjukan wajah ketir. Para prajurit itu jelas mengenal seperti apa kemampuan si rambut merah itu yang membuatnya menjadi earl dalam sekejap mata. Namun mereka tidak berani menyampaikan pendapatnya di kala sang komandan dadakan, berkacak pinggang setelah melihat keadaan.

"Fufufufu... Hahahahahahaha!!! Akhirnya! Akhirnya setelah bertahun-tahun! Hahahahaha! Ayo Ottuso! Ayahku sudah tidak sabar menjadikan kepala tiga Stauven palsu itu hiasan meja! Suruh para prajurit itu bergerak!"

Ottuso menghela nafas. Sekalipun perasaannya tidak nyaman dengan ekspedisi ini, dia tidak punya pilihan lain selain mengangguk.

"Baik, Tuan Preponte."

avataravatar
Next chapter