1 Chapter 1 : Pembantaian

Hari menjelang petang, aku berjalan keluar dari gerbang kota dengan membawa beberapa bungkusan berisi makanan yang ku beli dari pasar untuk di bawa pulang ke rumah.

Sesaat setelah melewati gerbang, hembusan angin senja menghempas lembut tubuhku, aku mulai melangkah kan kakiku dengan perlahan, melintasi Padang rumput hijau yang membentang luas dari benteng kota menuju ke hutan tempat desaku berada.

Setelah cukup lama berjalan menyusuri Padang rumput yang luas. akhirnya, sampailah aku di depan jalan masuk menuju ke dalam hutan. cahaya senja berganti malam, tak ada lagi cahaya yang menerangi jalan masuk kedalam hutan.

sebelum kembali melangkah aku mengambil obor dari dalam tasku dan menghidupkannya dengan korek api untuk menerangi jalan di dalam hutan, sebenarnya di atas langit terdapat bulan purnama yang bersinar terang namun saat ini terselimuti oleh kumpulan awan mendung yang membuat cahayanya terhalang dan tak dapat memandu ku pulang ke desa.

dalam perjalanan aku melewati jalanan terjal yang berbatu dan menghindari akar-akar pepohonan yang menjalar di sepanjang jalan. malam itu hanya ada suara jangkrik dan burung hantu yang menemaniku dalam melintasi hutan.

tak berselang lama, setelah mencapai setengah perjalanan masuk ke dalam hutan, awan mendung yang menyelimuti langit mulai memudar dan akhirnya sinar bulan purnama bersinar dengan terang, menembus rindangnya pepohonan dan menerangi jalan di dalam hutan.

lantas ku padamkan obor yang ku bawa namun disaat aku memadamkannya, hawa dingin mencekam tiba-tiba saja melintas memenuhi udara sekitar membuatku merinding ketakutan.

"Hah... Ada apa ini? Kenapa udaranya terasa sangat dingin?" tanyaku dalam hati. Entah kenapa aku memiliki firasat buruk tentang hal ini, aku menjatuhkan obor ku dan bergegas menuju ke desa. di saat hampir sampai terlihat burung-burung beterbangan menjauh dari arah desa

"Apa yang..." sebelum sempat melanjutkan, aku melihat kepulan asap pekat yang membumbung tinggi di atas langit. tanpa pikir panjang, aku menjatuhkan semua barang bawaan yang kubawa dan mulai berlari dengan sekuat tenaga.

aku berlari secepat yang ku bisa. kemudian perasaan ku menjadi semakin tidak enak saat mulai terlihat api besar yang membara dari arah menuju desa. "Kumohon, jangan sampai hal buruk terjadi kepada ibu dan Mira" pintaku dalam hati

aku terus berlari dengan sekuat tenaga sampai membuat nafasku tersengal. hawa panas mulai terasa, kini aku sampai di depan gerbang masuk desa. namun, langkah ku langsung terhenti seketika. aku melihat sebuah pemandangan yang tak ingin dilihat oleh siapapun, tubuhku gemetar ketakutan

"S-siapa yang melakukan ini? Apa yang sebenarnya terjadi?" di sepanjang jalan di gerbang masuk desa tergeletak mayat-mayat para warga desa yang bersimbah darah dengan luka seperti cakaran di sekujur tubuh mereka.

luka cakarannya terlihat dalam, kira-kira sampai 10 cm dalamnya. terlihat jelas genangan darah di sepanjang jalan masuk ke desa. lantas aku menutup mulutku dengan tangan kanan ku untuk menahan muntahan yang hampir keluar dari dalam mulutku.

perasaan burukku bercampur aduk, aku mulai mencemaskan keadaan ibu dan adikku, aku kembali berlari dengan lurus masuk ke dalam desa yang terbakar dengan memejamkan mata. tiba-tiba terlintas gambaran buruk mengenai ibu dan adikku, aku menggigit kuat gigiku dan mengepal erat tanganku, berdoa agar mereka masih selamat.

aku terus berlari dan berlari melewati setiap rumah yang terbakar dengan hanya ada mayat-mayat yang tergeletak bersimbah darah di sepanjang jalan sejauh mata memandang. aku terus berlari menuju ke rumah ku yang berada di ujung desa, sedikit memakan waktu lama untuk menuju kesana.

