20 Bagian XIX

"Eh lo, cewek centil. Nggak ada kapok-kapoknya lo, ya. Udah gue ingetin berkali-kali juga nggak ada yang masuk tuh di kuping? Lo budeg, ya?"

Percuma juga Ara menanggapi Egan. Tidak akan pernah memiliki batas akhir bak tali tak berujung untuk menemukan titik ujung. Jika dibalikkan, dia pun akan membalikkan diri lagi dan terus begitu sampai dia merasa puas sesuai dengan keinginannya. Tapi, sampai sampai kapan dia puas? Sampai Ara melakukan apa yang dia inginkan? Toh, apa-apa yang Ara perbuat tak ada hubungannya dengan wanita cerewet ini. Maka dari itu Ara terus mendiamkan dan membiarkan dia menyinyir sampai mulutnya berbusa. Jika boleh, Ara ingin busanya bisa digunakan untuk mencuci baju dari pada harus membeli deterjen. Lumayan, bisa menghemat pengeluarannya dan dikirimkan ke ibu.

"Maksud lo apaan tiap minggu ketemu Legra di sini? Suka lo sama dia? Eh, ngaca dong, Legra tuh nggak cocok sama lo, orang kampung. Jangan jadi pelakor deh, lo."

Ara tak menanggapi walaupun mulutnya terus saja bersuara seperti bebek yang ingin menyeberang jalan. Bahkan suara bebek lebih enak didengarkan.

"Mau jadi pelokor, nggak buta lo? Nggak liat tuh saingan lo setinggi langit?"

Ara berjalan maju sedikit melewatinya, tetapi dia segera mencegah dengan berdiri di depan Ara.

"Kamu nggak kerja?" tanya Ara.

"Eh, lo dibilangin ya. Awas aja lo, siap-siap kalo masih deketin Legra lagi. Lo pikir, lo bisa gitu deketin Legra sementara gue enggak! Gue nggak mau idola gue dideketin sama cewek kampungan kayak lo."

"Kenapa?"

"Liat dong Daneen. Apa iya dia nggak bakalan cemburu kalo ada cewek yang berusaha deketin pasangannya? Oh iya, dia 'kan nggak perlu khawatir kalo orangnya aja kampungan kayak lo. Masalahnya, dia lebih perfect, sih."

Benar juga apa yang dikatakan oleh Egan. Ara tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Daneen. Daneen itu cantik dan punya segala yang tidak Ara miliki. Sedangkan Ara? Bahkan orang yang memujinya cantik pun tidak pernah. Paling-paling ibu yang mengatakan bahwa dia selalu rapi dalam hal kehidupan, juga yang terpenting adalah hati yang baik. Tapi..

"Tapi kenapa kalau aku bisa deket sama Legra sementara kamu enggak?"

Egan hanya diam, dia tidak menjawab sepatah kata pun atas pertanyaan yang Ara berikan. Bibirnya bergerak membuka, tetapi tak kunjung mengungkapkan sesuatu. Ara pikir dia gengsi untuk mengatakan perasaan yang tengah ia rasakan. Ya, sudah. Mungkin pertanyaan itu yang seharusnya sedari dulu ia pertanyakan pada Egan. Mengenai mengapa. Apa yang ia rasa selama ini hingga ia berlaku nyinyir terhadap Ara setiap minggunya di dalam perusahaan. Padahal pekerjaan mereka berbeda untuk dikatakan Ara sering berinteraksi dengannya hingga Ara membuat kesalahan yang menyakiti hatinya. Itu artinya ada kesalahan yang Ara lakukan, yang tidak memiliki keterkaitan dengan pekerjaan. Apa itu?

"Ada pak bos dan An." katanya.

"Mana-mana? Buru-buru balik kerja gue, nih. Lo, sih!" Egan malah menyalahkan Ara setelah ia melihat bosnya bersama dengan An yang masih berbincang-bincang di ujung lorong.

