4 Seperti Manusia Kera

Keesokan harinya, teman-teman Zahra yang bermain air semuanya izin sakit. Kecuali Zahra yang tetap segar bugar. Zahra memang memiliki sistem imun yang sangat kuat, gara-gara sering bermain dengan Aria dulu, ia justru menjadi tidak mudah sakit, apalagi kalau cuman terkena hujan.

Namun imunnya tetap menjadi paling buruk apabila berhubngan dengan kulit. Ia sudah menderita alergi kulit setiap malam, jadi kenapa dia harus takut lagi?

Lagian alergi itu hanya datang dan pergi, jika malamnya datang, paginya alergi itu hilang dengan sendirinya.

Meskipun begitu, hari itu tampaknya tetap menjadi hari sial bagi Azzahra. Ia tidak sadar bahwa sekomplotan teman-teman lelakinya sudah berencana untuk menghajarnya hari ini. Mereka ingin menghukum Azzahra karena berkali-kali mempermainkan mereka.

Sebenarnya tidak masalah bagi Azzahra untuk berkelahi dengan segerombolan temannya itu, toh biasanya Zahra selalu menang.

Ketika jam kedua, dimana tidak ada guru, mereka mulai berbisik-bisik untuk merencanakan aksinya pada Zahra.

Sebenarnya sebagian besar anak-anak dikelas tau perihal rencana penghukuman Azzahra ini, namun mereka sengaja tutup mulut, karena tidak ingin dibully sama segerombolan itu. Lagian sia-sia juga mereka beritahu pada Azzahra, toh Azzahra juga pernah membully mereka, jadi biarkan saja Azzahra mendapatkan pelajaran dari segerombolan teman bermainnya sendiri.

Saat itu, Zahra sedang bermain tebak kata Bahasa Inggris dengan Rian. Rian adalah anak yang baik dan alim, ia tidak pernah jahil dengan Zahra dan dengan siapapun. Ia bahkan dijadikan korban bullyan dikarenakan sikapnya yang alim tapi tidak cupu, namun ia tidak bisa menghindar dari gangguan Azzahra, mengingat Zahra pasti mengganggu siapa saja yang ada disekitarnya tanpa pandang bulu. Rian punya pemikiran yang cerdas, ketika Azzahra mulai mengganggunya, ia selalu memanfaatkan kesempatan itu dengan mengajak Azzahra bermain tebak kata. Ia tahu Zahra suka bermain dan tidak akan keberatan dengan permainan apapun yang ditawarkan.

Azzahra punya karakteristik ketika bermain, yakni fokus dengan permainan itu, seperti saat ini, Azzahra begitu asyik mencoret-coret blackboard dengan kapur, mengisi setiap soal yang diberikan Rian.

Segerombolan itu yang terdiri dari Amos dan Sandy yang kekar, gagah, berani, dan beberapa hari ini berseteru dengan Azzahra. Imam, Ali dan Hendi yang selama ini tidak pernah bermasalah ketika diganggu oleh Azzahra. Namun Azzahra pernah membuang pulpen kesayangan Imam di dalam parit, mengganggu Hendi hingga menangis, dan bersilat lidah dengan Hendi. Orang yang paling berpengaruh dalam gerombolan ini adalah, Doni, orang yang paling tinggi, kuat dan gemuk satu sekolah. Mereka bukanlah geng, mereka hanya sekumpulan orang-orang yang punya dendam yang sama. Mereka bergerak dibawah izin Kristan, sang ketua kelas yang juga ingin memberi pelajaran bagi Azzahra. Pelajarannya gak seserem rencana mereka kok, hanya mencoret wajah mulus Azzahra dengan spidol permanen. Meskipun rencananya sederhana, pelaksanaannya tidak mudah, Azzahra itu bocah yang lincah dan kuat, sulit sekali menahan atau menyerangnya, jika tidak pada titik yang tepat.

"Gimana nih kita mulainya? Dia lagi main dengan Rian tuh" bisik Amos "Aku udah gak sabar banget kasi dia pelajaran"

"Caranya begini, Amos, Imam dan Hendi, alihkan dia dari Rian, supaya dia berubah fokus pada kita. Setelah itu kalian arahkan dia kepojok kelas tempat kita kompromi ini, nanti Sandy dan Kristan harus sudah siap menahan kedua tangannya" Doni menjelaskan

"Aku gak mau ikut campur, kalian aja" Kristan segera menolak "Aku kan ketua kelas, kalau ketahuan bahaya"

Doni menatap Kristan dengan kesal lalu menyingkirkannya dari kerumunan.

"Gini aja, aku, Hendi dan Ali yang mengalihkannya. Nanti Amos dan Sandy yang menahannya, kalian kan kuat. Kalau dia ternyata masih bisa lolos, Doni turun tangan" kata Imam.

