webnovel

Bab 1. Berpacu Melawan Waktu.

Dia mengendarai sepeda motor seperti orang gila. Hoya pasti membunuhnya ketika dia menemukannya menggunakan 'Bayinya'. Tapi Harley adalah alat transportasi tercepat yang bisa Tistha dapatkan dalam waktu singkat.

Mengenakan T-shirt tanpa lengan, jeans robek dan sepatu kets. Matahari dan angin menerpa wajahnya tanpa ampun. Tapi dia memiliki banyak hal dipikirannya untuk diperhatikan.

Gudang itu berada dipinggiran Jakarta, Tistha memutar kepalanya dan memperlambat Harley sambil bergumam "Berapa nomornya lagi? Ah 111 – tentu saja, gudang di ujung terjauh!"

Sambil menyalakan mesin, Tistha langsung menuju ke tepi jalan. Dia bisa mendengar suara detak jantungnya diantara deru mesin.

Dia tergelincir dan hampir kehilangan kendali saat mengendarai Harley.

"Jangan sampai aku terlambat," Tistha berdoa dan mulai berlari.

Itu adalah syuting MV rahasia. Hanya orang – orang tertentu saja yang tahu tentang waktu dan lokasi. Hanya para pemain, kru dan pegawai ekstra yang tahu. Dan tentu saja dirinya sendiri.

"Kenapa aku menjadikan ini urusanku? Aku kan dipecat?" Tistha bergumam pada dirinya sendiri saat dia mendorong pintu besar itu terbuka.

Tistha berlari secepat yang dia bisa, mata dan pikirannya focus ke depan. Memperhatikan gudang yang panjang, lebar dan dalam. Mata Tistha melirik keatas dan memperhatikan ada banyak kru.

"Dimana penembaknya? Aku harus dengan cepat mencari tahu!"

Dia menuju ke suara petikan gitar.

"Rengga!" pikirannya menjerit.

Suara gitar Rengga yang menggelegar dan Bagus yang memukul drum sekeras yang dia bisa.

Gadis –gadis juga menari seksi di sekitar mereka, dan kamera yang mengambil setiap gerakan.

Dan jika si penembak menginginkannya, maka itu menjadi video klip terakhir Rengga.

"Tidak!" pikiran Tistha menjerit.

Dia berlari melewati kru yang terkejut melihatnya. Bahkan produser memanggil namanya.

Para juru kamera mencoba memblokirnya tapi dia dengan ahli menghindarinya.

"Minggir, jangan halangi aku!" Tistha berteriak.

Dia menyingkirkan gadis – gadis penari itu.

Lebih dekat.

Lebih dekat dengannya.

Kemudian, semua orang terkejut dan suasana tiba – tiba menjadi sunyi.

Dia merasakan panas dan sakit di punggungnya.

"Tistha! Tistha!" Rengga menangis.

Kemudian Rengga menahan tubuh dan memeluknya.

"Kamu aman Rengga!" Tistha berbisik, dia hampir setengah sadar.

Pendengarannya memudar, dia mendengar teriakan untuk menelepon ambulance.

Tistha merasa dingin, bahkan ketika lengan Rengga di sekelilingnya. Dia tahu dia kehilangan indra perabanya.

"Tistha! Tolong jangan tutup matamu, Lihat aku! Kami sudah meminta bantuan," air mata Rengga jatuh di wajahnya tapi dia tidak bisa merasakannya.

Mata Tistha kabur dan dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Rengga.

"Mengapa?" Rengga memeluknya dan terisak.

"Karena aku mencintaimu Rengga!"

Lalu Tistha kehilangan kesadaran.

Next chapter