27 BEN 3.7 Memaafkan?

Saling melempar senyum lebar, dengan keadaan tangan yang bertautan tanpa enggan dilepas. Nata mendorong tubuh Sehun supaya keluar dari rumahnya. Membawa pria tampan itu tepat ke sisi kanan mobil yang berada di teras depan rumah.

"Abang pulang dulu," ujar Nata. Mendengar hal itu, Sehun menurunkan bahunya lemas. Merasa enggan untuk kembali pulang ke rumah. "Tadi katanya dapet telepon buat meeting di kantor kan?" tanya Nata lembut. Sehun mengangguk.

"Selesaiin dulu pekerjaannya, baru nanti main ke rumah aku lagi, Bang." Lagi-lagi Nata berusaha membujuk Sehun supaya mengikuti perintahnya untuk pulang ke rumah. Ini semua karena Baekhyun—sekertaris pribadi Sehun yang menelepon secara mendadak. Memberi tahu bahwa ada rapat penting yang harus diselesaikan.

"Tapi inikan hari libur...."

Bak seorang anak kecil, Sehun merengek tidak ingin pulang. Membuat Nata menghela napas pelan, berusaha menahan buncahan perasaan ingin memeluk dan kembali membawa Sehun untuk masuk ke dalam dekapan seperti tadi malam.

"Iya, tapikan ini urusan pekerjaan, Abang... aku juga hari ini harus pergi sama Mawar ke toko buku," ujar Nata memberi tahu. "Beneran deh, nanti kalo urusan pekerjaan Abang udah selesai boleh main ke sini lagi. Gimana?" tanya Nata berharap-harap cemas.

"Ya udah."

Berusaha menahan senyum. Rasanya seperti Nata memiliki seorang bayi tetapi dengan ukuran badan yang jauh lebih besar. Belum lagi umur mereka yang terpaut beberapa tahun. Berinisiatif melakukan seperti apa yang otaknya pikirkan, Nata maju barang selangkah. Mencium seluruh permukaan wajah Sehun.

Yang kegiatannya itu bisa saja membuat sang korban merasa seperti terkena serangan jantung mendadak. Sehun yang lagi-lagi kembali diam bak patung pancoran. Tidak berkutik sama sekali.

Wajah yang memerah sampai ke daun telinga. Membuat Nata tertawa kuat. "Udah sana masuk mobil," titahnya yang langsung di angguki oleh Sehun.

"A-aku... pulang dulu. Assalamualaikum!" pamitnya cepat. Bahkan Nata masih tetap tertawa di saat kuda besi milik kekasihnya menghilang di balik pandangan mata.

Gadis itu yang kembali masuk ke dalam rumah, bersiap diri sebelum pergi dan melaksanakan janjinya untuk menemani Mawar berbelanja buku.

Sepanjang perjalanan Sehun bak orang gila. Tersenyum, tertawa pelan pun tak ayal terus ia lakukan. Menutup seluruh permukaan wajahnya di saat lampu merah sedang menyala tarang. Dengan jantung yang masih berdebar dengan cepat, lagi-lagi Sehun berupaya mengambil alih kewarasannya.

"Rasanya jatuh cinta begini ya?" gumamnya pelan. Seperkian detik kemudian dia tertawa lagi. Efek dari jatuh cinta memang semendebarkan dan semenyenangkan ini rupanya.

Tanpa sadar waktu terus berputar, kuda besi miliknya yang sudah memasuki pekarangan rumah keluarga Bangsawan. Sehun memarkirkan mobilnya tepat di sisi kiri mobil ke empat milik sang ayah. Jika di total-total mobil milik keluarga Bangsawan ada sepuluh biji, termasuk milik si putra sulung.

Bergegas masuk ke dalam rumah, langkahnya terhenti saat melihat Jaehyun yang berdiri di ambang pintu bersama Suho. "Bang—"

"Pi, Sehun masuk ke dalem dulu."

