1 Bolehkah ku membenci laki-laki?

Kepalaku sakit sekali rasanya, setelah semalaman menangis tanpa henti. Kantung mataku lembek, menghitam, bengkak dan merah. Celak yang luntur sampai ke pipi. Bulu mata palsu yang sebelah sudah jatuh sementara yang lainnya menggantung di sisi mata yang lain. Rambutku acak-acakan tidak tertata rapi. Tidak sanggup bahkan untuk merapikannya kembali. Lipstik yang cemang cemong belum sempat dibersihkan. Bahkan sehabis pertemuan semalam sekedar membersihkan mukaku pun aku enggan. Baju pesta yang masih terpasang sejak kemarin malam. Tas cangklong dan highheels yang dibiarkan berserak di karpet bulu kamar, tidak tertata pada tempatnya. Bekas barang-barang yang aku acak-acak untuk melampiaskan emosiku semalam. Aku benar-benar bukan manusia. Aku zombie yang menyedihkan. Gila!

Sudah begitu, aku meneruskan kembali tidurku, ku tutupi tubuh buruk rupa ini dengan selimut. Aku bersembunyi di balik selimut tebal bergambar grizzly bear. Berharap bahwa ketika nanti aku bangun, semua yang terjadi adalah mimpi semata. Keputusan Jeck untuk meninggalkanku itu semua adalah bohong dan dia sedang membuat konten prank yang biasa dilakukan oleh para youtuber. Semoga hanya prank, semoga ini bukan kenyataan. Aku kembali terlelap dalam tidur.

***

Marsya sedang menelepon Susan, yang sedari tadi belum nongol di kantor, padahal dia biasanya tak pernah terlambat.

"Aduh, Susan, kenapa sih gak angkat telpon aku", kata Marsya ngedumel pada dirinya sendiri. Tampak kegelisahan di wajahnya. Cemas berpadu dengan khawatir jika mungkin terjadi sesuatu terhadap sahabatnya itu. "Ahh.. Susan!", keluhnya lagi.

"Ada apa, Sya? ", tanya Bimo yang sedari tadi memperhatikan tingkah Marsya.

"Susan, Bim. Dia belum berangkat ke kantor", kata Marsya. "Tuh lihat, mejanya masih kosong", lanjut Marsya sembari menunjuk meja kerja Susan. "Aku takut Susan kenapa-napa Bim, Lo tau kan kemarin dia tiba-tiba pulang gitu sambil nangis", cerita Marsya. Bimo juga bingung harus bagaimana untuk menenangkan pikitan dan perasaan yang tengah dirasakan Marsya.

"Gini aja, gue nanti minta tolong sama Rina buat nyamperin Susan ke apartemennya", kata Bimo memberikan solusi.

"Kok nanti sih, Bim. Sekarang dong! Keburu dia mati bunuh diri", jawab Marsya hilang kendali.

"Astaga, lu kalo ngomong dijaga deh, amit-amit kalo sampai Susan bunuh diri mah. Udah, deh, gak usah mikir yang macem-macem, gue percaya kok, dia gak akan ngelakuin hal bodoh kaya gitu, dia kan wanita yang kuat", nasih Bimo.

"Huhuhu, tapi aku khawatir Bim, aku khawatir banget", kata Marsya, air matanya sudah tidak bisa dibendung lagi. "Jeck emang brengsek.. brengsek.. aku benci sama Jeck, huhuhu", umpat Marsya. "Nih, tisue", kata Bimo sambil memberikan tisue yang dia ambil dari meja kerjanya. "Tuh umbel Lu dilap, hati-hati celak Lu luntur", ledek Bimo.

"Gak lucu tau Bim", rajuk Marsya.

"Oh iyaa ini udah ada jawaban dari cewek gue, katanya dia lagi siap-siap mau ke rumah Susan. Udah mending sekarang kita selesein kerjaan kita, habis itu kita susulin Rina ke rumah Susan", nasihat Bimo.

"Marsya tarik nafas.. Huuuhh.. Haaahh.. Huuhh.. Haaah.. ayo berpikir rasional", kata Marsya menenangkan diri.

"Nah..ini baru Marsya, sahabat gue", kata Bimo mencoba menghibur Marsya.

***

avataravatar