webnovel

PERTENGKARAN 2 SAUDARA

Akhirnya semua makanan sudah siap diatas meja makan. Pak Nando membawa lauk bumbu Bali yang ia masak.

"Masakan terakhir sudah siap." seru Pak Nando sambil meletakkan lauk yang dia masak di atas meja.

"Terimakasih ya Mbok Nando sudah repot-repot masakin kita." gurau Kak Ditto.

"Mbak mbok mbak mbok... Enak aja!" gerutu Pak Nando sambil duduk di kursi depanku. "Sudah, ayo makan dulu." tambahnya.

Kak Ditto menoleh kearah Pak Nando dengan cepat. "Diam kamu Ndo. Gak usah ikut campur omongan kita." Kata Kak Ditto dengan kesal.

Pak Nando tertawa lebih keras. "Kenapa kak? Itu kan memang kenyataannya. Hahaha."

*****

Setelah selesai makan, kita bertiga duduk di sofa depan televisi.

"Kak...! Kak Ditto gak kerja hari ini?" tanya Pak Nando.

"Nggak. Nanti cuma absen saja sekalian ambil berkas-berkas yang akan aku bawa pulang. Kerjaanku sudah selesai minggu ini. Rasanya capek banget badanku, kerja ngebut biar cepat selesai." kata Kak Ditto dengan menghela nafas panjang dan merobohkan badannya ke sofa.

"Pijitin aku dong Vin!" tambahnya sambil melihat kearahku.

"Sekarang kak?" tanyaku.

"Iya. Mau ya? Please...!" rayu Kak Ditto dengan wajah memelas.

"Mmm... Baik kak. Bagian mana yang capek kak?" tanyaku.

"Ini... ini... bagian sebelah sini." jawab Kak Ditto dengan menepuk-nepuk bahu belakang nya. Kemudian Kak Ditto berbalik membelakangi ku.

Tanganku meraih kedua bahu Kak Ditto. Jari-jariku mulai bergerak memijat badannya.

"Disini kak?" tanyaku dengan ibu jari menekan bagian antara bahu dan tulang belikat.

"Ahh... Iya... iya... disitu, sedikit kebawah lagi." jawabnya dengan kepala sedikit dia angkat keatas.

"Disini?" tanyaku memastikan.

"Iya... benar disitu!" jawabnya.

Aku mulai memijat badan Kak Ditto.

"Ahh... enak banget pijitan tanganmu Vin." ucapnya sambil mendesah keenakan dengan pijatanku.

"Kak, aku nanti akan menjenguk nenek di rumah sakit, sekalian mengantar Davin. Apa Kak Ditto mau kesana juga bareng aku?" tanya Pak Nando.

"Lihat nanti dulu ya! Kalau aku bisa, nanti aku akan menyusul kesana." jawab Kak Ditto.

"Oke kak. Nanti kabari aku bisa apa nggaknya. Biar aku tidak menunggu Kak Ditto nanti." kata Pak Nando.

"Vin, nanti ikut aku ke rumah sakit dulu, apa kamu tidak apa-apa?" tanya Pak Nando padaku.

"Iya, tidak apa-apa kok pak." jawabku masih dengan memijat badan Kak Ditto.

"Oh iya. Kamu nanti tetap pakai kaosku itu dulu saja ya! Pakaianmu masih belum di cuci sama Mbak Mina. Nanti di cuci sekalian dengan sprei dan bed cover yang kamu kotorin tadi." kata Pak Nando.

"Baik pak." jawabku.

"Sebentar... sebentar... apa maksud kamu dengan Davin mengotori bed cover dan alas kasurmu Ndo? Kalian habis ngapain tadi malam?" tanya Kak Ditto.

Dapat ku lihat wajah Pak Nando sedikit memerah. Aku pikir itu karena dia merasa malu kalau harus memberitahu Kak Ditto kalau dadanya tidak sengaja aku beri bekas cupangan.

