36 BB.035 PRECIOUS

Mendengar ucapan dari ayahnya, wajah Jean menjadi pucat. Dia lupa tidak meminum obat pencegah hamilnya. Tapi Jean ingat jika hanya beberapa hari saja dia tidak meminumnya. Apa bisa secepat itu langsung hamil jika tidak meminum obat itu? Tidak bukan? 

Jean sangat panik saat ini. Jika benar dia hamil, bagaimana dengan reaksi Dominic. Untuk Jean, jika benar dirinya hamil tentu saja dia akan senang. Hamil adalah anugrah terbesar untuk seseorang. Jean hanya takut jika Jean benar hamil Dominic akan melakukan hal gila padanya. Jean takut jika Dominic memintanya untuk menggugurkan kandungannya. 

Tentu saja Jean sangat menolak jika Dominic menyuruhnya seperti itu. Bayi yang tumbuh akibat kecerobohannya, tentu saja Jean akan bertanggung jawab, karena itu adalah kesalahannya. Dan bagaimana pun juga ini anaknya, mana mungkin Jean tega melakukan itu. 

Membayangkan itu pun Jean tidak berani. Mengingat Dominic orang yang sangat tidak suka kalau ada yang membantah ucapannya. Mungkin Jean nanti akan pergi ke dokter Vian untuk memastikannya. Jean berharap jika yang dikatakan ayahnya tidak benar. Karena dia belum siap melihat kemarah Dominic. 

Sebuah tangan kekar tiba-tiba melingkar diperut rampingnya. "Apa yang sedang kau pikirkan, sampai dahimu mengerut seperti itu." Ucap Dominic berbicara di ceruk leher, membuat Jean merasakan sesuatu dalam dirinya tergelitik. Dominic memeluk Jean dari belakang, wajahnya ia taruh di ceruk leher Jean. 

"Tidak ada." Jean berbicara dengan lirih. Dia menyembunyikan wajahnya dari dari Dominic. 

"I want you." Kata Dominic tiba-tiba. Suara serak Dominic membuat Jean tahu apa yang Dominic mau. Tapi ini bukan dirumahnya, Jean tidak berani, bukan, lebih tepatnya takut jika suara desahan laknat nya terdengar oleh seisi rumah. Semua sentuhan Dominic membuatnya tidak bisa untuk menahan suara itu. 

"Tidak mau, ini bukan dirumahmu." Tolak Jean. Dia benar-benar tidak ingin seisi rumah tahu jika saat bersama Dominic akan menjadi liar. 

"Kenapa? Kau takut jika daddy akan akan mendengar lolongan desahanya?" Dominic menghisap kuat leher Jean sampai meninggalkan kissmark dileher Jean. 

"He..ntikan nanti ada yang melihatnya." Jean menahan diri untuk tidak terbawa oleh permainan Dominic. Dia sebisa mungkin menghindari Dominic. Tapi tetap saja, Dominic tetaplah Dominic, apa yang dia inginkan harus di turuti. 

"Ehhmm.." Suara deheman keras dari seseorang, mengganggu aktivitas Dominic. 

"Apa kalian tidak ingat sedang dimana kalian. Tidak sopan." Ujar ibu tiri Jean. 

Jean dan Dominic mengacuhkan ibu tiri Jean. Dominic tetap memeluk Jean dari belakang dan Jean tetap melanjutkan mencuci piring. 

"Kalian sangat mesra." Ayah Jean datang melihat keromantisan Jean dengan dominic. 

"A.. Apa si Dad." Jean langsung mengurai pelukan Dominic Pipi Jean langsung memerah mendengar ucapan ayahnya yang sedang menggodanya. 

"Kalian menginap ya." Ucap ayah Jean tiba-tiba. 

"Tidak Dad, aku dan Dominic setelah ini akan pulang." Tolak Jean. Dia tidak enak kepada Dominic karena niat mereka datang hanya ingin berkunjung saja, tidak ada pikiran untuk menginap. 

"Kalian harus menginap, daddy tidak mau tahu." Putus ayah Jean tanpa bantahan.

"Tapi dad." Jean menatap Dominic yang tidak berkata apa-apa. Jean menganggap jika Dominic tidak setuju dengan yang diputuskan oleh ayahnya. 

"Kami akan menginap." Tanpa di duga, Dominic menjawab dan mengiyakan permintaan ayah mertuanya. 

