Pukul 8 pagi suster membangunkanku untuk sarapan dan memberikanku baju ganti. Setelah sarapan, aku membersihkan diri dan bersiap-siap karena hari ini aku sudah boleh pulang ke rumah. Mataku sembab karena tangisan semalam. Setelah aku selesai merapikan diri, aku menemui dokter untuk berterima kasih dan berpamitan.
"Selamat pagi Dok," sapaku.
"Selamat pagi, silakan masuk," jawab dokter sambil menulis sesuatu. Dokter pun menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arahku yang sedang duduk, "Oh Nak Melati, ada yang bisa saya bantu? Rencananya mau pulang jam berapa?" lanjutnya.
"Ini Dok, saya kesini mau berterima kasih sama Dokter karena sudah mengobati saya sampai kondisi saya bisa sehat lagi. Saya juga mau berpamitan, rencananya saya mau pulang jam 10 pagi ini," kataku sambil tersenyum kecil.
"Syukurlah kalau kamu merasa seperti itu, saya senang mendengarnya dan saya disini hanya menjalankan kewajiban saya sebagai seorang dokter," jawab dokter itu sambil tertawa kecil.
"Rumahmu dari rumah sakit ini lumayan jauh, apakah ada yang akan menjemput atau mengantar kamu kesana?" tanyanya.
"Tidak ada Dok, sepertinya saya akan naik kendaraan umun saja," jawabku.
"Oh, kalau begitu biar dokter antar saja kamu ke rumah," kata dokter itu.
"Tidak perlu Dok. Saya bisa pulang sendiri dan disini juga sepertinya sedang banyak pasien yang berobat," kataku.
"Tidak apa-apa kok, lagi pula siang ini dokter sedang ada tugas di puskesmas di desamu dan disini akan ada dokter lain yang menggantikan saya," jawab dokter itu sambil melihat jam tangannya.
"Baiklah Dok," jawabku. Aku menerima ajakan Pak Dokter itu karena aku juga tidak memiliki uang untuk naik kendaraan umum.
"Yasudah, kamu tunggu di depan pos satpam. Saya mau meyiapkan barang bawaan dan ngambil mobil di tempat parkir," kata dokter itu.
"Baik Dok, saya permisi dulu. Terima kasih Dok," jawabku sambil keluar ruangan. Dokter membalas dengan anggukan kecil sambil tersenyum.
Aku keluar dari ruangan dokter dan berjalan di koridor rumah sakit sambil mengumpulkan semangat untuk menjalani kehidupan ini. Aku berpikir bagaimana aku menyiapkan seluruh keperluanku, bagaimana cara agar aku bisa mengumpulkan uang, bagaimana aku bisa melanjutkan sekolah dengan normal, dan aku terus berpikir tentang banyak hal. Tiba-tiba satu hal terlintas dibenakku, satu pertanyaan yang menjadi pertanyaan terbesarku. "Bagaimana aku bisa hidup tanpa keluargaku," pikirku. Tidak terasa air mata mengalir dari mataku, aku segera menggelang dan mengusap air mataku. "Aku tidak boleh terus bersedih seperti ini. Aku harus kuat, Ayah, Ibu, dan Mas Andi pasti akan bahagia jika melihat aku bisa melewati hari-hari ini dengan semangat dan tersenyum. Kamu pasti bisa Melati. Semangat!" aku menyemangati diriku sendiri dalam hati. Lalu, aku mempercepat langkahku di koridor menuju pos satpam.
"Eh Mbak Melati, saya cari kemana-mana Mbaknya nggak ada," suster yang biasa merawatku, memanggil sambil berjalan ke arahku.
"Maaf ada apa ya, Sus?" tanyaku.
"Ini, saya mau ngasih barang-barang yang ada di mobil waktu itu. Siapa tahu Mbak Melati membutuhkannya," kata suster itu sambil memberikanku sebuah tas besar.
"Terima kasih Sus. Oh iya Sus, saya mau berterima kasih karena suster sudah merawat saya selama berada di rumah sakit ini," kataku sambil menerima tas besar itu.
"Sama-sama, jangan lupa jaga kesehatan, ya," jawabnya.
"Saya pamit dulu ya Sus," aku menyalaminya dan berpelukan. Suster itu membalas pelukanku sambil mengelus rambutku. "Hati-hati di jalan, ya," bisik suster itu.
Aku mengangguk dan berlalu meninggalkannya di koridor. Aku pun melanjutkan perjalananku ke pos satpam.
***