42 Sayang

"Yang, makasiiih!!", Aku langsung mengeratkan pelukanku pada Rangga, dan Aku juga menumpahkan semua emosiku padanya, entah berapa lama Aku manangis dan didalam tempat persembunyian favoritku ini. Perasaanku sangat bahagia.. Aku sangat berterima kasih pada Rangga, disaat kondisiku tak mungkin melindungi Kakek, Dia menggantikanku.. Aku.. Sungguh beruntung memilikinya.

"Sayang.. Udah, dong.. Aku.. Ga kuat liat kamu nangis begini.. Tolong, sayang!", Rangga mencoba untuk menghentikan tangisanku.. Dan otakku juga sudah mulai bekerja kembali. Aku bukan berdua saja dengannya.. Hufff.. Disini ada Airin, Nindy, Vido, dan.. Kak Doni juga diruangan ini.. Owh.. Betapa bodohnya Aku..

"Sayang..", Rangga mencoba mengeluarkan Aku dari dalam pelukannya.

"Tunggu, yang..", Hufff.. Kini Aku mengangkat kepalaku menatapnya.

"Jadi, Kakekku masih hidup?"

Rangga mengangguk.

"Jadi benar Kakekku masih hidup?", Senyum merekah dibibirku.. Hatiku juga sangat bahagia!

Rangga mengangguk lagi. Dia juga tersenyum.

"Aaaaa..aaaw... Sayang, sakit dong!!", Rangga memegang pinggang kiri yang baru saja Aku cubit dengan tangannya.

"Hukuman buat Kamu yang udah tega liatin Aku nangis seharian, tapi ga ngasih tau Aku!!", Kataku masih sambil berusaha nyubitin Rangga lagi.

"Sayang, udah dong.. Aku minta maaf.. Udah.. Udah.. Sakit yang.. Kuku kamu kan panjang!", Rangga coba menangkis tanganku.

"Tante, kasihan Om-nya udah minta maaf, kata Papa, kalau ada yang minta maaf harus dimaafin!", Vido berteriak.

"Pinter, Vido! Tante Vina memang galak sama Om!", Rangga menimpali, sambil cekikikan.

"Kamu, tuh yang!!!", Aku beneran kesel sekarang dan mau mencubit Rangga lagi, tapi ..

TOK TOK TOK

Klek

Aku mengurungkan niatku setelah melihat siapa yang membuka pintu.

"Dennis?"

"Vina, Kau harus ikut Aku ke Jepang!", Dennis datang dan langsung berusaha menarik tanganku.

"Lepaskan! Apa maksudmu! Vina adalah Istriku!", Rangga berusaha melepaskan tangannya.

"Kau hanya akan membahayakannya dengan tinggal disini! Apa Kau sudah lihat hasil lab Vina? Kau tahu berapa kadar Metylmercury dalam tubuhnya? Vina dapat memiliki kesempatan hidup lebih besar jika ikut Aku ke Jepang! Apa Kau ingin membunuhnya dengan menutupi kenyataan ini darinya?"

"Diam kalian berdua! Vina baru saja melakukan operasi, Dia tidak bisa naik pesawat sampai enam bulan ke depan!"

"Apaaaaa??? Enam bulan??? Enam bulan sudah telat untuknya bertahan dengan racun itu! Arggggh!!", Dennis menendang kursi disampingnya. Rangga hanya mematung. Tanpa mengatakan apapun.

"Kita lakukan disini! Aku akan melakukan terapinya mulai hari ini!", Airin coba menjelaskan situasinya.

"Kau pikir Aku bodoh??? Kau tahu apa pekerjaanku?", Kali ini Dennis menarik jas putih Airin.

"Dennis.. Dennis.. Lepaskan!", Aku refleks berjalan meninggalkan Rangga memegang tangan Dennis untuk menjauh dari Airin.

"Vina.. Kamu ga ngerti.. Aku ga bisa berpura-pura dan berharap untuk seusatu yang Aku udah tahu ga akan berhasil!", Kini Dennis terlihat sangat sedih.

