webnovel

PUTRI TERATAI BIRU

Harum dupa tercium di udara, Lyn telah bangun sepenuhnya karena aroma tersebut. Kepalanya terasa sangat pusing.

Gadis itu menatap sekeliling dan mendapati semua sudut begitu asing, klasik, tetapi anehnya sangat indah. Ia berada di sebuah kamar menara yang besar dan berjendela banyak. Beberapa dari jendela itu dibiarkan terbuka sehingga cahaya matahari dan aliran udara dari luar dapat masuk ke dalam. Kemudian pada setiap sisi dinding kamarnya, dipenuhi oleh ukiran-ukiran naga dan deretan lukisan aksara kuno.

Saat itu tubuh Lyn tengah terbaring di atas tempat tidur kayu berkelambu dengan selimut dan seprai lembut yang seputih salju. Menghiraukan rasa pusingnya, Lyn berusaha untuk bangun dan beranjak dari tempat tidur, namun ia malah terjatuh ke lantai.

Erangan kesakitan keluar dari mulut Lyn, tanpa disadari gadis itu langsung memegangi kakinya. Lyn pun akhirnya tahu bahwa penyebab dirinya susah berjalan adalah karena kedua betisnya mengalami lebam-lebam parah. Semua lebamnya berwarna biru keunguan dan ada sedikit goresan-goresan panjang mengitarinya, lebam-lebam itu juga seperti sudah diolesi semacam salep berwarna kehijauan.

Lyn ingin menangis, sekarang dia sudah benar-benar siuman dan rasa sakit di kakinya itu terasa menyiksa, sampai-sampai Lyn berharap untuk pingsan lagi saja.

Mendengar suara Lyn yang kesakitan, seseorang tiba-tiba masuk dari pintu kamar yang tadinya tertutup. Lyn pun menengadah untuk melihat sosok yang mendatanginya itu.

Ternyata yang masuk adalah seorang pria muda berwajah tampan, berjubah abu-abu gelap, dan berambut coklat sebahu yang saat itu di ikat setengah ke belakang. Ia memiliki hidung dan bibir berukuran sedang tetapi selaras dengan wajahnya yang oval, lalu ia juga memiliki sepasang mata monolid yang indah. Tubuh orang itu pun tinggi dan pinggangnya ramping, walau begitu ia juga berotot. Dilihat secara keseluruhan, penampilannya sangat gagah seperti seorang prajurit.

"Nona, Anda tidak apa-apa?" Laki-laki itu bertanya dengan bahasa kaku bernada cemas tapi sangat kontras sekali dengan sikap tenangnya. Sekarang jarak antara dia dan Lyn semakin dekat. Entah mengapa suaranya terasa tak asing bagi Lyn, sungguh merupakan suara yang enak didengar.

Lyn tak menjawab. Pupil mata berwarna coklat terang yang dimiliki laki-laki itu terlihat sangat cantik sehingga untuk sesaat Lyn terhipnotis dan melupakan rasa sakit di kakinya.

Ya ampun, apa orang ini baru saja keluar dari komik? Pikir Lyn terpana.

Melihat tak ada jawaban sama sekali dari gadis itu, laki-laki tersebut memutuskan untuk membantu Lyn.

"Maaf, izinkan saya melakukan ini."

Dengan hati-hati pria muda itu mengangkat tubuh ringan Lyn dari lantai, menggendongnya sampai ke sisi tempat tidur. Gadis tersebut duduk di sana dalam keadaan tak mampu berkata-kata karena terkejut atas tindakan orang itu. Wajah Lyn sekarang bersemu merah dan ia tertunduk malu.

"Anda telah tertidur selama dua hari, Nona. Saya senang sekali Anda sudah siuman. Tentu Yang Mulia pun pasti tak sabar ingin segera bertemu dengan Nona untuk mendengar kisah Anda." Kata laki-laki itu. Lalu seperti orang yang teringat akan sesuatu, ia tiba-tiba membungkuk di hadapan Lyn. "Oh, maafkan atas kelancangan saya yang tidak memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Shu, sesuai titah Yang Mulia, mulai hari ini saya akan mendampingi Nona untuk lebih mengenal ruang lingkup kerajaan. Kami berharap Nona dapat secepatnya merasa nyaman dan bisa beradaptasi di Istana ini. Jika Anda ada pertanyaan dan dalam kesulitan, saya selalu siap membantu."

Melihat sikap Shu itu, Lyn mengambil kesimpulan bahwa Shu pasti adalah orang kepercayaan utama di tempat tersebut.

"Terimakasih, aku menghargainya." Lyn membuka suara, ia terdengar agak parau sehingga ia berdeham beberapa kali.

Tenggorokan kering, tubuh dan kaki yang kesakitan serta kepala yang pusing. Sungguh perpaduan hebat. Lyn menggerutu dalam hati.

Melihat Lyn seperti itu, Shu cepat-cepat memasang sikap tegap kembali. Ia segera berjalan ke arah meja kayu di sebelah tempat tidur, di mana terdapat sebuah kendi air dan sebuah cangkir kuno dari keramik berlukiskan bunga teratai yang tampak mahal.

Setelah Shu memenuhi cangkir dengan air putih dari dalam kendi, ia lalu memberikan cangkir tersebut kepada Lyn.

Lyn menerima cangkir dari Shu. Gadis itu merasa tidak ada yang mencurigakan dari air putih yang diberikan padanya. Air putih itu tidak berbau apa pun dan tampak selayaknya air putih biasa. Sepertinya Shu terlihat bisa dipercaya, lagi pula Istana itu agaknya membutuhkan Lyn sehingga tidak mungkin dia dibunuh dengan racun begitu saja.

