webnovel

Bagian 7, Posesif

"Ar-rash..."

Lira masih tidak habis pikir dengan Laki-laki di depannya, Handphone yang baru di belinya dua bulan lalu dengan hasil uang tabungannya sendiri hancur begitu saja karena ulah manusia di hadapannya.

"Aku memang berlebihan Lira... Terutama yang menyangkut tentang kamu!" Arash ikut duduk di samping  Lira yang matanya terlihat sudah berkaca-kaca, Ia mengusap kepala gadis itu pelan.

"Masalah handphone kamu... Besok aku ganti dengan yang baru"

Lira menatap Wajah Arash yang juga sedang menatapnya dalam.

"Kamu memang gampang banget bilang gitu Rash... tapi kamu gak ngerti gimana perjuangan orang lain untuk beli barang yang dia mau dengan hasil usahanya sendiri..."

Setelah mengucapkan itu, Lira mengalihkan tatapannya ke arah lain dan mengusap air matanya kasar yang entah kapan sudah mengalir.

Bukannya menyesal, Arash justru menatap Lira datar, ini semua karena ia tidak suka jika ada laki-laki yang berusaha mendekati gadisnya, Lira hanya miliknya, dan ia tidak suka berbagi. Mengapa Lira sama sekali tidak bisa mengerti?.

"Berhenti menangis Lira... Aku paling tidak suka liat kamu menangis"

Arash mengusap pipi Lira pelan, menghapus air mata gadis itu yang tidak berhenti mengalir. Ia kemudian mengangkat wajah Lira agar ia dapat melihat jelas wajah gadis di depannya yang merah.

Dilihat bagaimanapun, Lira tetaplah Sangat cantik, bahkan dengan mata sembabnya itu tidak mengurangi kecantikannya yang ia warisi dari wajah ibunya. Arash tertegun sejenak, ia semakin dibuat tergila-gila oleh gadis di depannya, perlahan ia maju dan mengecup kedua mata sembab itu.

"Sudah malam... Sebaiknya sekarang kamu tidur... Besok kamu gak usah sekolah dulu yah,"

Setelah mengucapkan itu, Arash membantu Lira untuk berbaring di kasurnya. Sementara Lira, tangisnya kini tak lagi terdengar, namun sorot matanya kini menatap Arash dalam, Laki-laki itu... Bisa terlihat menyeramkan dan manis dalam satu waktu.... Ah tidak, ia tidak boleh luluh hanya karena hal sepele  seperti ini,  Lira membenci laki-laki di depannya. Sangat.

"Aku pulang," Ucap Arash lalu mengusap kepala Lira pelan, namun tak kunjung ada balasan dari Lira,  gadis itu malah memunggunginya membuat ia mendelik tajam. Sedetik kemudian, Arash mengubah rautnya menjadi tersenyum smirk.

Lira... Gadis ini perlu di hukum.

Tanpa di duga, Ia lantas menundukkan kepalanya dan membekap mulut Lira dengan bibirnya sendiri. Lira melotot terkejut, Arash menciumnya. Ia ingin marah, namun Arash justru mengunci pergerakannya. Arash baru melepaskannya di saat Lira nyaris kehabisan nafas. Arash sialan!.

Menjijikkan.

Lira menatap Arash dengan tatapan bengis, Ia marah karena handphonenya yang baru saja di hancurkan, namun lelaki itu menambahkan kebenciannya dengan menciumnya sembarangan.

Ia benci Arash, Ia marah, ia ingin melampiaskan ketidaksukaannya kepada laki-laki sialan itu, namun ia hanya bisa diam.

Setelah terdengar langkah kaki dan decitan pintu tertutup yang menandakan Arash sudah pergi, Lira kembali menangis terisak.

•••••

Lira datang ke sekolah sedikit cepat, walau begitu, sudah banyak orang yang datang. Lira tidak mendengarkan Arash yang melarangnya ke sekolah hari ini, karena ia rasa sudah sehat, dan ia tidak mau ketinggalan pelajaran, selain itu... Lira memang sengaja ingin membantah setiap ucapan laki-laki itu. Lira tidak suka diatur.

Sepanjang koridor sekolah, tidak ada lagi yang berani menyapanya seperti dulu, seisi sekolah sudah jelas menjauhinya. Namun Ia kini sudah tahu siapa dalang dari semua sandiwara ini. Arash. Siapa lagi manusia gila yang berani mengusik kehidupan Lira selain laki-laki sialan itu.