"Aku tahu.. Kalaupun.. Terapinya ga akan berhasil... Aku.. Aku sudah ikhlas.", Mataku kini menatap Dennis dan tersenyum padanya.

"Kau tahu.. Aku sudah berdamai dengan luka hatiku sepuluh tahun lalu, Aku sudah mendapatkan seorang Suami yang menyayangiku, Kakekku masih hidup, Kau, walaupun bukan Kakak kandungku, tapi sangat perhatian dan menyayangiku, Aku sudah pernah merasakan kesuksesan dalam hidupku, dan Aku ga akan sedih kalaupun memang harus ditakdirkan untuk.. Mati karena racun itu!", Aku tersenyum ke Dennis.

"Kau tahu, Aku dan Rangga sudah punya lagu tentang Kami. Aku juga sudah punya foto berdua dengannya saat matahari terbit. Dan sisa waktu yang ada.. Aku ga mau ambil pusing, biarkan Aku bahagia.. Aku ingin membuat memori indah dengan semua orang yang kusayangi disisa waktuku. Aku mohon.. Jangan dibahas lagi! Dan Aku percaya, selalu ada keajaiban dalam hidup!"

Dennis segera memelukku dengan erat. Dan kali ini Dia menangis.

"Vina.. Aku adalah Kakakmu.. Aku Kakak kandungmu.. Kaulah satu-satunya saudara sedarah yang Aku punya! Aku sudah berjanji pada ibu, saat Kau masih di rahimnya, kalau akan menjaga dan menyayangimu!"

"Apaaaa???", Aku menatap Dennis.. Dan Dia berusaha menghapus airmata dengan tangannya.

"Aku akan lakukan apapun untuk menyelamatkanmu! Aku ga akan biarkan apapun terjadi pada adikku!",

"Kau kakak kandungku?"

Dennis mengangguk. Aku tak butuh penjelasan apapun darinya. Aku memeluknya kembali, dan begitupun Dennis yang kembali memelukku.

"Kita lakukan terapinya sekarang! Lebih cepat lebih baik!",

Dennis melepaskan pelukannya..

"Lakukan terapinya, Vina! Aku akan berusaha mencari cara membawamu ke Jepang atau mendatangkan bantuan untukmu!"

"Rangga, ayo kita kembali ke kamar Vina! Dia harus segera mendapatkan terapinya!", Airin memanggil Rangga yang masih diam menatap Kami.

"Jadi Kamu menipuku?", Rangga menatapku.

"Kamu mengajakku melakukan semuanya untuk meninggalkan kenangan untukku?"

"Yang.. Bukan begitu, Aku.."

"Kamu menipuku! Kamu cuma mencoba menghiburku dan membiarkan dirimu sendiri yang merasakan sakit? Itu yang Kamu namakan Cinta? Itu caramu untuk mencintaiku? Dengan menipuku?",

"Rangga.. Dengarkan Aku.. Ranggaaaaa!!!",

Rangga, Dia pergi meninggalkan ruangan.. meninggalkanku, tanpa memperdulikanku, membiarkanku menangis melihatnya pergi tanpa bisa menjelaskan apapun. Aku ingin mengejarnya. Tapi Dennis memegangku sangat erat dan menaruhku dalam pelukannya.

"Vina, biarkan si bodoh itu pergi. Jangan Kau pikirkan! Dia pasti akan datang kembali menemuimu! Biarkan Dia pergi dulu dengan kebodohannya!", Airin coba membujukku, tapi tak mempan.

"Vivi..", Sebuah tangan memegangang pindakku..

"Kau.. Jangan berjalan, luka-lukamu!", Aku refleks melihat seseorang dibelakangku.

"Vivi.. Kayu sudah menjadi Kapal! Apa yang harus Kau lakukan dengan Kapal itu?"

Hwaaa.. Aku melepaskan pelukan Dennis dan memeluknya.. Ya, Aku memeluk Kak Doni, dengan kesadaranku seratus persen.