akhirnya aku sampai di ujung desa, terlihat rumah-rumah yang berada disini tak tersentuh oleh api. dalam lari ku aku berteriak dengan kencang memanggil ibu dan adikku. sesampainya di depan rumah aku meraih gagang pintu dengan segera, sebelum sempat kubuka, tak sengaja aku melihat cairan darah mengalir keluar dari balik bawah pintu.

mataku terbelalak tak percaya dengan apa yang kulihat "Tidak mungkin... Ibu..." perlahan pintu kubuka, cahaya bulan purnama ikut perlahan masuk ke dalam rumah, kemudian aku melihatnya, aku melihat tangan dari seseorang yang tak asing bagiku, tangan yang telah membesarkan ku, tangan yang selalu memeluk dan mengusap lembut rambutku, tangan itu adalah tangan dari ibuku.

nafasku menjadi sesak, aku membuka pintu semakin lebar. kemudian, aku melihat Mira, adikku yang berada di pelukan ibuku dengan berlumuran darah. Aku mulai kehilangan keseimbangan membuat ku jatuh terduduk di lantai.

kedua kakiku terasa lemas, air mata mulai menggenang dan menetes dengan sendirinya, tubuhku masih gemetar tak percaya dengan apa yang kulihat, aku mencoba merangkak mendekati mereka. dengan tangan kiri ku, aku mencoba meraih tangan ibu.

namun, karena genangan air mataku sendiri, pandanganku menjadi kabur. lantas aku mengedipkan mata agar dapat melihat dengan jelas kembali. disaat aku berkedip, seketika aku tak lagi melihat tangan kiri ku

"Hah... dimana.. tanganku?" aku menjadi linglung, kepalaku terasa pusing. aku kembali melihat lengan kiri ku dan yang kulihat hanya darah yang mengucur deras dari balik lengan bajuku.

aku tak tau apa yang terjadi, tiba-tiba kepalaku semakin terasa pusing, lalu aku menatap kelantai dan melihat tangan seseorang yang tergeletak terlumuri darah dari lengan bajuku "tangan... siapa.." aku terus bertanya tanya kepada diriku, tangan siapa ini dan dimana tanganku.

kemudian mendadak telingaku berdengung kencang hingga tak berselang lama rasa pusing di kepala ku hilang, pandanganku kembali normal aku dapat melihat dengan sangat jelas. lalu aku baru tersadar bahwa tangan yang tergeletak itu adalah tanganku.

seketika tubuh bagian kiri ku terasa sangat sakit dan perih "Aghhhh...." aku menjerit dan meronta-ronta kesakitan, berguling keluar rumah karena tak tahan menahan rasa sakit di lengan kiri ku.

aku tak tahu apa yang terjadi, tangan kiri ku terpotong tanpa kusadari, aku memegang lengan kiri ku dengan kuat agar rasa sakitnya bisa ku tahan. namun, tetap saja masih terasa perih dan sakit.

dalam rintihan, sepintas aku melihat 2 titik cahaya merah terang dari dalam rumah "apa? apa... itu?" cahayanya terlihat bergerak mendekat dari balik bayangan, lalu mulai terdengar suara Geraman yang semakin terdengar jelas di telinga.

tak berselang lama, terlihat kaki dengan cakar yang tajam dan juga besar keluar dari balik bayangan pintu, aku tidak begitu melihat dengan jelas makhluk apa yang berada di dalam rumahku karena tubuhku saat ini terasa lemas karena darahku terus saja mengalir.

makhluk itu berjalan keluar dengan perlahan, tubuhnya masih tertutupi oleh gelapnya bayangan. kemudian terlihat terang gigi taringnya yang besar nan tajam terpantul sinar rembulan, makhluk itu semakin menampakkan wajahnya dari balik bayangan, dia terlihat seperti seekor serigala namun badannya besar dan tegap layaknya harimau.

bulunya panjang berwarna hitam pekat dan bila di perhatikan lebih jelas terdapat bercak darah yang menetes ke tanah dari bulu leher nya. jantungku berdegup dengan kencang dan tenggorokan ku mendadak menjadi kering saat melihatnya mengunyah tangan kiri ku yang terpotong.

