1 Prologue - Kecelakaan yang Mengerikan

Tahun 2003 bulan Juni di kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, Indonesia.

"Nana!" Suara seorang wanita paruh baya yang memanggil namanya terdengar di telinga seorang gadis remaja bernama Aegeana Lidya, yang biasa dipanggil dengan sebutan Nana.

Nana mengerang pelan dan membuka matanya perlahan. Hari masih gelap. Bulan dan bintang-bintang pun masih menggantung di atas langit cerah tak berawan. Namun dia harus tetap bangun dari tidurnya.

Hari itu adalah hari spesial bagi Nana. Dia akan pergi berlibur bersama dengan teman-temannya. Tentu saja sebagai relaksasi setelah menamatkan jenjang Sekolah Menengah Atas alias SMA. Juga sebagai relaksasi sebelum dirinya masuk ke dalam dunia kuliah dan dunia kerja.

Nana tersenyum sambil menatap keluar jendela. Lusinan bangunan terlihat dalam remang-remang, membentang luas seakan tak ada habisnya. Tak lama kemudian, jam beker di sebelah kasur berdering keras. Dia mematikan alarm dari jam beker dan bergegas keluar dari kamar.

Di luar kamar, Nana dapat melihat wajah lega Mamanya. Dia tersenyum dan terkekeh pelan kepada Mama. "Maaf, Mama. Ini anakmu sudah bangun," katanya.

Mama menggelengkan kepala dan mengelus pucuk kepala Nana. "Baiklah. Pergi mandi sana. Bau iler kamu habis bobo. Mama siapkan sarapan untukmu dulu."

"Baik, Mama!" Nana memberi gaya hormat ala upacara bendera di hari Senin. Kebetulan sekali hari itu memang hari Senin. Dia begitu bersemangat pagi itu.

Selesai mandi dan memakai baju, Nana tidak langsung menuruni tangga untuk pergi ke ruang makan, melainkan mengintip ke dalam kamar adik kembar laki-lakinya. Mereka masih tertidur pulas. Nana tersenyum melihat adik-adiknya yang hanya berumur dua tahun lebih muda darinya.

Semoga kalian baik-baik saja. Jangan nakal dan selalu mendengar perkataan Mama, batin Nana. Dia memakai tas punggung berisi beberapa barang pribadi dan mengangkat koper yang berisi baju-baju, lalu menuruni tangga.

Semenjak perceraian dengan Papa, Nana selalu melihat Mama kelelahan dan merenung tentang nasib ketiga anaknya. Hak asuh memang dimenangkan oleh Mama karena beliau adalah seorang pekerja keras, tidak seperti Papa yang kerjanya hanya setengah-setengah. Nana merasa kasihan dengan Mama yang selalu memikirkan anak-anaknya karena itu merebut senyuman di wajahnya.

Bertepatan dengan Nana yang menginjakkan kakinya di lantai satu, Mama pun baru saja keluar dari dapur. Mama meletakkan semangkuk kari ayam panas dan sepiring penuh nasi kepada Nana.

Wangi kari ayam tercium sangat beraroma dan halus di hidung Nana. Dan, itu membuat cacing-cacing di dalam perutnya meronta-ronta, ingin segera menikmati sarapan yang cukup mewah itu.

"Sini, Nak, makan dulu," kata Mama mengajak Nana untuk segera sarapan sebelum mobil yang disewa oleh gadis remaja dan teman-temannya datang menjemput.

Nana mengangguk dan menuruti perkataan Mama. Dia meletakkan koper dan tas di atas lantai dan duduk manis di meja makan, menikmati sarapan yang dibuat oleh Mama.

Selama sarapan berlangsung, Nana mendapatkan beberapa nasihat dari Mama. Nana setia mendengarkan sambil mengunyah nasi di mulut.

Bertepatan dengan nasihat panjang yang sudah selesai disampaikan oleh Mama, Nana juga sudah selesai dengan sarapannya. Tak lupa Mama memberikan sedikit uang saku kepada Nana, tapi gadis remaja itu menolaknya. "Aku sudah memiliki uang saku sendiri, Mama. Aku sudah mendapatkan kompensasi atas karya tulis yang ku terbitkan dalam sebuah platform online."

Namun Mama memaksa Nana untuk mengambilnya. Gadis remaja tetap menolak dan mengusulkan hal yang lebih bagus untuk beliau. "Lebih baik Mama memberikan uang saku ini sebagai uang jajan kepada Dove dan Dave. Mereka lebih membutuhkannya dibanding aku."

