1 Threatening Letter

Vampir.

Makhluk nocturnal penghisap inti kehidupan, darah. Namun bukan hanya darah manusia saja, tapi juga darah hewan. Meski begitu, mereka selalu mengatakan bahwa darah manusia jauh lebih lezat.

Para vampir biasanya menggigit makhluk lain dengan taringnya yang dapat memanjang. Sedangkan target dari taring tersebut biasanya adalah perpotongan leher yang mengeluarkan aroma darah yang memabukkan.

Dengan paras kelewat rupawan, mereka dapat menjerat siapa pun untuk memberikan darahnya. Hingga si manusia kehabisan darah kemudian mengering dan mati. Membuat populasi manusia semakin menurun drastis.

Atas dasar hal tersebut, beberapa orang mulai membentuk kelompok yang menyebut diri mereka sebagai vampire hunter. Sesuai dengan namanya, tugas utama mereka adalah memburu vampir dengan peluru perak. Atau bahkan memanggangnya di bawah sinar matahari.

Meskipun telah banyak vampir yang diburu, tapi kau tetap harus waspada. Karena bisa saja mereka tiba-tiba menyeretmu ke sebuah gang gelap, kemudian memangsa darahmu. Atau tiba-tiba keluar dari bawah ranjangmu dan menghisap darahmu saat kau masih berada di alam mimpi.

Seorang gadis bermata bulat mendengus setelah membaca prolog dari sebuah buku usang. "Dongeng," gumamnya sambil menutup buku bersampul ungu pudar tersebut. Setelah meletakkan buku di atas nakas, gadis itu pun merebahkan dirinya dan mulai mengarungi pulau kapuk. Sama sekali tidak terpengaruh oleh bacaannya.

🌹 Black Rose 🌹

Seolah keluar dari buku yang gadis itu baca, seorang pria vampir diam-diam melecutkan listrik mini dari tangannya ke arah wanita tua yang sedang lewat. Tentu saja si manusia langsung kejang dan merosot ke jalanan. Tersenyum puas, sang vampir segera menghampiri korbannya. Dilihatnya orang tua tersebut sudah hampir pingsan. Dengan cekatan, ia menggendongnya, kemudian membawanya berteleportasi ke sebuah gang gelap. "T-tolong," lirih manusia malang itu. Sayangnya permintaan tersebut hanya ditanggapi seringaian keji dari bibir pemuda vampir.

Bau busuk dari tong-tong sampah di sudut gang ternyata tidak mampu mengusik niat awal si vampir. Dirinya sudah mabuk oleh aroma darah manusia tua yang menggantung di sekelilingnya. Seolah hanya wangi darah wanita tua inilah yang masuk ke dalam indra penciumannya. Meskipun teman-temannya selalu mengatakan bahwa ia adalah vampir yang rewel atas makanannya, bukan berarti dia tidak mau memangsa orang-orang tua. Baginya, tidak masalah tua ataupun muda, rupawan ataupun tidak, asal memiliki aroma darah yang manis, ia akan memangsanya.

Perlahan iris mata sang vampir berubah merah. Begitu pula dengan taringnya yang telah memanjang. Sebelum benda tajam itu menembus leher wanita tua, pria vampir bersurai hitam kelam tersebut menjilati area targetnya terlebih dahulu. Kemudian menancaplah taring tajamnya dalam-dalam, mengundang pekikan panik dari bibir si manusia tua, "A-apa yang kau lakukan?"

Dengan jelas vampir itu bisa merasakan emosi ketakutan mangsanya yang terbawa dalam inti kehidupannya. Seiring dengan tertelannya cairan darah si manusia, iris mata sang vampir berpendar merah dalam gelapnya malam. Pria vampir bernama Park Jimin ini terus menghisap darah mangsanya dengan rakus, seolah takut makanannya akan kabur. Padahal wanita tua dalam dekapannya sudah lemas. Bahkan kini telah pingsan. Jelas ia tidak mungkin kabur, bukan?