"Menantu dad memang yang terbaik. Dasar anak durhaka sudah lama pergi dari rumah, tiba-tiba menikah, sekarang sudah tidak betah dirumah." Ayah Jean sengaja menyindir anakmya seperti itu. 

Jean pun menunduk, dia tahu jika yang dikatakan ayahnya benar. Jean anak durhaka yang sudah berbohong tentang semuanya. Apa yang akan dikatakan ayah Jean jika tahu kalau pernikahannya dengan Dominic adalah sebuah kebohongan belaka. 

"Ayah hanya bergurau. Kamu anak yang terbaik dan yang paling baik didunia. Tidak ada yang seperti kamu di dunia ini. Terimakasih sudah menjadi anak ayah yang luar biasa." Mata ayah Jean berkaca-kaca, Jean pun langsung menghambur kepelukan ayahnya. 

"Daddy yang luar biasa." Jean menangis dipelukan ayahnya. Dominic hanya menatap keduanya dalam diam, sedangkan ibu tiri Jean menatap kagum Dominic disampingnya. 

Dominic tahu jika Merisa sedang menatapnya. Dia pun menoleh dan Merisa langsung salah tingkah karena ditatap oleh Dominic. 

Dominic menunjukan senyum semanis mungkin untuk Merisa. Ibu tiri Jean yang diperlakukan seperti itu oleh Dominic menjadi semakin salah tingkah. Matanya berbinar melihat Dominic yang menatapnya seperti itu. Bahkan ibu tiri Jean merasa kalau Dominic memberi lampu hijau untuknya. 

"Kalian harus janji sama dad, kalau kalian harus bersama-sama sampai maut memisahkan. Dan dad juga ingin kalian memiliki prince dan princes yang cantik dan tampan seperti ayah dan ibunya. " Jean yang mendengar itu langsung takut. Dia pun langsung mengalihkan topik.

"Dad.. Bagaimana kalau aku buatkan cemilan untuk kalian? Kalian pergi bermain catur saja oke." Jean pun langsung mendorong ayahnya. 

***

Malam menjemput, Dominic seharian dibuat repot oleh ayah Jean. Pertama untuk menemani bermain catur yang memakan waktu lama. Lalu pergi ke gudang untuk memindahkan barang-barang yang sudah tidak terpakai. 

Sekarang Jean sedang menunggu Dominic mandi. Jean juga memikirkan apa Dominic akan bisa tidur karena kasur di kamarnya tidak besar seperti kamar dirumah Dominic. 

"seharian ini dahimu selalu berkerut. Apa yang sedang kau pikirkan?" Ucap Dominic yang baru keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk yang melilit di bagian bawahnya. 

Jena reflek mengalihkan pandangannya dari Dominic. Dia sudah pernah melihat, bahkan sudah sering melihat Dominic tidak mengenakan apapun, tapi jika melihat langsung tanpa melakukan apapun membuat Jean salah tingkah. 

Dominic tahu Jean masih malu untuk menatapnya. Dia pun dengan sengaja membuka handuknya. Dan memakai celana dihadapan Jean. Dominic senang melihat Jean yang sedang malu dengan wajah memerah. 

"Bisakah kau pakai celana disana." Ucapan Jean masih dengan mengalihkan pandangannya. 

"Why? Kau sudah sering melihatnya bukan." Ucapnya dengan cengiran teretak diwajahnya. Jean tidak menjawab, karena memang yang diucapkan Dominic benar. 

"Aku haus." Dominic merasa tenggorokannya kering. 

"Biar aku ambilkan." Jean pun berdiri hendak mengambilkan air untuk Dominic. Tapi Dominic malah menarik tangan Jean hingga tubuhnya membentur tubuh atletis Dominic. 

Tanpa menunggu lama, Dominic menarik tengkuk Jean dan langsung melumat bibir Jean. Bibir yang sudah menjadi candunya beberapa waktu ini. Jean menyambut dengan senang hati. Dia juga mengalungkan tangannya di leher Dominic. 

Ciuman mereka cukup lama sampai Dominic melepaskan ciuman itu terlebih dahulu. "Biar aku yang mengambilnya sendiri." Dominic menyeka bibir Jean dengan ibu jarinya dan dia pergi kedapur untuk minum. 

Setelah kepergian Dominic, Jean menyentuh dadanya yang sedang porak poranda karena jantungnya berdetak dengan cepat dari biasanya. Apakah Jean benar-benar sudah mencintai Dominic? 