makhluk itu mulai menatap dingin ke arahku, dengan suara Geramannya yang menakutkan, dia mulai mendekat dengan perlahan. dengan kaki ku yang gemetar aku berusaha untuk berjalan mundur. namun, tersandung oleh batu dan terjatuh.

makhluk itu masih belum menerkam ku, dia masih berjalan perlahan dan terus mendekat. di saat itu pula muncul seekor lagi serigala hitam yang sama seperti di depanku dari atap rumah dan tak berselang lama muncul 2 ekor lagi yang datang dari dalam desa.

aku menyeret badanku yang lemas kebelakang mencoba menjaga jarak dari mereka. tiba-tiba Geraman mereka semakin kuat, aku berusaha berdiri dengan sekuat tenaga dan menarik nafas dalam-dalam, aku memegangi lengan kiri ku

"aku akan mati" hanya kata-kata itu yang terlintas di kepala karena memang itu kenyataannya. jika aku dapat meloloskan diri dari mereka sudah pasti dalam kondisiku saat ini aku akan mati karena kehabisan darah dan jika aku tetap berdiam diri saja, mereka akan menerkam dan memakan ku hidup-hidup

kemudian aku menguatkan mental ku, aku berbalik badan dan berlari sekuat tenaga menuju ke hutan. salah seekor serigala yang berada di atap rumah langsung melolong dengan kencang seperti memerintahkan yang lain untuk segera mengejar ku.

3 ekor serigala berlari dengan kencang ke arahku. cakar mereka yang tajam menancap kuat di atas tanah membuat tanahnya tergores dengan dalam. entah takdir atau hanya sebuah kebetulan, aku selalu bisa menghindari setiap terkaman dari mereka dan berhasil masuk ke dalam hutan.

sinar rembulan tak begitu terlihat karena terlalu lebatnya pepohonan, meskipun begitu aku masih bisa sedikit melihat ke dalam hutan, aku sesekali menoleh kebelakang untuk memeriksa dan benar saja mereka masih mengejarku dengan beringas.

karena panik, aku salah berbelok dan malah menuju ke jurang. kaki sudah tak kuat lagi untuk berlari, mereka menyusul ku dan menyudutkan ku di ujung jurang, aku berjalan mundur ke arah tebing, nafasku semakin tak beraturan sedangkan pandangan ku mulai hitam seperti akan segera pingsan.

mereka mendekat dengan perasaan marah, salah seekor serigala yang berada ditengah melompat mencoba menerkam ku. namun, tanah pijakanku tiba-tiba amblas dan membuatku jatuh ke jurang. tubuhku terseret dan menghantam akar-akar besar serta cabang cabang pepohonan

aku jatuh ke dasar jurang dan ajaibnya aku masih hidup namun aku tak dapat merasakan tubuh ku, semuanya terasa mati rasa, hanya tangan kananku saja yang masih bisa kurasakan.

saat ini aku tersungkur di atas tanah, secara perlahan pandanganku mulai semakin gelap, kemudian aku mendengar langkah kaki yang mendekat, kedua mataku melirik ke arah sumber langkah kaki itu berasal.

terlihat jelas serigala-serigala itu masih tetap mengejar ku hingga ke dasar jurang. aku menyeret badanku dengan tangan dan daguku hingga berdarah, aku mencoba berteriak meminta pertolongan. namun, suaraku tak mau keluar dan hanya suara serak lirih menyakitkan yang keluar dari tenggorokan.

serigala itu berancang-ancang bersamaan kemudian melompat dengan cakarnya yang tajam melayang di udara. lalu aku menyadari bahwa inilah akhir hidupku, aku menghentikan tanganku dan pasrah akan nasibku yang akan dimakan.

disaat pandangan ku menjadi kabur, 3 ekor serigala itu tiba-tiba terhempas dan tercerai berai di udara, suatu cahaya biru muncul dari atas batu besar di depanku berada. aku melihat seorang wanita berdiri di atas batu itu.

meski tidak terlihat dengan jelas, ia memiliki rambut panjang berwarna biru dengan kulit putih yang seperti salju. ia mengenakan gaun panjang biru yang dibalut dengan selendang putih yang melayang di punggungnya.

sebelum sempat melihat wajahnya aku sudah tak kuat menahan kesadaran ku dan akhirnya mulai tak sadarkan diri.

avataravatar