6 Bagian V (Live show dan supermarket)

Terdahulu bukanlah yang sekarang. Banyak yang telah lama perlu diperbaharui. Perlu baterai sebagai tenaga yang cukup untuk menyelesaikannya. Membuatnya menjadi yang paling berharga. Tidak untuk berharga dari yang paling berharga, tetapi berharga untuk yang tak berdaya. Menonjol di antara yang berharga melangkah epic, tapi itu hanya sebentar karena kemudian akan tersusul oleh yang mampu. Untuk yang tak berdaya akan selamanya setia meski sering terluka.

Legra senang menjadi seorang aktor. Aktor adalah profesinya. Akting adalah bakatnya, bahkan dalam kenyataan pun begitu. Legra sebenarnya tak suka hal pribadinya dikoarkan, apa lagi jika hal tersebut belum tentu kejelasannya.

Sekarang ini yang Legra lebih tidak menyukai. Acara live show yang mendatangkan khusus Legra dan Daneen. Bertanya-tanya bagaimana hubungan mereka yang tidak memiliki hubungan sama sekali.

"Wah, ini rupanya Legra dan Daneen yang sangat cocok ya. Sejak kapan kalian mulai bersama-sama, nih?"

Legra tak menjawab. Senyuman yang sedari tadi ia tampilkan pun palsu adanya. Hanya Daneen yang sedari tadi menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh pembawa acara.

"Ya, kami kenal pada saat suting film yang pernah kami mainkan bersama pertama kali," jawab Daneen.

"Cinlok alias cinta lokasi. Hmm, memang tidak bisa ditebak kapan akan bermula cinta datang, ya," pembawa acara itu terkekeh, seolah mengerti diantara Legra dan Daneen benar-benar terjadi.

Ingin sekali Legra berteriak tidak. Tidak ada yang terjadi di antara mereka. Mereka tak tau apa-apa tentang hidupnya. Lukanya masih basah dan Legra sendiri tak tau kapan akan mengering atau hampir mengering? Semakin lama ia tak bisa menahan diri terus berada disana. Ingin beranjak bangkit dari duduknya, tapi Daneen menahannya dengan memegang tangannya posesif.

"Waw, mesranya. Pantas saja para penggemar sangat mendukung hubungan kalian."

Lagi, jika terus seperti ini, bagaimana Legra bisa mengakhirinya? Lagi-lagi juga profesi melukai hatinya meskipun ia mencintai profesinya.

Setelah acara live show selesai, Daneen menyeretnya ke belakang. Membentaknya, menampilkan juga wujud aslinya yang tak bisa dimiliki dan memiliki Legra. Ia tak suka dengan cara Legra yang hanya diam tak menanggapi. Setidaknya mereka sama dalam hal hati. Sama-sama tak saling menyukai dan berpura-pura tetap menjalani.

Mereka tidak pernah menyapa satu sama lain kecuali di depan kamera. Reputasi mereka terlalu tinggi untuk dikatakan di depan penggemar. Legra yang terlalu keras membangun bagaimana seorang aktor dalam dirinya. Daneen sendiri tak mau kalah. Jadilah mereka diacung-acungkan seperti pasangan yang berjumpa pada lokasi syuting.

Selesai dari acara live show tadi, Nasir salah seorang aktor juga menghampiri Legra yang sedang sendirian. Mereka pernah berada dalam satu tempat untuk memerankan tokoh yang memiliki karakter berkebalikan. Maka dari itu, mereka mengenal satu sama lain.

"Allegra, sudah lama tidak bertemu."

"Terakhir waktu penutupan peran, ya." Legra terkekeh paksa.

"Kalau ada tawaran main, ajak gue, ya. Kita 'kan sesama manusia harus saling bantu. Iya, nggak." Legra hanya mengangguk-angguk tersenyum tipis.

"Ya, udah. Gue duluan kalau gitu, bye." Setelah Nasir pergi, An memutuskan mendekati Legra. Sedari tadi ia hanya selalu diam atau berkata sekali dua kali.

"Dasar manusia sok akrab banget itu orang. Deket kalau ada maunya doang."

"Pulang ajalah, yok. Bosen gue lama-lama di sini." Legra pergi mendahului An di belakangnya. Namanya saja dunia, pasti ada timbal baliknya. Entah enak atau tidak mengenakkan.

"Lo jangan kayak tadi dong, Gra. Diem mulu kayak pasangan lagi berantem."

"Gue sama Daneen bukan pasangan!"

"Iya, gue tau. Tapi nggak bisa gitu dong!"