Mereka pun setuju, segeralah mereka beraksi. Imam mulai mengganggu Azzahra dengan menembakkan dasi kepadanya. Hanya pancingan. Zahra mengacuhkannya karena masih asik bermain dengan Rian.

Berkali-kali Imam menembakkan dasi padanya, tapi Zahra tetap saja mengabaikan. Hingga Hendi ikut ambil tindakan, ia dengan berani menarik dasi Zahra. Namun, Azzahra hanya menatapnya dengan kesal

"Gak usah diladenin Zahra, mereka itu sengaja mau ganggu kamu" kata Rian memperingati.

"Diam kamu Rian" bentak Hendi "Zahra ayo kita main, jangan main sama Rian, dia itu cemen"

Zahra tetap saja mengabaikan Hendi dan Ali, bahkan ia juga tidak mengindahkan peringatan Rian, ia benar-benar-benar sedang fokus.

Amos yang tidak sabaran dan semakin kesal karena Zahra mengabaikan rencana mereka, segera mengambil penghapus lalu dicamplok di wajah dan rok Zahra berkali-kali. Zahra menjadi terbatuk-batuk dan matanya kabur. Ia bermaksud membalas Amos, namun Amos berlari kesana kemari untuk menyelamatkan diri, Zahra bahkan melupakan Rian yang terus memanggilnya.

Rian pun ikut kesal lalu duduk menyendiri dikursinya.

Amos yang merasa rencananya mulai berjalan, segera berlari ke pojok kelas dan berhenti disana. Hendi, Ali, dan Doni sudah siap siaga untuk menangkap Zahra.

Ketika Azzahra tiba di pojok kelas, Ali dan Hendi tiba-tiba memegang tangan Zahra. Zahra terkejut dan buru-buru melepaskan diri. Namun Sandy segera menahannya agar tidak kabur, jika ia sudah berhasil kabur, akan sulit menangkapnya lagi.

Meskipun sudah ditahan 3 orang, Azzahra tetap bisa melepaskan diri, karena mereka tidak menahan di titik yang tepat. Zahra pun tersadar bahwa ia terancam, ia segera mengambil jarum di saku bajunya. Namun sebelum itu berhasil, Doni segera turun tangan, ia memeluk Zahra dari belakang (Zahra hanya setinggi perutnya) dan menahan lengan atas Zahra. Setelah itu, barulah Hendi, Ali dan Amos menahan tangan dan kakinya. Skak mat. Zahra tidak bisa meronta-ronta lagi.

Kristan menertawakan Zahra, "Emang enak, tau rasa loh"

Muncullah Imam dan Sandy membawa spidol permanen ditangannya.

"Cepat coret mukanya, dia mau lepas nih" peringat Doni.

Zahra terbelalak dan mulai khawatir, ia akan sangat marah jika mereka beneran mencoret spidol itu diwajahnya.

"Diamlah, gak akan lama kok. Kita akan buat pelan pelan dan serapi mungkin, hasilnya pasti bagus kok" Sandy menenangkan Zahra dengan nada yang lembut, seolah Zahra akan dengan polosnya membiarkan dia mencoret wajahnya. Teman-teman dikelas bahkan menertawakan peringatan Sandy.

Doni menahan Zahra lebih kuat, dan Sandy akhirnya bisa melukis kumis kucing diwajah Zahra.

"Woy, jelek banget hasilnya" komentar Imam

Sandy tertawa "Biarin aja, habis dia banyak gerak"

Mereka mengamati wajah Zahra seperti mengamati lukisan indah yang dicoret.

"Ada yang kurang Sandy! Sini aku tambahin" Imam kemudian menambah janggut dan kumis. Mereka tertawa terpingkal-pingkal dengan karyanya. Emosi Zahra semakin tersulut, ia malu dan kesal. Rasanya ia ingin menangis saja, tapi itu sangat memalukan.

Oke, Zahra harus mengeluarkan tenaga ekstranya, tepat ketika Imam hendak menambahkan alis mata untuk Zahra. Zahra meronta sangat kuat hingga spidol itu menusuk tulang matanya tanpa sengaja.

Tusukan itu membuat kantong air mata Zahra pecah secara alami. Karena terlanjur menangis, Zahra menangis saja sesuka hatinya. Ia meronta hingga Doni benar-benar lepas kendali, dan ia menendang Amos dan Sandy yang ada didepannya. Gerakan itu terlalu cepat dan tiba-tiba sehingga mereka tidak sempat melindungi diri, Zahra bahkan menarik kerah baju Hendi hingga dua kancing baju seragamnya terlepas.

Tidak sampai disitu, Zahra juga mendorong meja-meja yang menghalangi geraknya. Hingga mereka yang duduk disana terpelanting ke lantai. Zahra mengangkat kursi dan menghancurkannya. Entah dari mana kekuatan yang dia dapatkan, Rian bahkan tak lagi berkedip melihat tingkah temannya yang tidak mau mendengar nasihatnya tadi.

