13 Jangan Memaksakan Diri

Happy Reading

Imelda langsung masuk ke ruang perawatan di mana Adi Prayoga berada. Wanita itu langsung memeriksanya dibantu oleh Laura yang juga ikut masuk ke dalam. Sedangkan dua lelaki itu masih berdiri di depan pintu. "Bolehkah aku menemani Imelda untuk masuk ke dalam?" tanya Brian pada Kevin yang berdiri di sampingnya.

"Tetaplah di sini! Jangan sampai kamu membuat Dokter Imelda menjadi kesal. Ingat kondisi mereka berdua," seru Kevin sambil memperhatikan kedua wanita yang berprofesi sebagai dokter spesialis itu. Kedua pria itu menjadi sangat tidak sabar untuk menunggu dua dokter itu keluar dari ruang perawatan Adi Prayoga.

Tak lama kemudian, Imelda keluar bersama Laura di sampingnya. Wanita itu langsung menghampiri Kevin yang sedang berdiri di samping ayah dari bayi di dalam perutnya itu. "Dokter Kevin. Kondisi Om Adi semakin membaik setelah sadar tolong hubungi aku dan laporkan tentang kondisinya. Aku akan istirahat di rumah saja," ucapnya dengan suara tegas namun ada sisi kelembutan yang tersirat di dalamnya.

"Biar aku yang mengantarmu pulang." Brian langsung berdiri di samping Imelda dan membantunya untuk berjalan keluar dari klinik. Terlihat Brian sangat lembut dalam memperlakukan cinta pertamanya itu.

Kevin dan Laura yang melihat pemandangan itu menjadi sangat terharu. Mereka tak menyangka jika Brian bisa berubah sangat lembut di depan Imelda. "Aku tak percaya jika pria itu adalah si brengsek Brian yang sudah meniduri banyak wanita," ucap Laura dalam tatapan ketidakpercayaan.

"Jangankan kamu ... aku pun juga tak percaya dengan yang aku lihat sekarang." Kevin masih memandangi sahabatnya yang sedang berjalan bersama seorang dokter yang diidolakannya. Dia tak menyangka jika seorang Imelda Mahendra bisa membuat Brian tak berkutik. Namun ada ketidakyakinan Kevin terhadap Brian untuk menaklukkan seorang wanita hebat seperti Imelda. Seolah wanita itu tidak bisa tersentuh sedikit pun, kejadian cinta satu malam itu juga karena pengaruh minuman keras. Jika Imelda tidak mabuk, jangankan di sentuh Brian dilihatnya saja mungkin dia tak sudi.

Di dalam mobilnya, Brian merasa khawatir dengan kondisi kesehatan Imelda. Wanita itu masih saja terlihat sangat pucat, badannya terlihat cukup lemah. "Untuk sementara istirahat dulu di rumahku, Om Davin sedang menjalankan tugas di luar kota. Aku tak ingin kamu sendiri di rumahmu," bujuk Brian pada wanita yang duduk di sebelahnya.

"Kita belum menikah, bagaimana aku bisa tinggal di rumahmu?" Bukannya menjawab, Imelda justru melemparkan sebuah pertanyaan pada pria di sampingnya. Dia menatap tajam Brian Prayoga mencoba untuk memahami keinginannya. Walaupun mereka berdua saling mengenal sudah cukup lama, Imelda sama sekali tidak sedekat itu. Bahkan di matanya, pria di sampingnya itu hanya seorang playboy yang suka mempermainkan banyak wanita. "Atau bawa aku ke tempat yang jauh dari keramaian. Aku ingin menikmati kesendirianku." Imelda memandang kosong jalanan yang begitu ramai. Wanita itu seolah kehilangan separuh dari jiwanya.

Tanpa disadari oleh Imelda, pria itu sudah membawanya ke sebuah villa yang pernah didatangi olehnya. Ketika mobil berhenti, wanita itu masih tenggelam dalam lamunannya. "Kita sudah sampai, ayo kita keluar," ajak Brian sambil membukakan pintu mobil untuk wanita yang dicintainya.