Namun, dengan segera ia tinggalkan tempat itu menuju pekerjaan yang menunggunya untuk dijamah. Pun begitu dengan Ara. Setelah Egan pergi berjalan ke arah belakang Ara, ia melangkahkan kaki beberapa langkah ke depan dan berbelok ke arah kiri sebelum mereka sampai melihatnya asik mendengarkan nyinyiran wanita ular. Bisa saja ia langsung mendapatkan ceramah, bahkan gertakan dari pak bos.

Baiklah, sekarang waktunya bekerja. Hal-hal lain pikirkan saja nanti. Harus selalu ada kata optimis untuk memulai sesuatu. Meneguhkan hati kita untuk tetap berada pada keyakinan hal baik akan selalu ada meski yang datang tak sesuai keinginan itu juga menyakitkan. Apabila kata optimis tak kunjung datang maka tinggal katakan saja apa yang dirasa pun yang diinginkan. Habis itu kita tinggal menunggu pengumuman. Sesuai maupun tidak, pasti itu yang terbaik sebagai pilihan yang Tuhan kirimkan pada kita.

Jika kekuatan magis itu benar-benar ada di dunia. Ara ingin mengubah dunia sesuai apa yang ia inginkan. Ia ingin memberikan hal-hal yang diinginkan oleh orang-orang di sekitarnya. Ia ingin menjadikan teman-temannya menyenanginya. Tidak hanya memperlakukan mereka, tapi juga diperlakukan seperti yang lain. Manusiawi. Pun dia ingin memberikan ungkapan pada mereka yang dapat diterima dengan baik. Juga dibalas dengan baik. Sayangnya kekuatan magis itu tidak ada. Jika ada, ia hanya ingin menggunakan itu untuk mengubah kehidupan sosial yang ia jalani. Bukan untuk memiliki harta benda yang diinginkan banyak orang.

Mungkin juga hal tersebut terjadi dikarenakan Ara yang memang tak pandai dalam berhubungan sosial. Perlu diketahui bahwa Ara hanya akan menyapa orang yang ia kenal dekat saja, meski hanya dirinya yang menyapa. Ia hanya akan bercerita kepada orang yang dianggapnya nyaman juga aman dengan tidak membeberkan cerita apa yang ia beri tahu. Sebab, jika orang lain mengetahui hal tersebut, Ara akan merasa ceritanya hanya akan menjadi sebuah tindakan untuk mencari-cari perhatian orang lain. Dan Ara tidak menyukai itu. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian banyak orang. Cukup satu atau dua yang penting setia.

"Jadi, ada hal apa yang ingin kamu sampaikan?"

"Kenapa harus pakai kata-kata aku tanyanya?"

"Gapapa, biar seru aja." Legra tertawa renyah.

"Nggak ada yang seru dari pertanyaan kamu."

"Ya udah, deh nggak jadi. Ulang-ulang." Legra berdehem sedikit menetralkan suaranya. "Jadi, ada apa, Ra?" katanya sedikit terkekeh.

"Sebelumnya, aku tanya dulu. Kamu bakalan ke Singapura. Kamu ke Singapura mau itu, ya?"

Dasar Ara-nya saja yang tidak memiliki topik pembicaraan. Pertanyaan yang seharusnya ia tanyakan dari tadi siang baru ia tanyakan sekarang. Tapi entah kenapa Legra tidak pernah mempertanyakan hal tersebut kepadanya. Dia selalu menjawab apapun yang Ara tanyakan. Jarang-jarang dia bertanya, kecuali ada yang membuatnya penasaran atau ada hal penting yang ingin disampaikan.

"Itu apa, Ra. Kok ambigu sih pertanyaanya."

"Emm, mau syuting?"

"Iya syuting. Cuma beberapa hari doang kok, nggak sampai seminggu. Jangan kangen, ya." Legra yang menggoda Ara, tapi telinganya yang memerah menahan malu. Sedangkan Ara yang digoda hanya tersenyum tenang.

Tunggu, sejak kapan Legra bisa malu hanya dengan mengatakan kata 'kangen'? Bahkan memainkan film percintaan yang banyak menggunakan kata semacamnya dan dilihat banyak orang pun ia tak malu.