"Hyung! Kau bisa membunuhnya!" tegur seorang vampir lain yang tiba-tiba muncul di ujung gang. Pemuda ini muncul begitu saja dari ketiadaan dan segera menghampiri pria yang ia tegur. Kepanikan terpancar jelas dari ekspresinya karena rona merah manusia itu sudah mulai menghilang.

Iris mata merah lelaki yang lebih tua berkilat, tanda ia merasa terganggu. Jangan ganggu aku! batinnya, yakin bahwa yang lebih muda bisa mendengarnya.

Vampir yang baru datang, menggeleng kuat mendengar kata hati Jimin, "Jika dia mati, keberadaan kita akan terungkap, Hyung!"

Jimin seolah tuli mendadak. Peringatan dari pemuda yang telah ia anggap sebagai adik kandungnya itu seolah hanya angin lalu. Dia terus saja menyedot darah si manusia malang dengan hikmat, tidak merasa terusik sama sekali.

Beberapa saat kemudian, vampir yang lebih muda tiba-tiba muncul di hadapan Jimin. Tentu saja si pria Park terkejut dan menatapnya dengan kesal. Namun hal ini malah dimanfaatkan oleh Jungkook. "Hentikan!" katanya dengan tegas.

Jimin terbelalak kaget saat tubuhnya langsung menuruti perintah. Berlawanan sekali dengan kehendak hatinya yang masih ingin terus meminum darah lezat milik si wanita tua. Semakin kesal, iris merahnya mendelik ke arah Jungkook.

"Keluarkan taringmu dan hilangkan bekasnya!" perintah kedua dari Jeon Jungkook.

Dan sekali lagi Jimin terpaksa harus menurut. Ia sudah ingin sekali melayangkan protes, tapi bahkan bibirnya tidak mau menuruti perintahnya sendiri. Tubuhnya kini bagaikan boneka yang hanya bisa menuruti perintah yang Jungkook bisikkan.

"Baringkan dia dan menjauhlah darinya!" ujar vampir yang lebih muda.

Seolah tak memiliki kendali diri, Jimin terus menurut. Meski begitu, ekspresinya adalah campuran kejengkelan dan kekecewaan. Untung saja Jungkook tidak merampas ekspresi dan perasaannya juga. Setelah berada cukup jauh dari manusia yang tak berdaya, Jungkook langsung memeluk Jimin dengan erat. Kemudian pria bergigi kelinci itu membawa hyungnya berteleportasi ke sebuah ruang keluarga, rumah mereka.

"Kau mengganggu kesenanganku!" desis Jimin sambil menepis tangan yang lebih muda, saat kekuatan Jungkook tak lagi membelenggunya.

Yang lebih muda menatap Jimin dengan aneh, seolah kakaknya telah kehilangan kewarasannya, "Dia hampir mati, Hyung!"

Dengan jengkel, Jimin membentak, "Lantas kenapa? Dia sudah tua! Aku hanya membantunya untuk cepat mati!"

Mata lebar Jungkook refleks menyipit. "Oh, kau ingin membongkar identitas kita?" sindirnya dengan pedas.

Akal sehat Jimin seperti kembali ke permukaan mendapat sindiran yang menyiratkan tantangan tersebut. Kehabisan balasan, ia terdiam beberapa saat. "Tentu saja tidak," jawabnya, terdengar menyesali kesalahannya.

Si pria Jeon menghela napas lega, "Kendalikan nafsumu, Hyung! Kau bisa membuat kita berada dalam target peluru perak para vampire hunter."

Jimin otomatis memejamkan matanya untuk meredam seluruh emosi dan nafsunya. Tentu saja ia tidak ingin menyetorkan hidupnya pada gerombolan manusia sialan itu. Bukannya ia takut pada mereka atau apa. Hanya saja ia belum ingin mati. Lagi pula gengsinya yang tinggi tidak akan membiarkannya mati di tangan para vampire hunter. Dan saat Jimin membuka mata, netranya kembali ke warnanya semula, cokelat. "Aku tahu," ucapnya.