"Dia meninggalkanku tanpa mendengarkan Aku dulu! Dia pergi, Kak.. Aku takut.. Takut Suamiku ga kembali.. Aku harus bagaimana? Hwaaa...", Kak Doni memelukku, dengan masih berusaha menopang dirinya sendiri disandaran tempat tidur Vido.

"Suamimu akan kembali. Dia sangat mencintaimu, Vivi! Lakukan saja tugasmu sekarang, ikuti yang disarankan Dokter Airin!"

Aku memeluknya untuk beberapa saat, sampai hatiku cukup kuat, dan melepaskan pelukannya,

"Pergilah!"

Aku mengangguk.

"Tolong bawa Vivi!", Kak Doni menyerahkanku pada Dennis.

Dennis menggendongku dan membawaku kembali ke kamarku. Airin segera memanggil perawat, memasangkan infus cairan EDTA untuk terapi kelasi.

"Jangan banyak pikiran, kalau Kau bisa tidur lebih baik!", Airin menyarankan.

"Jangan berikan obat bius pada adikku lagi! Itu berbahaya untuknya!", Dennis yang masih berada disebelahku menatap Airin.

"Kau membiusku kemarin?", Aku juga menatapnya.

Airin mengangguk.

"Maafkan Aku, Vina.. Ada banyak kemarin yang harus dibicarakan Sandy dengan Rangga. Aku melakukannya, karena Rangga ga akan mau meninggalkanmu, kecuali saat Kau tidur. Aku sungguh tak menyangka, ternyata disaat itu ada orang yang sudah mengincarmu.", Airin menjelaskan..dari wajahnya, Aku tahu bahwa Dia sangat menyesal.

"Airin.. Bisa Kau carikan Rangga untukku?", Aku menunduk dan memainkan cincin di jemariku.

"Jangan Kau pikirkan adikku yang bodoh! Dia pasti pergi ke perusahaan dan bekerja untuk menghabiskan semua tenaganya. Biarkan saja, Dia akan kembali setelah hatinya tenang!"

Aku masih menunduk dan hanya mendengarkan penjelasan Airin.

"Aku... Sudah merindukannya, Airin.."

"Sabarlah, biarkan adikku yang bodoh tersiksa karena merindukanmu! Aku pergi dulu! Aku ada room visit, dan akan kembali kesini setelahnya!"

Aku mengangguk.

"Kau tetap disini bersama Vina?", Airin bertanya pada Dennis. Aku juga menatapnya.

"Tentu saja, Aku ga bisa meninggalkan adikku hanya dengan bodyguard! Kau pergilah. Vina aman bersamaku!"

Airin mengangguk dan meninggalkan ruanganku.

Klek

Pintu ditutup.

"Fuih...", Aku menghela napasku dan memejamkan mata.

"Apa Kau lelah? Dan ingin tidur?"

Aku menggelengkan kepalaku.

"Kau tahu, seminggu terakhir ini, hidupku sangat rumit, bagai naik rollercoaster!", Aku membuka mataku dan menatapnya. Dengan kepalaku masih bersandar di bantal.

"Hehe.. Apa karena suamimu?", Dennis tertawa dan menarik kursi untuk duduk disampingku.

"hufff... Kau tahu, seminggu ini, semua diluar perkiraanku! Aku tahu kalau Kak Doni ga pernah selingkuh, dan perpisahan Kami karena manipulasi orang terdekat Kami. Terus Aku menikah dengan Rangga yang baru tiga hari Aku kenal, tubuhku di racun oleh partner bisnisku, percobaan pembunuhan pada Kakek, dan sekarang.. Kenyataan kalau Kau adalah kakakku, Mommy bukanlah ibuku..", Aku tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalaku, kembali menatap dennis.. "Aku.. Lelah.. Emosiku ga stabil beberapa hari ini.. Badanku seperti remuk!"

Dennis memegang tanganku.

"Maafkan Aku. Seharusnya Aku memberitahumu lebih cepat. Tapi, Aku tak tahu bagaimana mengatakannya. Aku mungkin tak akan mengatakannya kalau bukan karena racun ditubuhmu.", Dennis menjelaskan.