Beberapa orang dikelas jadi panik dan berlarian ke pojok kelas. Zahra menumbangkan semua meja dan menghempas apa saja yang ada didekatnya, termasuk papan tulis. Ia juga menghempaskan jurnal kelas dan menginjaknya, padahal jurnal kelas adalah buku yang paling dijaga oleh wali kelas.

Setelah membuat kekacauan dikelas, Azzahra jadi malu sendiri, ia pun sembunyi didalam WC. Mencoba menghapus spidol diwajahnya.

Segerombolan yang menjahili Azzahra lebih panik lagi, mereka mengira Zahra hendak bunuh diri. Kristan buru-buru melapor kepada Pak Surya, guru penjas yang sedang piket hari itu. Tidak butuh waktu lama, kabar Zahra gantung diri di WC tersebar sampai di kelas 3. Semua orang mengerumuni pintu WC, bahkan Imam dengan beraninya mengintip Zahra lewat ventilasi.

Zahra terkejut melihat wajah Imam muncul di ventilasi, mood menangis Zahra menghilang. Pikiran bermainnya kembali datang, ia menyiram Imam dengan dengan air, namun Imam mengelak dan air itu mengenai Pak Surya yang ternyata berdiri di depan pintu WC. Sungguh malang.

"Zahra, keluar Zahra" suara hangat Pak Surya tedengar. Sepertinya ia tidak marah. Zahra pun keluar dari WC dengan malu-malu. Sungguh ia sama sekali tidak kepikiran soal bunuh diri, ia bahkan heran kenapa mereka bisa berpikir bergitu.

Pak Surya menuntun Zahra kembali ke kelas dan duduk kembali di kursinya. Rian yang duduk dibelakang Azzahra tersenyum kepadanya, namun Azzahra masih grogi jika tersenyum secepat itu, lagian semua orang dikelas juga senyum-senyum kok, palingan mereka menertawakan wajah Zahra yang mirip seperti manusia kera. Zahra menatap kelas dengan tajam, kelas yang kini sudah rapi meski baru sebentar ia tinggalkan.

"Zahra, kenapa kamu menangis tadi?" tanya Pak Surya dengan lembut.

"Mereka mencoret wajahku dengan spidol" Zahra menujukkan coretan diwajahnya yang tidak akan hilang dengan cepat. Pak Surya tampak menahan senyum melihat bentuk coretan itu. Namun lagi-lagi Zahra menatap Pak Surya dengan tajam.

"Siapa-siapa yang mencoretnya, maju kedepan" perintah Pak Surya.

"Mereka semua bekerjasama Pak, tapi yang mencoret wajahku hanya Sandy dan Imam"

"Kami cuma menahan pergerakannya aja pak" Doni meluruskan. Ali, Hendi, dan Amos menyetujui.

"Benar begitu?" Pak Surya menanyakan kepada saksi dikelas.

"Benar pak" Kristan menjawab dengan cepat.

"Kalau begitu semua orang yang menahan Zahra maju kedepan. Lalu minta maaflah pada Zahra"

Doni, Imam, Ali, Hendi, Amos dan Sandy maju kedepan lalu satu persatu minta maaf kepada Azzahra. Mereka meminta maaf dengan tulus, sama sekali tidak terpaksa. Toh dari awal mereka bertujuan memberi pelajaran pada Azzahra dalam ruang lingkup bermain.

Azzahra menatap mereka dengan tatapan mengejek, seolah mengatakan kalau dirinya menang lagi.

Setelah meminta maaf, Pak Surya menyuruh mereka semua duduk kecuali Imam dan Sandy.

"Zahra, karena mereka berdua sudah mencoret wajahmu. Bapak kasi kesempatan untuk kamu balas mencoret wajah mereka"

"Gak usah pak, saya sudah memaafkan mereka" tolak Azzahra

"Gak apa-apa kok Zahra, gak usah takut, coret aja, mereka gak apa-apa kok" kata Pak Surya

Imam dan Hendi pun mengangguk pasrah, mereka saling melempar senyum innocentnya pada Zahra. Zahra pun jadi tidak tahan untuk tertawa juga. Lagian mereka semua itu temannya, dan Zahra tau mereka hanya bermaksud menjahili Zahra saja. Toh setelah ini mereka tidak akan jera, baik Zahra ataupun mereka.

Azzahrapun akhirnya dengan senang hati melukis kumis kucing, janggut dan alis mata untuk mereka. Ia juga menambah bunga-bunga dan motif batik di wajah mereka.

Imam dan Sandy saling pandang, lalu menertawakan wajah masing-masing, Zahra dan Pak Surya juga menertawakan wajah mereka. Semua orang dikelas pun ikut tertawa.

Setelah Pak Surya keluar dari kelas, Zahra juga meminta maaf secara terang-terangan pada Yuna, menutup masalahnya kemarin dan membuka kesempatan baru untuk membullynya lagi dikemudian hari.

avataravatar
Next chapter