9 BAB 5

Perlahan kubuka mataku, cahaya putih menyilaukan menyambut pandanganku. Aku memerlukan beberapa saat untuk menyesuaikan diri hingga akhirnya penglihatanku sudah normal, namun kepalaku rasanya sakit sekali.

"Aku ada dimana? Apakah ini dikamarku?" pikirku. Kulihat sekeliling dan aku tahu ada dimana ini, ini bukan kamar tidurku tapi ini adalah kamar rumah sakit. Sekilas aku mengingat kejadian malam itu, malam kecelakaan mobil keluargaku.

"AYAH, IBU, KAKAK!" aku memanggil keluargaku. Aku sangat khawatir dengan keadaan mereka karena terakhir kulihat, mereka tidak sadarkan diri. Namun, tiba-tiba kepalaku terasa sakit sekali.

"Dokter, Dokter, pasiennya sudah sadar!" panggil seorang suster yang baru masuk sambil mendekati aku.

"Sus, bagaimana keadaan keluargaku? Ayah, Ibu, dan Kakakku, dimana mereka Suster?" tanyaku kepada suster sambil menahan rasa sakit kepalaku.

"Sudah, kamu lebih baik istirahat dulu ya," ucap suster itu.

Aku tidak mau istirahat sebelum aku melihat kondisi keluargaku, namun kepalaku rasanya sakit sekali hingga membuatku berbaring lagi. Samar-samar aku melihat seorang dokter mendekat ke arahku dan memeriksa kondisiku.

***

Sudah satu minggu aku berada di rumah sakit ini sejak kecelakaan itu terjadi. Hanya ada suster yang merawatku dan aku baru mengetahui kabar keluargaku tadi malam. Kabar yang sudah aku duga namun, aku berharap bukan kabar itu yang kudengar.

***

"Besok, kamu sudah boleh pulang," kata dokter tadi malam.

"Bagaimana kondisi keluarga saya, Dok?" pertanyaan yang selalu aku tanyakan pada dokter setiap beliau memeriksaku.

"Pada malam kecelakaan itu, hanya kamu dan lima orang penumpang kereta yang dapat diselamatkan," jawab dokter itu dengan hati-hati.

"Terima kasih Dok," jawabku sambil tersenyum getir. Sesak sekali rasanya dadaku mendengar kabar itu, rasanya seluruh badanku lemas dan tidak berdaya.

"Kamu harus sabar, Tuhan masih sayang kepadamu. Tuhan masih memberikan kamu kesempatan untuk menjalani hidup ini. Kamu harus kuat dan pantang menyerah, Dokter yakin orang tuamu tidak ingin melihatmu bersedih dan putus asa," ucap dokter itu sambil menepuk-nepuk pundakku kemudian keluar meninggalkanku sendiri di kamar itu.

Aku hanya mendengarkan ucapan dokter itu. Hatiku hancur, semua kenangan bersama keluargaku berputar-putar seperti roll film mengingatkanku tentang semua kejadian yang pernah kami alami bersama suka maupun duka hingga kejadian kecelakaan yang merenggut semuanya dariku. Air mata perlahan membasahi pipiku, semakin lama semakin deras air mataku. Aku menangis pilu sepanjang malam. Aku tidak kuasa menahan rasa sakit ini, ingin rasanya aku mengakhiri hidupku saja dan berkumpul bersama mereka di alam sana. Menangis sepanjang malam terasa sangat melelahkan hingga aku pun terlelap.

***

avataravatar
Next chapter