"Kak, udah aku bilang kan tadi, kita berdua gak ngapa-ngapain. Kalau Kak Ditto mau tau, ya tanya sendiri dong ke Davin. Aku gak ada hak menceritakan ke Kak Ditto tentang apa yang sudah terjadi." kata Pak Nando kemudian tertunduk malu.

Kak Ditto membalikkan badan tiba-tiba. Tangan ku yang semula sedang memijat badan Kak Ditto terlepas dan membentur sofa.

"Eh... maaf Vin, aku tidak sengaja. Aku terlalu penasaran, sehingga lupa dengan tanganmu yang masih memijatku." kata Kak Ditto sambil memegangi tanganku.

"Iya kak, tidak apa-apa." jawabku.

"Terus, gimana? Kamu bisa ceritakan padaku apa yang terjadi?" tanya Kak Ditto penasaran.

Aku terdiam dan melihat Pak Nando yang juga melihatku. Aku menunduk malu.

"Apa aku harus menceritakan mimpi basahku pada Kak Ditto? Aku malu banget nih." batinku.

"Kamu juga tidak mau memberitahuku?" tanya Kak Ditto.

"A-aku malu kak kalo menceritakannya." jawabku masih tertunduk.

"Kenapa malu? Ayo dong bilang padaku." kata Kak Ditto.

Aku masih terdiam.

"Ayo dong...!" bujuk Kak Ditto memaksa.

"Iya... iya... aku akan memberitahu Kak Ditto. Gak usah maksa aku terus." kataku dengan menghela nafas. "Tadi aku mimpi basah tadi." kataku sangat malu.

"Apa? Mimpi basah?" tanya Kak Ditto tersenyum lebar menertawakan ku.

"Terus apa yang terjadi? Kamu bisa ceritakan padaku, kamu melakukan apa saja di mimpimu?" tanya Kak Ditto beruntun.

"Kenapa aku harus menceritakan apa yang aku lakukan di mimpiku pada Kak Ditto?" tanyaku dengan rasa sedikit tersinggung.

"Ya, karena aku penasaran saja." jawabnya.

"Apa Kak Ditto gak pernah mengalami yang namanya mimpi basah? Aku rasa yang namanya mimpi basah pasti memimpikan hal yang begituan." kataku dengan sewot.

Pak Nando tertawa terbahak-bahak mendengar apa yang aku ucapkan.

"Dia gak pernah tau yang namanya mimpi basah Vin. Gak pernah ngalamin juga. Kalau dia langsung mempraktekkan hal begituan." Kata Pak Nando sambil tertawa.

Kak Ditto menatap Pak Nando dengan tajam. Dia tidak menghiraukan ucapan Pak Nando. Dia mengalihkan pandangannya ke arah ku.

"Tentu aku tau Vin. Tapi pastinya yang dimimpikan tiap orang berbeda-beda." jelas Kak Ditto. "Okelah kalau kamu tidak mau menceritakannya. Jadi kamu mimpi dengan siapa? Mimpi denganku kan, iya kan?" tambahnya.

"Dengan siapanya, itu Kak Ditto tidak perlu tau kan? Yang aku tau dengan jelas, itu bukan dengan Kak Ditto." kataku sambil melirik ke arah Pak Nando.

Pak Nando juga melihatku dan dia menertawakan ucapanku. "Haha. Kasian... Kak Ditto terlalu kepedean. Ngarepin di mimpiin Davin ya kak?" ejek Pak Nando.

Kak Ditto Membuang muka ke arah Pak Nando. "Kenapa? Ejek aja terus. Memang aku ngarepin Davin mimpiin aku. Gak masalah kan?" celetuk Kak Ditto.

"Aduh... Malu dong kak. Kak Ditto kan sudah punya banyak cowok, masih saja cari mangsa?" kata Pak Nando kemudian tertawa.

