24 Secuil Kebahagiaan

Happy Reading

Setelah mendapatkan beberapa informasi yang sangat penting dari Davin Mahendra, Brian langsung menghubungi kami tangan ayahnya. Sayangnya, Martin tak mau mendatangi villa itu jika Davin Mahendra masih berada di sana. Karena akan sangat berbahaya jika dirinya bertemu langsung dengan seorang pria yang selama ini melacak keberadaannya itu. Brian pun menjadi sangat khawatir jika Martin tak segera datang ke villa itu. "Martin menolak untuk datang ke sini," cetusnya tanpa semangat sedikit pun.

"Bagaimana dia bisa menolaknya? Ini sangat darurat!" tegas Imelda pada dua pria di depannya.

Brian pun memandang Imelda dan Davin secara bergantian, dia terlalu bingung mengungkapkan alasan Martin menolak perintahnya. "Sebenarnya .... Martin hanya tak ingin jika harus berhadapan langsung dengan Om Davin. Dia takut jika harus bertemu Om Davin secara langsung," jelas pria itu dengan wajah yang terlihat sangat bingung dan serba salah.

Davin pun sangat memahami hal itu. Meskipun hubungan mereka terlihat baik-baik saja, ada sebuah jerat hukum yang bisa saja dibawa oleh Davin untuk menyeret seorang hacker profesional yang selalu berhasil meretas komputer di markasnya. Pria itu langsung bangkit dari tempat duduknya dan memandang pasangan yang akan segera menikah itu. "Aku akan segera meninggalkan tempat ini. Ku harap hal buruk tidak akan terjadi di sini. Bila keadaan benar-benar sangat darurat, kalian tahu di mana bisa mencariku." Davin pun membelai rambutnya Imelda sebentar lalu pergi meninggalkan villa itu. Dia cukup percaya dengan perlindungan yang diberikan keluarga Prayoga terhadap anaknya.

Tak berapa lama setelah kepergian Davin, pria yang sedang ditunggu tadi sudah berada di dalam villa. Martin datang dengan sangat cepat dan tanpa suara.

"Apa kamu memiliki kekuatan super?" tanya Imelda pada Martin yang tiba-tiba berada di depannya.

"Aku di depan villa sejak mobil ayahmu memasuki halaman. Aku tak mungkin bunuh diri dengan menunjukkan wajahku pada Davin Mahendra," jelas Martin pada wanita yang sedang mengandung cucu pertama dari keluarga Prayoga itu. Pria itu langsung duduk di kursi di samping Brian. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya dengan wajah serius.

"Om Davin mendapatkan informasi tentang pergerakan anak buah Dimitri yang baru-baru ini memasuki negara ini," terang Brian sambil menatap tajam sang tangan kanan ayahnya.

Imelda pun bangkit dari tempat duduknya dan berniat untuk masuk ke dalam kamar. "Aku mau mandi dulu," pamitnya pada mereka berdua. Wanita itu langsung masuk ke dalam kamar Brian untuk membersihkan dirinya.

Martin langsung masuk ke dalam ruang kendali di mana banyak layar dan juga komputer selalu menyala di ruangan itu. "Aku akan meretas informasi yang sudah di dapatkan oleh mereka tentang Dimitri." Martin pun fokus dengan layar di depannya untuk mencari informasi yang bisa menguntungkan mereka.

Di samping Martin, Brian sedang berdiri dengan wajah yang sangat gelisah. Tiba-tiba saja di mengkhawatirkan calon istrinya. "Aku akan menyusul Imelda sebentar, siapa tahu dia membutuhkan bantuanku," pamitnya sambil meninggalkan Martin sendirian di ruangan itu. Pria itu langsung memasuki kamarnya, bertepatan dengan Imelda yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk yang melilit di tubuhnya. Brian dibuat kesusahan untuk menelan ludahnya sendiri, dia tak menyangka jika Imelda semakin sexy dengan kehamilannya.

Sedangkan Imelda sama sekali tak peduli kehadiran Brian di kamar itu. Dia bisa melihat kegelisahan di hati calon suaminya. "Apa yang kamu lihat, Brian?" tanya wanita itu sambil mengeringkan rambutnya yang masih sangat basah.