Lyn pun meminum air putih di dalam cangkir sampai habis. Tenggorokannya kini sedikit lega.

"Apa Anda ingin secangkir lagi?"

"Tidak, cukup untuk sekarang. Terimakasih." Tolak Lyn halus. Shu tersenyum sembari mengambil cangkir dari tangan Lyn dan meletakkannya kembali di atas meja.

Shu sangat ramah juga cekatan dan Lyn menyukai itu, sehingga ia merasa sedikit nyaman bersamanya.

"Tuan Shu."

"Cukup Shu saja, Nona." pinta Shu dengan tatapan tenang ke arah Lyn.

Lyn tersenyum kecil. "Setidaknya izinkan aku memanggilmu dengan sebutan Tuan, karena rasanya lebih nyaman seperti itu untuk sekarang."

Shu terdiam sejenak sebelum akhirnya ikut tersenyum. "Baiklah."

Lyn pun melanjutkan. "Perkenalkan, namaku adalah Lyn."

Gadis itu mengangguk sopan kepada Shu yang langsung membalasnya dengan cara yang sama. Lyn memutuskan untuk tidak memperkenalkan diri dengan nama lengkapnya, yaitu Amilyn. Di sepanjang hidupnya, orang-orang pun lebih suka memanggil dia 'Lyn' ketimbang 'Ami'.

"Banyak sekali yang ingin kutanyakan, dan aku berharap dapat mempercayai Tuan Shu untuk menjawab semuanya dengan jujur."

"Tentu saja, Nona Lyn."

"Pertama, aku sekarang ada di mana?"

"Anda sekarang ada di Kerajaan Daratan Ma, tepatnya di wilayah salah satu kerajaan, yaitu Shyma."

Lyn berusaha mencerna jawaban Shu yang menurutnya seperti omong kosong itu.

Wilayah kerajaan? Sistem utama pemerintahan negara sudah bukan berbasis kerajaan lagi. Lalu apa pula itu Kerajaan Ma? Sepertinya tidak ada dalam sejarah yang pernah Lyn pelajari dan ketahui selama hidupnya. Jadi, ini bukan di zaman modern? Kalau begitu zaman apa ini? Sekarang dia terjebak di mana? Atau... apakah ia sekarang sedang dikerjai memakai kamera tersembunyi dan berada dalam salah satu program lucu televisi? Tapi kenapa kakinya bisa lebam-lebam begitu, sakitnya pun terasa nyata bahkan Shu berkata bahwa Lyn tak sadarkan diri selama dua hari. Tidak mungkin program televisi 'menculik' Lyn lalu para staf-nya membuat set lokasi syuting yang megah, memalsukan memar di kaki gadis itu dan entah bagaimana menciptakan rasa sakit layaknya kenyataan. Sedangkan memori terakhir yang Lyn ingat dengan jelas adalah danau dingin itu...

"Baiklah." Lyn memutuskan untuk bertanya lebih jauh, hal-hal yang mengganjal dapat ia pikirkan nanti ketika sedang sendiri. "Aku akan bertanya beberapa pertanyaan sekaligus, Tuan Shu. Sekarang hari apa dan tahun berapa? Lalu kenapa aku memakai baju seperti ini? Terakhir, mengapa Yang Mulia sangat ingin bertemu denganku? Apa aku sepenting itu?"

Shu tiba-tiba tertawa karena menganggap Lyn sangat lucu ketika menanyakan banyak pertanyaan begitu, ia terlihat seperti seorang Ratu yang sedang menanyai penjahat buronan kerajaan. Jantung Lyn tiba-tiba berdegup kencang dan wajahnya memerah, semua dikarenakan suara serta wajah Shu yang tampak jauh lebih mempesona ketika dia tertawa.

"Sekarang hari ketiga bulan keempat di musim semi, tahun 140M pada sistem penanggalan kalender Ma."

Mendengar sistem kalender yang aneh itu, Lyn menjadi tambah yakin bahwa ia kini sedang terjebak di dimensi dunia lain, tapi dipikir bagaimana pun juga memang masih tak masuk akal.

"Lalu, gaun tidur sutra yang Anda kenakan saat ini adalah pakaian berkualitas terbaik yang hanya dapat diperjual belikan dan digunakan khusus oleh para orang kerajaan, Nona Lyn. Namun, jika yang Anda maksudkan adalah masalah jenis dan gaya berpakaian, itu sudah wajar untuk kami di sini dan di masa ini."

Ada yang aneh dari penjelasan Shu barusan. Laki-laki tersebut seakan sudah mengerti situasi Lyn yang berasal dari zaman yang berbeda, padahal gadis itu belum menjelaskan lebih jauh tentang asal-usulnya. Terkadang Shu bisa terlihat sangat misterius.

Lyn memandang Shu yang kini menyunggingkan senyum penuh arti. "Tentang mengapa Yang Mulia sangat ingin bertemu dengan Anda... Itu karena Anda adalah Putri Dewa, seorang cenayang suci yang dijanjikan dalam ramalan, di mana nantinya Anda akan menjadi pahlawan yang akan menyelamatkan Kerajaan Shyma dan seluruh Kerajaan Ma ini. Sepenting itu arti Anda bagi kami."

Mendadak Shu mengubah nada suaranya menjadi lebih serius.

"Nona Lyn, mungkin awalnya hal ini sulit untuk Anda terima. Tapi, Anda adalah Sang Teratai Biru yang datang dari Dunia Atas."

Tunggu, Teratai Biru yang datang dari Dunia Atas? Apa maksudnya itu? Dan mungkinkah sebelum diriku, sudah pernah ada orang lain yang datang ke zaman ini...?

Lyn semakin tidak mengerti, ini semua sudah di luar nalarnya.

Next chapter