Terkacangkan.

Jaehyun yang saat ini berusaha menampakkan senyum paksa saat merasakan bahwa ia diabaikan oleh kakaknya sendiri. Suho tersenyum kecil dan menepuk bahu putra keduanya pelan. "Iya, iya. Udah sarapan belum?" tanya Suho.

Yang dijawab oleh Sehun, "Udah, di rumah Nata."

Mati sajalah Jaehyun. Seakan Sehun sedang memberi tahu kegiatannya bersama Nata kepada Jaehyun lewat sang ayah. Tak ayal tatapan mata tajam pun sempat diberikan oleh kakaknya tersebut. Membuat Jaehyun mendesah napas pelan.

"Kamu tadi katanya mau pergi, jadi nggak?" tanya Suho kepada Jaehyun. Sedang yang ditanya menganggukkan kepala pelan.

"Jadi, Pi."

"Ada berapa buku yang mau lo beli?"

"Hm... sekitar 3 atau 4 kayaknya."

"Buku buat referensi skripsi lo perasaan udah banyak deh, War."

"Ya, memang."

"Terus lo mau beli buku apa lagi, anjir?"

"Novel best seller, seminggu lalu baru terbit."

Kira-kira seperti itulah isi percakapan Nata bersama gadis bemarga Disastro dua jam yang lalu. Nata yang terlalu lelah mengikuti kemana arah perginya gadis cantik ini. Berkeliling diluas dan lebarnya ruangan bernama Gramedia.

Sekali lagi gadis itu menghela napas pelan. "Gue berasa jadi pacar lo deh, War," ujar Nata berusaha menarik atensi Mawar.

"Kenapa?"

"Ya ini! Bawain semua barang-barang belanjaan lo!—"

"Nata."

Terdiam dengan napas memburu. Kedua gadis cantik itu yang sedang berdebat menolehkan kepala secara bersamaan. Sepertinya ekspresi Mawar biasa saja, berbeda dengan Nata yang membola dan menutup mulutnya dramatis bak ftv siaran Indosiar.

"Elsa?" tanya Nata tidak percaya. Sedang yang disebutkan namanya menganggukkan kepala dengan senyum lebar. "Iya. Apa kabar?" tanyanya.

Saat ini rasanya Nata ingin menangis saja. Ada badai apa sehingga Jaehyun tiba-tiba menanyakan pasal kabarnya setelah melakukan aksi protes dengan cara mendiamkannya hampir 3 bulan terakhir?

"Jae.... Sehat lo?" Bahkan hanya kata-kata itu yang terlontar dari mulut Nata. Mawar menggelengkan kepala pelan dan segera menyingkir dari kedua temannya. Seakan memberi ruang obrolan hanya untuk mereka berdua.

"Gue tinggal bayar buku sebentar ya," pamitnya.

"Maaf, Nat. Maafin gue."

Pelukan yang sangat dirindukan. Harum dari tubuh Jaehyun yang telah lama tidak Nata hirup. "Maaf ya?" Lagi-lagi Jaehyun mengucapkan kata maaf seolah enggan berhenti dan tidak akan pernah bosan.

"Gue juga minta maaf, Jae," ujar Nata. Yang tanpa sadar keduanya sedang menangis haru. Merindukan akan dekapan yang selama ini hilang karena aksi salah paham si bungsu Bangsawan. Tatapan bertanya pun dilemparkan oleh banyak pengunjung yang berdatangan. Membuat Mawar kembali menggelengkan kepala pelan melihat aksi dari kedua temannya.

"Kalian nggak mau minta maaf sama gue juga?" tanya Mawar sembari menahan senyum. Sedang Nata dan Jaehyun langsung membuka formasi. Mempersilahkan satu temannya lagi untuk masuk ke dalam barisan rengkuhan tiga sekawan.

"Maafin gue semuanya..."

avataravatar
Next chapter