Saat sampai di kelasnya, Ia melihat Windy tengah membersihkan papan tulis sembari bersenandung ria, biasanya setiap piket, Mereka akan selalu bekerja sama membersihkan kelas, namun kini Windy menjauhinya, dan Lira sangat merindukan sahabatnya itu.

"Mau gue bantuin?"

Windy tersentak kaget mendengar suara Lira dari ambang pintu, tapi sedetik kemudian ia mendelik tajam dan menatap Lira dengan tersenyum sinis.

"Jangan sok baik, gue gak butuh manusia munafik dalam kehidupan gue!!"

Setelah mengucapkan itu, Windy membanting penghapus papan tulis dengan keras lalu berjalan melewati Lira keluar kelas, setelah sempat menyambar bahu Lira dengan kasar.

Lira menatap punggung Windy dengan tatapan tak percaya, jika memang Arash yang melarangnya bergaul dengan dirinya, kenapa Windy terlihat marah sekali kepadanya? Apa mungkin ini bukan hanya karena Arash namun memiliki alasan lain?.

Lira akhirnya memilih duduk dengan pikiran berkecamuk, Menunggu bel Masuk sambil memanfaatkan waktu untuk Membaca buku pelajaran hari ini.

•••••

Bel istirahat telah berbunyi nyaring sepuluh menit yang lalu, Namun Lira tidak berani keluar dari kelas hanya untuk sekedar ke kantin, Ia terlalu takut mengambil resiko bertemu Arash, laki-laki itu pasti akan sangat marah melihat keberadaannya di sekolah.

Untungnya, Lira membawa beberapa snack yang lumayan di jadikan cemilan pengganjal laparnya.

"Alira!" Suara dari ambang pintu itu berhasil membuat semua yang ada di kelas merinding, tak terkecuali Lira yang sekarang sudah berkeringat dingin.

Lira meneguk salivanya  kasar, ia lupa jika laki-laki yang sekarang menjadi pacarnya itu tidak mudah dikadali, bagaimanapun ia tidak bisa lari dari Arash.

Bunyi langkah kaki menggema di dalam kelas yang mendadak hening, Mata Lira terpejam saat sepatu Arash kini berada tepat di hadapannya. Habislah kau Lira.

"Keras kepala..." Ucap Arash dingin, namun Lira tetap diam dengan kepala menunduk.

Arash melihat meja gadis itu yang di penuhi bungkus makanan ringan, itu membuat Arash semakin naik pitam. Ia mengangkat dagu Lira yang sedari tadi menunduk, saat menyadari wajah gadis di depannya pucat, Arash mendelik tajam.

"Aku sudah bilang kan kemarin... Kalau kamu gak usah masuk sekolah hari ini," Ucap Arash dengan nada suara datar, Lira yang mendengarnya pun semakin di buat ketakutan.

Lira tersentak saat Arash menariknya kasar keluar dari kelas, hal itu sontak membuat orang-orang di sekelilingnya heboh, kebanyakan dari mereka menatap Lira iba.

Arash terus berjalan dengan langkah kakinya yang lebar, sementara Lira saat ini ketakutan setengah mati, Wajah Arash di depannya terlihat sangat mengerikan, pergelangan tangan kanannya juga terasa perih karena cengkraman tangan Arash, di tambah kakinya yang sangat lemas karena di seret oleh Laki-laki di depannya.

"Sakit Arash... Hikks..."

Arash menulikan pendengarannya, hingga Saat telah sampai tepat di samping mobilnya, ia membuka pintu samping kemudi dan mendorong Lira masuk ke dalam Mobilnya.

"Gadis Nakal... Kamu tau? Aku paling nggak suka gadis keras kepala," Ucap Arash saat laki-laki itu telah duduk di tempat kemudi. Ia menatap Lira yang menunduk dengan isakan tangisnya.

"Jadi... Aku rasa kamu perlu sedikit hukuman untuk Kesalahan kamu itu"

Setelah mengucapkan itu, Arash tersenyum smirk, ia lantas mengangkat tangannya mengusap kepala Lira pelan. Berbeda dengan Lira yang di buat gemetar oleh ucapan laki-laki itu, Hukuman apa lagi yang kira-kira akan di dapat dari laki-laki gila ini.

Next chapter