"Aku mulai mencintaimu. Bisakah nanti aku melepaskan cinta ini pada saat kita berpisah nanti." Ucap Jean. 

Ya, Jean sekarang mengakui jika dia sudah mencintai Dominic, mencintai pria yang sudah membelinya dipelelangan. Salahkan dia jika membiarkan cinta itu berkembang seiring berjalannya waktu. 

***

Di dapur, Dominic sedang menuang air dingin kedalam gelasnya. Sebelum dia meminum airnya, ada sentuhan jari tangan menyentuh bahunya dengan gerakan sensual. Dominic hanya diam, dia tahu siapa orang yang sudah menyentuhnya. Dengan cuek Dominic meminum air putih hingga tandas, baru setelah itu membalikan badannya dengan senyum tercetak diwajah tampan bak Yunani. 

"Mau minum?" Tanya Dominic berbasa-basi. 

"Aku haus." Ibu tiri Jean langsung mengambil gelas yang ada ditangan Dominic dan meminumnya tanpa ada rasa jijik karena gelas itu bekas Dominic. 

"Manis." Ucapnya menjulurkan lidah untuk membasahi bibirnya, tidak, tapi untuk menggoda Dominic. 

"Apa kau suka dengan wanita yang lebih tua?" Marisa berbicara seperti itu tanpa malu. 

"Aku suka dengan yang berumur. Dia lebih berpengalaman." Bisik Dominic tepat dikuping ibu tirinya. 

"Kalau begitu, lakukan. Aku akan dengan senang hati meladenimu." Merisa bersorak senang. Tapi tidak berlangsung lama karena Jean datang. 

"Apa yang kalian lakukan?" Jean tiba-tiba datang memergoki Dominic dan juga Merisa ibu tirinya terlihat seperti itu. 

"Dasar anak kurang ajar. Tidak tahu diri, kau sampah di keluarga ini. Kau tidak diajari tata krama untuk tidak memotong seseorang sedang berbicara. Dasar anak tidak tahu diuntung." Maki Merisa kepada Jean. 

Jean mengepalkan tangannya mendengar Merisa memaki dirinya di hadapan Dominic. Dia tidak sedih mendengar makian Merisa. Jean hanya marah karena sekarang Merisa berani memakinya di depan Dominic. 

"Maafkan anak sialan itu. Dia memang tidak pernah diajari sopan santun." Merisa menunjukan wajah dibuat seseksi mungkin kepada Dominic, berharap Dominic mau terpancing. 

Dominic tidak menjawab. Dia menatap Jean lekat. 

"Bagaimana dengan tadi? Kita pergi ke tempat yang menyenangkan." Merisa masih gencar menggoda Dominic. Tapi Dominic sama sekali tidak menjawab. Matanya masih menatap lekat Jean. 

"Seharusnya kau berterimakasih, berkatku kau bisa bertemu dengannya dan hidup dengan enak. Anak sepertimu harusnya enah." Merisa masih memaki Jean, dan dengan berani mengajak Dominic. 

"Yuk." Tangan Merisa merangkul tangan Dominic. Jean pun hanya memperhatikan Dominic dan ibu tirinya dalam diam. Tangannya mengepal kuat sampai kuku-kukunya menancap ke kulit tangannya. Ia tidak suka ibu tiri bergelayut manja pada Dominic. Jean ingin menarik Dominic agar menjauh dari ular itu. Tapi Jean hanya bisa menatap mereka berdua. Jean tidak berhak untuk melakukan apapun yang Dominic suka. 

Dominic menyentuh tangan Merisa yang merangkul lengannya. Dengan cepat, Dominic melepaskan tangan Merisa dengan keras. 

"Aku memang suka dengan yang lebih pengalaman, tapi bukan berarti aku mau denganmu. Kau lebih menjijikan dari seonggok sampah. Dia yang kau anggap sampah dan sialan, adalah wanita yang sudah mengorbankan segalanya. Dan itu berkat anda. Bersikaplah baik padanya jika kau tidak mau berurusan dengan suruhan ku, sama seperti pria mu yang sudah mati karena gantung diri. Serangga seperti kalian seharusnya enyah dari muka bumi, daripada menjadi sampah masyarakat." Dominic menyunggingkan senyumnya. Dia berjalan menjauhi Merisa. Dan mendekati Jean. 

"Dia jauh lebih berharga dari pada apapun." Ucap Dominic tepat dihadapan Jean. 

___________________

Aku stuck butuh semangat T_T

avataravatar
Next chapter