"Bolehkah aku membantumu?" tanyanya sangat ragu. Brian pun memberanikan diri untuk mendekati sang istri dia ingin membantunya untuk mengeringkan rambut. "Duduklah. Aku akan membantumu mengeringkan rambut," lanjutnya sambil mengambil hairdryer di tangan calon istrinya.

Imelda tak menolak ataupun menjawab pertanyaan itu. Wanita itu terlihat pasrah menerima perlakuan lembut Brian kepadanya. Imelda duduk di depan meja rias di kamar itu sambil memperhatikan Brian dari kaca di depannya. Dia tak menyangka jika Brian bisa selembut itu pada dirinya. Memperlakukannya sangat lembut dan penuh perasaan. Wanita itu benar-benar sangat tersentuh pada perlakuan yang diberikan Brian kepadanya. Ada rasa bahagia yang dirasakan Imelda atas perlakuan Brian kepadanya. "Sudah cukup! Aku harus segera memakai bajuku sebelum mulai kedinginan." Imelda bangkit dari duduknya lalu membalikkan badannya. Ternyata sejak tadi lelaki itu sama sekali belum berpindah dari tempatnya berdiri. Wanita itu bisa melihat sebuah tatapan penuh harap terlukis jelas pada wajah Brian. "Ada apa dengan wajahmu?" tanyanya dengan sedikit bingung.

"Bolehkah aku menyentuh anakku?" tanya Brian pada Imelda. "Maksudnya menyentuh perutmu," jelasnya. Brian tak ingin jika calon istrinya berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya. Pria itu hanya ingin merasakan kehadiran buah hatinya di perut Imelda. Brian terus memandangi wanita di depannya dengan wajah yang terlihat sangat memohon.

Merasa kasihan pada pria di depannya, Imelda pun menarik handuk putih yang melilit di tubuhnya. Sebuah pemandangan yang cukup menggoda dan sangat menggairahkan terpampang jelas di tubuhnya. Imelda benar-benae polos tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Wanita itu sengaja ingin memperlihatkan perutnya yang sedikit membuncit pada calon suaminya. "Mengapa hanya dilihat sana? Apakah kamu tidak tertarik untuk menyentuhnya?" Imelda melemparkan beberapa pertanyaan pada pria yang terlihat bingung dengan apa yang harus dilakukannya. "Sentuh anakmu, sebelum aku berubah pikiran," ucapnya dengan wajah dingin dan tanpa ekspresi apapun.

Sebuah debaran hebat yang tak terkendali semakin bergejolak di dalam dada Brian. Pria itu berusaha untuk menyentuh perut Imelda yang sudah terpampang jelas di hadapannya. Dengan tangan sangat bergetar dan juga hati yang sangat berdebar, Brian mendaratkan tangannya di perut Imelda lalu mengusap dengan sangat lembut dan penuh perasaan. Sebuah siksaan yang begitu berat bagi Brian, dia harus mengusap perut calon istrinya dengan tubuhnya yang telanjang. Rasanya dia sangat frustasi karena menahan gairah di dalam dirinya itu. Namun dia mencoba sekuat hati untuk menahannya dan tidak tenggelam dalam godaan yang semakin menjerat dirinya. "Kenapa tidak bergerak sedikit pun? Apakah anak kita baik-baik saja?" tanyanya dengan wajah sangat panik. Brian sangat takut jika terjadi hal buruk pada anaknya. Dia tak jika aktivitas yang dijalanin oleh wanita itu sampai membahayakan calon bayinya.

"Bayimu masih terlalu kecil di dalam perutku, tunggulah sampai perutku membesar. Pasti kamu akan bisa merasakan semua gerakannya," jelas Imelda pada calon suaminya. "Tolong ambilkan baju tidurku, jangan sampai anakmu ini kedinginan karena memenuhi keinginanmu untuk menyentuhnya." Tanpa menunggu lama Brian langsung mengambilkan baju tidur miliknya Imelda dan membantu untuk memakainya. Wanita itu benar-benar tersentuh dengan sikap Brian terhadap dirinya. Ada secuil kebahagiaan yang dirasakannya saat itu.

avataravatar
Next chapter