"Yang punya cowok banyak tuh siapa juga? Mereka yang ngejar-ngejar aku, aku biasa aja sih terhadap mereka. Gak ada yang istimewa." sanggah Kak Ditto.

"Terus apa bedanya dengan Davin? Jangan sampai si Davin cuma jadi pelampiasannya Kak Ditto saja ya!"

"Nggak bakal lah. Kamu kok sepertinya tidak ikhlas banget kalau aku mendekati Davin? Apa kamu takut Davin akan tersakiti jika berhubungan denganku? Atau apa kamu takut kehilangan sosok yang mirip dengan Reynal? Aku tahu alasanmu. Sampai kapan kamu akan bisa melupakannya? Dia sekarang hanya bisa jadi masa lalu. Sampai kapan kamu bisa bebas dari belenggu yang kamu buat sendiri. Maafkan dirimu sendiri. Lupakan kejadian yang sudah berlalu di masa lampau." kata Kak Ditto dengan nada yang meninggi terlihat kesal.

"Reynal? Siapa itu?" batinku.

Saat ini aku hanya bisa terdiam tak tahu harus berbuat apa. Aku berada di antara pertengkaran 2 saudara.

"Kak... tolong jangan kelewatan batas ya! Disini ada Davin." kata Pak Nando sambil menghela nafas menahan emosi. "Ya, aku tahu kalau Kak Ditto tahu alasanku yang sebenarnya. Memang aku sangat takut. Aku takut tidak bisa menjaganya lagi. Aku hanya takut!" ucap Pak Nando lemas sambil menyandarkan kepalanya.

"Maaf... maafkan aku Ndo. Maaf aku kelewatan batas." kata Kak Ditto menyesal.

"Iya, tidak apa-apa kak. Aku juga minta maaf karena terus memprovokasi Kak Ditto." kata Pak Nando.

"Kali ini, sepertinya aku merasakan sesuatu yang berbeda dengan yang lainnya. Entah kenapa ada hal yang sangat istimewa. Kali ini... aku tidak mau main-main lagi. Aku hanya mau mengatakan itu padamu." kata Kak Ditto.

Kak Ditto membalikkan pandangan nya padaku lagi.

"Maaf ya Vin. Kamu jadi mendengar pertengkaran kami." kata Kak Ditto padaku dengan wajah yang terlihat sangat menyesal. "Oh ya, tadi kamu kok jadi ngeselin kayak Nando sih. ketularan dia ya?" Kak Ditto tertawa dan mengacak-acak rambutku. "Lain kali mimpi gituan sama aku saja ya, hehe." tambahnya.

Aku hanya bisa membalas dengan senyuman.

"Udah mau jam 8 aja nih." kata Kak Ditto melihat jam tangannya. "Aku balik dulu Ndo. Aku harus ke kantor dulu."

Pak Nando bangun dari posisi merebahkan tubuhnya. "Iya kak. Nanti jangan lupa kasih kabar ya, Kak Ditto bisa apa tidaknya menjenguk nenek."

"Iya." jawab Kak Ditto singkat. "Aku balik dulu ya Vin." Kata Kak Ditto sambil berdiri.

"Iya, hati-hati dijalan kak." kataku.

Kak Ditto hanya membalas dengan senyum dan mengacak-acak rambutku lagi. "Aku pergi dulu."

"Hati-hati dijalan kak." kata Pak Nando.

"Oke." jawab Kak Ditto berlalu pergi.

Aku melihat wajah Pak Nando yang masih terlihat sedih.

"Pak! Apa Pak Nando baik-baik saja." tanyaku.

"Iya. Jangan khawatir. Ayo kita keatas dan siap-siap untuk berangkat!" ajak Pak Nando.

"Baik pak."

Kami berdua menuju ke kamar Pak Nando. Sebenarnya di hatiku ada yang mengganjal. Tapi aku takut untuk bertanya pada Pak Nando.

.

.

.

*****