"Kamu beneran nggak ada hubungan apapun dengan Daneen?"

Legra hanya bingung dengan pertanyaan Ara kali ini. Apa maksud Ara dengan bertanya semacam ini. Walaupun dahulu ia pernah menjelaskannya pada Ara, gadis ini tak menanyakan apapun. "Enggak, Ra!" jawabnya dengan nada penekanan.

"Aku suka sama kamu." Ucapnya tiba-tiba dan Ara menunduk sedalam-dalamnya, tapi kemudian mendongak dengan cepat. "Tapi, aku nggak ada maksud apa-apa untuk mengatakan ini. Aku hanya ingin tau perasaan aku dan nggak memendam itu."

"Kamu.."

"Tapi kamu tenang aja, walaupun aku udah tau perasaan aku dan mengatakannya sama kamu, anggaplah ini hanya sekedar cerita aku ke kamu," katanya.

"Maaf, Ra. Aku nggak bisa."

"Iya, Gra. Kamu tenang aja. Aku hanya cerita supaya aku merasa lega. Nggak ada maksud apapun. Aku nggak mau apa yang terjadi dulu terjadi lagi."

Sela-sela Ara mengungkapkan perasaan yang katanya hanya sekedar cerita dia ke Legra, tanpa sadar air matanya terharu ke pipi. Hanya beberapa tetes karena dia segera menghapus itu. Bahkan Ara malah tertawa di saat yang sama. Hingga Legra berpikir bahwa maksud Ara dari hal yang dulu tidak terjadi lagi adalah tentang kemalamgan Ara yang tidak sempat mengungkapkan perasaan pada cinta pertamanya. Menurutnya, memendam perasaan lebih menyakitkan dibanding cinta yang tidak terbalaskan. Walaupun ia belum merasakannya dan semoga tidak, tapi dia tau dari cerita teman-temannya. Cerita yang mengingatkannya pada masa remaja yang tak 'kan pernah ia lupakan.

"Kenapa kamu suka sama aku?"

"Karena cuma kamu dan Astri yang perhatian ke aku. Dan kamu pasti tau kalau diantara perempuan dan lelaki yang berteman, maka mereka tak sebenarnya berteman. Awalnya memang begitu, hingga akhirnya salah satu dari mereka akan merasakan hal melebihi teman. Ya itu aku, merasakan perasaan suka sama kamu."

"Tapi, aku nggak yakin kalau.."

Saat perasaan hangat menjalar ke seluruh tubuh, Legra hanya diam. Tubuhnya pun sedikit menegang pada saat Ara tiba-tiba memeluknya sekilas sambil bergumam kata maaf. Hanya beberapa detik, tapi banyak sekali yang dirasakannya. Matanya membola, tidak menyangka Ara yang pendiam mampu melakukan hal tersebut terhadapnya. Bibirnya sedikit terangkat ke atas walau tak membentuk senyuman sempurna. Beruntunglah tempat ini tak ramai karena semua orang telah pulang ke rumah masing-masing.

"Sudah aku bilang ini hanya cerita, jangan jadikan pikiran."

"Udah sore, Gra. Aku pulang dulu, ya, takut nanti akan kemalaman."

Dua langkah Ara menjauh dan kini berbalik menghadap Legra kembali. Ia ingin melihat apakah Legra tak mempermasalahkan yang Ara katakan bahkan ia lakukan barusan. Sungguh, memeluk Legra adalah hal di luar kendali dirinya. Dia tidak pernah berniat melakukan itu. Tak ada pula rencana seperti itu dalam benaknya.

"Tunggu, Ra. Aku antar."

"Eh, jangaan."

"Udah nggak apa-apa, sekali ini aja. Hadiah karena kamu bisa jujur ungkapin perasaan dan bicara banyak hal melebihi aku."

Ara hanya tersenyum dan di balas senyum oleh Legra. Sepertinya Legra memahami akan situasi yang dihadapkan oleh diri Ara sendiri. Ara bersyukur akan hal itu.

avataravatar
Next chapter