"Gue males nyangkutin pekerjaan sama hati. Bikin enek aja."

An diam, Legra tidak dalam mood baik sekarang. Lain kali saja ia membujuknya. An tau Legra hanya perlu terbiasa dan menerima.

"Mampir supermarket dulu, ya. Gue haus."

"Sekalian, deh."

"Siap, bos."

An memasuki supermarket setelah turun dari mobil sedangkan Legra menunggu An di dalamnya. Saat itu entah kebetulan atau bagaiman, An melihat seorang gadis sedang bertelepon di dekat lemari pendingin. Mau tak mau An pasti tak sengaja mendengar percakapannya meski hanya dari sisi gadis itu.

"Benar 'kan apa kataku, Legra sudah punya dambatan hati. Aku lupa ingin menontonnya tadi, pekerjaanku masih banyak."

"..."

"Sudahlah Ara, memang sebaiknya kamu menjauh."

Ara? Apakah Ara yang sering bersama Legra itu? Berarti gadis ini teman baiknya.

"Oke, baiklah, aku tidak akan membahasnya lagi."

Hanya sampai di situ. Setelahnya, An pergi menuju kasir untuk membayar minuman yang telah ia ambil. Tak mendengarkan apa yang diucapkan oleh Astri selanjutnya. Selesai membayar, An keluar supermarket itu menuju mobil.

"Bagaimana kabar bapakmu?"

"..."

"Syukurlah kalau sudah membaik. Berarti kamu akan cepat kembali ke Jakarta, yeay," ucap Astri gembira.

An memasuki mobil dengan menutup pintu secara keras. Legra tergejolak kaget yang hampir tertidur karena kelelahan. Menatap heran ke arah An itu.

"Kenapa?"

"Ara tau hubungan lo sama Daneen."

"Bukannya itu wajar? Gue 'kan seorang artis yang dikenal banyak orang."

An memdesis tidak suka atas kesombongan Legra. Sudah biasa, tapi tidak bisakah disimpan dahulu untuk sekarang.

"Dia menjauhi lo karena itu. Lo tenang aja, gue bakal urus."

Memangnya apa yang salah? Legra yang berhubungan dengan Daneen. Apa hubungannya dengan Ara hingga An sampai khawatir akan hal itu. Tapi Legra tak menyangkal bahkan tak membalas perkataan An. Ia hanya diam menatap lurus ke depan.

Rasanya ada yang aneh saat tau Ara menjauhi Legra. Apa salahnya jika ingin berteman dengan Ara? Ia tulus, bahkan ketika tau Ara kesulitan dalam mencari teman.

"Lo tau ini dari mana?" tanya Legra.

"Hah, oh, tadi ada cewek yang lagi telponan sama Ara."

Apakah itu teman Ara yang lain. Bisa saja, sesulit apapun mencari teman, pasti ada juga yang tulus menemani Ara selain dirinya. Legra hendak keluar, tetapi An menahannya. An memberinya menggeleng pelan, sedangkan Legra menatapnya bertanya. An mengambil masker dan topi yang berada di dasboard, menyodorkan pada Legra. Astaga, Legra bahkan sampai lupa akan hal itu.

Legra memasuki kawasan supermarket. Dia tidak tahu seperti apa bentuk gadis yang An katakan. Ia hanya masuk mencari seseorang yang sedang melakukan panggilan. Tapi tidak ada, supermarket itu tidak ramai pengunjung, seharusnya Legra bisa lebih leluasa mencarinya. Tepat di waktu itu hanya ada Legra, dua pengunjung pria, dan satu wanita di di depan kasir. Benar, mungkin wanita itu.

Setelah mendekat area kasir, wanita itu sudah tidak ada, mungkin sudah keluar setelah menyelesaikan belanjaanya. Tapi, saat di luar pun Legra tak menemukan siapa pun. Sial, ia tak menemukannya.

Setelah dipikir-pikir, kenapa dunianya seakan tidak disenangi oleh orang-orang di sekitarnya? Dari dulu sampai sekarang. Ada banyak orang yang menginginkan menjadi seperti dirinya, didukung sepenuhnya oleh orang sekitar. Kenapa Legra tidak? Ia hanya ingin menunjukkan apa yang ia bisa. Ia ingin menunjukkan bagaimana hidupnya bisa menjadi hebat agar bisa dipuji oleh banyak orang. Tapi kenyataannya, mereka seperti tak menyukai apa yang sedang menjadi profesinya saat ini. Atau yang tidak disukai adalah raganya?

avataravatar
Next chapter