Lamunannya buyar seketika itu juga. Imelda langsung melihat sekelilingnya dan dia baru sadar jika Brian membawanya ke sebuah villa di mana dia menyerahkan mahkota berharganya pada pria yang tak pernah dekat dengannya. "Kenapa kamu mengajakku kembali ke tempat ini?" tanyanya dengan tatapan mata yang cukup sayu dan tidak bertenaga.

"Sebenarnya aku ingin membawamu ke rumahku, tetapi akan lebih aman jika kamu berada di villa ini. Penjagaan villa ini cukup ketat bahkan sebuah alarm langsung berbunyi dalam kondisi darurat dan itu langsung terhubung ke sebuah perusahaan keamanan Internasional," jelas Brian pada wanita yang masih tidak cukup mengerti dengan penjelasannya. "Ayo kita masuk saja," ajak pria itu sambil menggenggam tangan Imelda dengan sangat lembut.

Wanita itu terlihat sedikit ragu saat Brian menggenggam tangannya. Rasanya begitu aneh karena selama ini tak ada seorang pun yang pernah menggenggam jemarinya seperti itu. "Apakah kamu harus menggenggam tanganku juga?" tanyanya dengan tatapan dingin.

"Pada akhirnya aku akan menjadi suamimu, paling tidak kita bisa berlatih untuk saling bergandengan tangan dulu," kilah Brian sambil tersenyum tipis pada wanita yang terus menatapnya dengan dingin itu.

Imelda tiba-tiba saja menghentikan langkahnya lalu sedikit menarik tangan Brian. "Jangan lupakan! Pernikahan kita hanya demi anak yang ada di dalam perutku. Aku tidak akan pernah memaksamu untuk mencintaiku, kamu masih bebas ... bisa bermain-main wanita sesukamu. Aku tak akan pernah melarangmu untuk melakukan hal itu." Imelda langsung berjalan menuju ke arah pintu masuk villa itu. Dia sama sekali tak menolehkan wajahnya ke belakang.

Sedangkan Brian masih berdiri di tempat di mana Imelda meninggalkan dirinya. Sedikit ucapan wanita itu telah menyadarkan dirinya jika seorang Imelda Mahendra tak akan mungkin bisa mencintai pria brengsek seperti dirinya. Ingin rasanya Brian menyerah terhadap perasaan yang dimilikinya pada calon ibu dari anaknya namun nama Imelda sudah terpatri di dalam hatinya. Brian pun langsung tergugah dan langsung menyusul calon istrinya. "Imelda! Tunggu!" teriaknya sambil berlari mengejar wanita yang sudah memasuki villa mewah itu.

"Ada apa, Brian?" tanya Imelda dengan enggan.

"Apa kamu tidak berpikir untuk belajar mencintaiku?" tanya pria yang terlihat begitu gelisah menunggu jawaban dari calon istrinya itu.

Imelda justru terkekeh geli mendengar pertanyaan bodoh dari Brian. "Jangan bodoh, Brian! Kita sama-sama tidak saling mencintai. Pernikahan kita hanya karena kebodohanku di malam itu. Jangan memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan hatimu," sahutnya tanpa beban sedikit pun. "Jangan mengikuti aku terus! Tunjukkan sebuah kamar di mana aku bisa beristirahat," ucapnya sambil memandang wajah pria yang terlihat sedih mendengar jawaban darinya.

Brian berjalan menuju ke kamarnya, diikuti oleh wanita itu di belakangnya.

"Istirahatlah di kamar ini." Brian membuka pintu kamar itu dan mempersilakan Imelda untuk masuk ke dalam.

Imelda tersenyum kecut melihat kamar yang terlihat begitu rapi di depannya. "Haruskah di kamar ini?" Wanita itu mengerutkan keningnya sambil menatap tajam calon suaminya. Dia ingat dengan jelas, di kamar itu juga di terbangun dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Sebuah kamar yang menjadi saksi bisu cinta satu malamnya bersama seorang pria yang sama sekali tak dicintainya. Imelda terlihat terdiam sejenak sambil sedikit berpikir. "Baiklah ... tak masalah berada di kamar ini," ucap Imelda lirih sambil masuk kedalam tanpa menutup pintunya. Dia pun langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang besar di kamar itu.

avataravatar
Next chapter