Jungkook tersenyum lebar hingga menampakkan gigi kelincinya. Lega karena ia tidak perlu menggunakan kekuatannya lagi untuk menyadarkan hyungnya. "Mari kita kembali ke restoran. Taehyung Hyung pasti mencari kita." Setelah mendapat anggukan dari Jimin, kedua vampir kelewat rupawan itu pun menghilang bersama, termakan oleh lipatan ruang dan waktu ke tempat tujuan mereka.

🌹 Black Rose 🌹

Matahari dengan enggan mulai merayap naik. Menjalankan tugasnya untuk menyinari segala hal di muka bumi dengan keceriaan dan kehangatan. Namun beberapa hari ini terasa lebih gerah mengingat sekarang adalah puncak musim panas. Meskipun begitu, sepertinya hal ini tidak menyurutkan niat orang-orang untuk tetap melaksanakan aktivitas rutinnya.

Begitu juga dengan gadis bersurai cokelat panjang ini. Ia sedang berkutat dengan berbagai macam bunga di tokonya. Menyiraminya, memupuknya, dan menatanya sedemikian rupa hingga terlihat sangat cantik. Gadis itu tersenyum puas melihat hasil kerjanya. "Sekarang waktunya mengepel. Kemudian toko siap dibuka," ucapnya dengan ceria. Mengabaikan gerah dan peluh yang telah membuat tubuhnya lengket.

Belum lama si gadis mengepel sudut-sudut lantai, lonceng kecil yang ditempatkan di balik pintu toko tiba-tiba berbunyi nyaring. Gadis tersebut heran. Padahal ia belum membalik papan gantung bertuliskan "tutup" menjadi "buka", tapi kenapa sudah ada pelanggan? Belum sempat kepalanya mendongak, sebuah suara menyapa gendang telinganya.

"Soojung-ah, ada surat untukmu!" teriak seorang gadis berambut sedikit ikal yang memasuki toko sambil mengamati sebuah surat di tangannya.

Mendengar teriakan tersebut, gadis pemilik toko bunga tertawa kecil. Ia pasti akan mengenali suara cempreng milik sahabatnya di mana pun berada. "Dari?" tanya Soojung tanpa menghentikan aktivitasnya.

"Tidak ada pengirimnya," jawab gadis yang baru datang sambil membolak-balik surat dengan dahi berkerut.

Senyum Soojung seketika tergantikan oleh helaan napas sebal. Ia segera menghentikan aktivitas bersih-bersihnya, kemudian menatap teman kesayangannya dengan datar. "Bagaimana mungkin tidak ada pengirimnya, Inbi?" tanyanya dengan nada menegur.

Inbi segera memperlihatkan sisi depan dan sisi belakang surat aneh itu untuk membuktikan bahwa memang tidak ada nama pengirim di muka putih amplopnya. Sebelah alisnya terangkat, menantang Soojung untuk mengakui bahwa perkataannyalah yang terbukti benar. Namun sahabatnya tidak menghiraukan tantangan tak terucap itu. Perhatian Soojung terfokus pada surat di tangan Inbi. Bahkan dahinya telah membentuk kerutan samar. "Aneh sekali," ucapnya sambil merebut surat.

Setelah menyelipkan tongkat pel di ketiak, Soojung mulai membuka amplop usangnya. Penasaran, Inbi yang bertubuh lebih pendek dari Soojung segera berjinjit di belakang sahabatnya. "Astaga tulisannya jelek sekali!" komentarnya. "Dan agak, err...mengerikan," imbuhnya sambil bergidik ngeri.

Benar. Tulisannya sangat amat buruk. Seperti ditulis oleh anak kecil yang baru saja belajar menulis hangul. Bahkan kualitas kertasnya pun juga buruk. Seperti kertas lama yang telah menguning dan usang. Dan yang lebih mengerikan lagi, terdapat bercak-bercak darah yang telah mengering di beberapa bagiannya.

