webnovel

Max yang Dipenuhi Feromon

Elia memikirkan aksi Max terakhir kali. Sentuhan dan tatapan Max erotis. Dia pikir sudah berhasil membujuk Max dengan cara itu. Hasratnya juga sudah sangat berharap Max tidak akan menahan diri.

"Seratus persen salah!"

Elia menggigit bibirnya. Dia melihat kedua lengannya bergantian lalu menyesalkan satu jam aksinya yang sia-sia.

"Sialan kau Jam!"

Elia tahu Jam tidak berbohong soal selera Max tapi soal Max akan memberinya jalan menuju Bawa Tanah kalau dia membiarkan Max melakukan itu lebih dulu padanya adalah seratus persen keliru! Jam berkata padanya Max membuat keputusan setelah melakukan observasi pada tubuh wanita yang akan dijualnya.

"Setiap wanita yang akan dibawanya ke Bawah Tanah pasti melewati serangkaian tes dari Max. Kalau lolos, mereka akan dapatkan tato dari Max. Dengan tato itu, mereka akan dikenali sebagai calon khusus dan mendapatkan akses langsung sebagai top host woman," kata Jam. Tiga jam sebelum berjalan kaki ke rumah Max, Elia bersama Jam di lantai atas Bar Jam.

Elia bisa merasakan gerakan jari-jari Jam di punggungnya.

"Tato?"

"Ya, tato. Aku juga nggak pernah melihat seperti apa bentuk tatonya, karena wanita yang lolos dari Max pasti akan sulit dijangkau lagi. Menjadi top host woman berarti sibuk. Kudengar tato itu dibuat di area yang hanya bisa dilihat oleh client," Jam membisikkan kalimat terakhir pada Elia. Hal itu membuat imajinasinya seperti dipenuhi oleh kupu-kupu terbang, tapi dia tidak berselera pada Jam.

"Max tidak pernah memberitahumu?"

Jam menggeleng.

"Tapi ngomong-ngomong darimana kamu tahu kalau bisnis sampingan Max seperti itu?"

"Rahasia."

Saat Elia sedang berpikir, Jam menyentuh leher Elia lalu mencium pundaknya. Itu memberikan sengatan menjalar ke seluruh tubuhnya, membuat kulit di area perutnya meremang.

"Apalagi yang bisa dilakukan Max?" Elia mengambil kesempatan itu untuk mengorek keterangan.

"Apalagi? seleranya aneh. Kau takkan lolos," bisik Jam yang lalu menciumi lehernya. Elia tak nyaman dengan aroma alkohol yang menyeruak dari mulut Jam. Dia bergerak mengambil botol minuman yang berisi setengah. Itu membuat pelukan Jam padanya melonggar. Dia menuangkan isinya ke dua gelas dan memberikan salah satunya pada Jam.

"Bersulang," kata Elia.

"Untuk?"

Elia tersenyum karena berhasil membuat Jam terkejut.

"Aku akan masuk ke Bawah Tanah, mencari tahu siapa yang melakukannya pada ibuku. Aku sudah tahu caranya," kata Elia sambil mengangkat gelas.

Elia memaksa Jam untuk menerima gelas itu. Setelah itu dia minum sendiri bagiannya. Sementara Jam jadi kaku.

"Kalau kamu pergi ke sana, aku tidak akan punya kesempatan untuk bersamamu lagi."

"Well, sorry."

"Tunggu, kalau kamu mau ke Bawah Tanah, berarti kamu akan menggunakan koneksi dari Max?"

"Ya, siapa lagi."

"No!"

Elia terkejut Jam meletakkan gelas ke meja dengan hentakan yang sangat keras. Beberapa detik setelah itu, dia baru menyadari kalau Jam sudah mencengkeram dan mendorongnya dengan keras ke sandaran sofa.

"Aw! Jam! sakit!"

"Itu artinya kamu akan membiarkannya melakukan apa saja padamu supaya lolos tes?"