"Dennis, Apa boleh aku memanggilmu kakak?"

"Tentu saja! Sudah lama Aku ingin Kau memanggilku seperti itu, Vina!"

"Terima kasih! Kalau boleh tahu, apa yang sebenarnya terjadi? Kalau Mommy bukan ibuku, siapa ibuku?", Aku menegakkan posisi dudukku, dan menatap Dennis yang duduk disebelah kananku.

"Ibu.. Meninggal sejam setelah melahirkanmu.", Dennis tertunduk. "Maafkan Aku, Vina.. Aku sebenarnya tak ingin membuatmu sedih! Tapi itulah kenyataannya. Ayah menikah dengan Shanti Rose, seminggu setelah ibu meninggal. Dan mereka kembali ke Indonesia."

"Kenapa Kau tak ikut? Dan Siapa Shanti Rose?", tanyaku penasaran.

"Aku saat itu sudah delapan tahun. Aku sudah sekolah. Dan Aku memilih masuk sekolah asrama daripada ikut ayah kembali ke Indonesia. Aku sangat marah, karena Ayah menikah secepat itu setelah ibu meninggal. Tapi, Aku ga bisa melarangnya membawamu. Karena Kau masih berumur satu minggu dan ga bisa tinggal di asrama.", Dennis menatapku.

"Bagaimana dengan Shanti Rose?", tanyaku mengingatkan Dennis kalau Dia belum mrnjawabnya.

"Dia sekretaris Ayah. Dia bahkan sudah tinggal dirumah kita malam setelah jasad ibu dikuburkan.", Dennis menundukkan kepala. Tapi terlihat kebencian diwajahnya.

"Apa selama tinggal denganmu Dia menyakitimu?", Kini Dennis mengalihkan pandangannya kepadaku.

"Ehm... Dia ga pernah menyakitiku. Karena ada Kakek dan Nenek. Tapi.. Dia ga pernah peduli padaku. Cuma sibuk dengan urusannya sendiri.", Aku menunduk dan tanganku memainkan selimut. Tak ingin mengingat tentangnya dan entah kenapa hatiku.. Perasaanku jadi ga enak.. Dan mengingatnya membuatku mual! Rasanya seperti ingin muntah! Aku menutup mulutku dengan tangan, karena Aku benar-benar ingin muntah!

"whuek..", Aku berusaha menahan supaya ga muntah.

"Vina... Kamu gapapa?", Dennis sangat kaget.

Aku mau turun dari sisi kiriku dan memegang pegangan infus untuk ke toilet.

"Vina, jangan turun!", Dennis mencegahku turun dan berlari mengambik baskom stainless, menghampiriku, tanpa pikir panjang Aku memuntahkan semua isi perutku.

"wueeek.. Wueeek...wueeek..", Cukup banyak dan sangat sakit didadaku. Tapi perutku plong.

"Sudah?"

Aku mengangguk.

Dennis membawa baskom tadi ke kamar mandi. Dia membuang muntahanku ke toilet, karena Aku mendengar bunyi spalsh air. Lalu Dia kembali kepadaku membawa tissue untuk membersihkan bibirku dan air hangat dari dispenser untuk Aku minum.

"Apa rasanya sudah enakan?", tanya Dennis.

Aku menggeleng.

"Tolong bawa Rangga padaku! Aku ingin melihat..!", dan sebelum Aku menyelesaikan kata-kataku, rasa mual itu kembali. Aku ingin muntah. Tapi sudah ga ada lagi isi perutku. Hanya cairan pahit seperti asam lambung yang keluar.

Dennis membersihkan kembali bibirku. Memencet tombol agar perawat datang ke kamar ini.

TOK TOK TOK

Klek

Pintu dibuka

"Ada yang bisa saya bantu?", Perawat itu tersenyum ramah.

"Adik saya muntah-muntah sudah dua kali. Apa karena pengaruh terapi ini?"