Baek Soojung,

Apa kau semurahan itu?

Apakah kau sangat tidak laku hingga kini merebut suami orang?

Asal kau tahu, aku dan Jimin telah menikah selama 5 tahun. Bahkan kami telah memiliki keturunan. Tentu saja dia sangat menyayangiku dan bayi kami.

Kau tidak akan pernah bisa merebut Park Jimin dariku, karena akulah ratu hatinya, sedangkan kau hanyalah lalat pengganggu sialan!

Jadi berhentilah menemuinya, jal*ng!

Jika kau tetap menemui suamiku, aku akan menghancurkan karirmu sebagai model!

Dan jika kau tidak menghiraukan surat ini, aku akan benar-benar membuat hidupmu sengsara!

Ingat itu!!

Setelah membaca deretan kata tersebut, Soojung dan Inbi sama-sama ternganga. Mereka memang sama-sama terkejut. Namun apa yang ada dalam pikiran keduanya sangatlah berbeda. "Astaga Soojung-ah, ternyata selama ini kau berkencan dengan Park Jimin?" tanya Inbi setelah terlepas dari keterkejutannya.

Tidak menghiraukan Inbi, Soojung malah membolak-balik surat ancaman di tangannya. "Benar-benar tidak ada pengirimnya," gumamnya dengan kerutan dahi yang semakin menukik tajam.

"Benar juga," Inbi malah mengiyakan, lupa bahwa pertanyaannya belum terjawab sama sekali. "Tetapi di situ tertulis 'suamiku'. Artinya, si pengirim adalah istri dari Park Jimin ini, bukan?" Soojung hanya mengangguk sambil lalu karena mata bulatnya kembali meneliti isi surat ancaman tersebut.

Lelah setelah berjalan dari halte, Inbi berjalan ke sofa pelanggan dan duduk di sana. "Ah, kupikir Jimin masih lajang. Ternyata ia malah telah memiliki bayi," monolognya sambil memijit kakinya sendiri. Seolah tertarik dengan perkataan Inbi barusan, Soojung pun memandanginya. Lewat ekor mata, Inbi menangkap tatapan Soojung yang sulit diartikan. "Apa?" tanyanya refleks dengan nada ketus.

"Kau kenal dengan Park Jimin?" tanya Soojung dengan wajah serius.

"Oh maafkan aku, Soojung! Aku tidak bermaksud merebutnya darimu. Aku hanya mengagumi ketampanannya saja," jawab Inbi dengan panik. Berfikir bahwa Soojung cemburu karena perkataannya tadi.

"Apakah dia memang sangat tampan?" tanya Soojung lagi.

Inbi langsung mengangguk antusias. "Sangat!" jawabnya tanpa berpikir. Sedetik kemudian ia terdiam karena baru menyadari sesuatu. "Tunggu, kenapa kau bertanya seperti ini? Kau tidak mengetahui Park Jimin?" tanyanya dengan mata terbelalak. Tentu saja ia merasa aneh dengan pertanyaan sahabatnya yang terkesan tidak tahu apa pun mengenai seorang Park Jimin.

Soojung hanya menggeleng. "Siapa dia?" tanyanya dengan polos.

Inbi ternganga tak percaya, "Kau pasti bercanda!"

Namun teman sejak kecilnya kembali menggeleng dengan wajah polos yang sama. "Siapa Park Jimin ini, Inbi?" tanyanya, menuntut jawaban.

Inbi sungguh ingin menjitak dahi sahabatnya agar dia berhenti bercanda. Namun melihat ketidaktahuan dan rasa penasaran yang terpancar dari wajah Soojung, membuatnya berpikir bahwa dia pastilah tidak sedang mengerjainya. Jika memang Soojung sama sekali tidak mengenal Park Jimin, lantas kenapa ada seseorang yang mengiriminya surat ancaman semacam itu?

To be continued...

avataravatar
Next chapter