Mama akhirnya menyerah dan setuju untuk memberikan uang itu kepada adik kembar Nana, Dove Litch dan Dave Litch.

Nana mengeluarkan ponselnya dari dalam tas punggungnya. Dia memakai tasnya dan mengaktifkan ponselnya. Di bar notifikasi ponsel, terlihat ada sebuah pesan dari temannya yang mengatakan, "Sebentar lagi kami akan sampai di rumahmu". Pesan itu diterima olehnya satu menit yang lalu.

Nana langsung membalas pesan tersebut. Dia berkata dan bertanya, "Aku akan menunggu kalian. Siapa saja yang sudah ada di dalam sana?". Setelah menekan tombol kirim, Nana langsung berpamitan dengan Mama.

"Mama, Nana pergi dulu ya ...," kata Nana. Dia mengecup pipi Mama dan melambaikan tangan. Dia segera mengangkat koper dan keluar dari rumah. Berat rasanya walau hanya akan berpergian selama tiga malam empat hari.

Sebuah mobil berwarna hitam merk Toyota Kijang berhenti di depan Nana. Seorang pria paruh baya dengan kepala botak dan berwajah sangar keluar dari jok pengemudi. Dia mengulurkan tangan agar bisa memasukkan koper Nana ke dalam bagasi.

"Terima kasih." Nana tersenyum kepada si supir saat dia mengangkat koper.

Nana membuka pintu mobil. Ternyata anggota tur liburan mereka sudah lengkap dan hanya tersisa dirinya. Teman-temannya menyapa dirinya, dia menyapa balik lalu masuk ke dalam. Dia berada di jok penumpang tengah bersama dua temannya.

Jok paling belakang diisi oleh empat orang pemuda yang juga merupakan teman-temannya. Jok penumpang paling depan diisi oleh senior laki-laki kenalan para pemuda di jok paling belakang.

Sepanjang perjalanan, Nana dan teman-temannya tertawa. Mereka saling mengumpat dan bercanda. Dan, karena kelelahan, semuanya tertidur kecuali Nana. Dia berbincang-bincang pelan dan santai dengan pengemudi mobil.

"Jadi, ini mau liburan di Parapat ya, Non?" tanya supir setelah mendengar cerita singkat Nana tentang liburan dan rencana teman-temannya.

"Iya, Kak." Nana menjawab singkat, jelas, dan padat. Dia melihat dan menghitung pohon-pohon karet di perkebunan karet yang mereka lewati. Tak lama kemudian, perkebunan pohon karet tergantikan dengan ladang jagung berwarna emas dan sawah nan hijau memanjakan mata.

Nana mendengarkan musik klasik melalui earphone. Serenade no.13 for strings in G Major. Atau, yang lebih dikenal dengan nama Eine Kleine Nachtmusik, karya W. A. Mozart.

Nana memejamkan matanya dan sangat menikmati musik klasik yang mengalun pelan dari earphone. Musik klasik memang yang terbaik! pikirnya.

Beberapa saat berlalu, entah kenapa Nana merasa ada yang aneh. Dia melihat pupil supir mobil melebar dari kaca spion. Kemudian, dia melihat lurus ke depan. Matanya juga melebar. Beberapa mobil jatuh dari tebing, kemudian ada beberapa yang meledak.

Ledakan itu terdengar sampai ke dalam mobil, membuat teman-teman Nana terbangun.

"A- apa yang terjadi?!" Semua orang yang ada di dalam mobil sangat histeris. Tidak ada yang menyangka kalau mereka akan melihat hal mengerikan seperti itu.

Tak lama kemudian, sebuah truk pengangkutan barang melaju dengan cepat ke arah mereka. Supir mobil dan para penumpang langsung panik. Mereka tidak bisa menghindari tabrakan karena jalanan amat kecil. Di sebelah mereka adalah jurang. Tidak ada jalan untuk kembali.

Truk pengangkutan barang itu menabrak mobil yang ditumpangi oleh Nana dan teman-temannya. Padahal Danau Toba sudah ada di depan sana, tinggal masuk melalui gerbangnya saja. Naas sekali. Ironis sekali.

Mobil mereka jatuh dari atas menuju bawah tebing. Semua orang termasuk Nana mengalami pendarahan dan patah tulang hebat.

Nana bisa melihat secara samar kalau regu penyelamat sudah datang, tapi mobil mereka adalah salah satu yang meledak. Terbakar habis.

avataravatar
Next chapter