"Hmm.. Sebentar saya akan tanyakan Dokter dulu."

"Baik, terima kasih!",

Klek

Perawat itu keluar meninggalkan Aku dan Dennis.

"Bagaimana perasaanmu? Sudah mendingan?", Dennis menjadi sangat kaku dan panik. Dia terkadang mirip seperti Rangga.. Dan membuatku tertawa karena kemiripannya.

"Apa lucu?", tanyanya.

"Carikan Suamiku, Kak! Telepon Dia untukku..", Aku sangat ingin Rangga disini sekarang..

"Berapa nomornya?"

"Telepon ke handphoneku!"

"Apa?"

"Rangga sudah memegang handphoneku dari hari kedua Aku bertemu dengannya. Makanya Aku ga pernah membalas teleponmu! Hehe", aku jawab sekenanya. Tapi sangat berpengaruh untuk Dennis. Dia terlihat kesal pada Rangga, hihi.

Beberapa kali dicoba, tapi Rangga tetap ga angkat teleponnya. Yasudah, Aku pasrah.. Mungkin Airin benar, nanti juga Dia akan pulang. Dan sekarang sedang bekerja.

Klek

"Vina, apa Kau muntah-muntah?", Tanpa basa basi Airin masuk dan bertanya padaku. Yang Aku jawab dengan anggukan.

"Bagaimana sekarang? Apa masih mual?", Tanya Airin sambil memegang nadiku.

"Airin, Kau sudah menemukan Rangga?", Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya ingin Rangga sekarang.

"Biarkan si bodoh pergi! Pikirkan saja kesehatanmu!", Pintanya

"Tapi.. Aku mau Rangga, Airin.. Tolonglah.. Bawa Dia kesini se.. wueeek..", Aku segera menutup mulutku, dan untungnya memang isi perutku sudah habis. Jadi, ga ada lagi yang keluar.

"Nadimu lemah.. Detaknya tak beraturan.. Hmm.. Kapan tanggal datang bulanmu?"

"Tanggal dua puluh delapan bulan lalu."

"Apa sering tidak teratur?"

"No, selalu teratur, kenapa memang?", Aku menegaskan. Ada apa sebenarnya? Apa racun ini mempengaruhi periode Haidku?

"Kapan selesainya?"

Aku berpikir sebentar mengingatnya.

"Oh iya, Aku ingat, sehari sebelum kerumah Daddy.. Jadi, dua hari sebelum kejadian pemerkosaanku di Apartemen oleh Rangga!"

"Apaaa?! Kau diperkosa???", Kini Dennis teriak histeris.

"Eh, itu.. Salah paham.. Jangan khawatir, Rangga pikir Aku PSK, Dia salah orang.."

"Apaaa? Dia .. "

"Kak, jangan berpikir macam-macam.. Rangga ga seperti itu.. Percayalah..", Aku memegang tangan Dennis. Meyakinkannya kalau Rangga adalah orang baik.

"Oh, Tuhan!!", Suara Airin yang dari tadi diam saja membuat Aku dan Dennis menatapnya saat Dia berbicara.

"Ada apa, Airin?" Tanya Dennis. Tapi Airin tak menjawab, justru megeluarkan handphonenya dan menelepon seseorang.

Klek

Pintu terbuka

"Ada apa menelepon terus?", Rangga masuk dan menatap Dennis.

"Rangga, kemana saja Kau??! Istrimu Hamil!"

 

Sementara itu di sebuah rumah dipinggiran kota Jakarta

"Boss, sudah dua hari wanita itu tidak makan dan minum. Dia sudah sangat lemah,"

"Bawa Dia ke kamar, bersihkan tubuhnya, beri Dia pakaian, makanan dan minunam. Panggil dokter pribadiku dan perawat untuk mengurusnya."

"Baik, Boss!"

Lelaki itu berdiri mendekati jendela ruang kerjanya.

"Sebentar lagi.. Sudah waktunya untukmu tampil, Cindy!"

-----

avataravatar
Next chapter