Bagi Elia itu adalah pertanyaan yang tak perlu dijawab. Dia lebih berkonsentrasi untuk lari dari Jam. Sayangnya Jam lebih kuat darinya. Jam mendorongnya ke sofa lebih dalam lalu mulai menciuminya.

"Jam! please! be gentle!"

"Oke," Jam mulai mengatur nafasnya, tapi Elia tahu pengaruh alkohol membuat Jam tidak bisa sepenuhnya sadar.

"Aku tidak tahu pasti soal Bawah Tanah. Satu hal yang aku tahu, kamu harus melupakan rencanamu," kata Jam.

"Semakin kamu larang, aku akan semakin mencari tahu. Kamu tahu pasti alasanku ke sana," kata Elia dengan menekan setiap kata-katanya.

"Ya! Aku tahu! tapi kamu nggak perlu melakukannya. Ibumu ingin kamu hidup normal, makanya kamu dikirim ke luar negeri, untuk apa kembali lagi?"

"Normal?! anak pelacur mana yang bisa hidup normal ketika sejak lahir tahu latar belakangnya hah?!"

Elia mendorong Jam sampai terlepas.

"Aku tahu apa yang diinginkan ibuku! saat itu seharusnya dia juga berusaha hidup normal denganku tapi apa yang dia lakukan! kembali ke sarang itu dan berakhir mengenaskan! ditemukan di kolam renang hotel bintang lima setelah melayani entah siapa! dibunuh!"

"Oke, oke, aku paham perasaanmu tapi please, jangan lakukan itu!"

"Kamu nggak paham Jam!"

Elia merasa tidak ada gunanya bicara dengan Jam sehingga dia berdiri, mengambil tasnya, lalu menjauhi Jam tapi Jam bergerak cepat. Dia ditarik oleh Jam dan dijatuhkan ke ranjang. Saat sadar akan apa yang sedang terjadi, Jam sudah duduk di pahanya. Kedua lengannya ditahan dengan kekuatan lengan Jam yang berotot.

"Kalau kamu mau pergi setidaknya biarkan aku yang lebih dulu melakukannya sebelum Max."

Sadar tidak bisa melawan Jam, Elia mengalah. Dia membiarkan Jam melakukan apa yang dia mau sampai berhasil membuka blush yang dipakainya. Hingga akhirnya dia punya kesempatan untuk meloloskan diri. Dalam waktu singkat itu, dia hanya bisa meraih mantel merah dan tasnya.

Elia tidak menoleh lagi. Dia terus berlari sesuai jalur menuju ke rumah Max. Untungnya Jam tidak mengejarnya, jadi saat nafasnya mulai tak beraturan, dia bisa berhenti dan istirahat sejenak. Saat itu gerimis turun. Dia memeluk tas dan merapatkan mantel ke tubuhnya. Setelah itu dia berjalan cepat ke tujuan.

Sekarang, dalam keadaan terikat di atas tempat tidur di rumah Max, Elia hanya bisa mengumpat.

"Sialan kamu Jam! sial!"

Elia berteriak berkali-kali. Dadanya naik turun. Tiba-tiba dia merasa malu.

"Seharusnya aku tetap pada rencanaku, meminta Max dengan bicara saja."

Elia memejamkan mata. Dia memikirkan rencana berikutnya. Pada saat itu, pikirannya berkelana. Dia ingat lagi berita yang dilihatnya kemarin pagi. Mayat seorang perempuan ditemukan di kolam renang sebuah hotel bintang lima. Kondisi tubuhnya telanjang dan dipenuhi tato. Pihak televisi memblur wajah korban tapi dia masih bisa melihat salah satu tato di kaki perempuan itu yang luput dari bluring.

"Ibu," bisik Elia.

Dia tidak tahu perasaan apa yang sedang memenuhi dirinya. Ketika mendapat telepon dan pergi ke ruang mayat sendirian, dia tidak bisa menangis. Dia merasa kesal. Emosinya meluap sampai membuat kepalanya pusing dan sampai detik ini dia belum melampiaskannya dengan benar. Dari sana, dia pergi ke Bar Jam dan bicara dengan Jam. Dia tak menolak saat Jam membawanya ke lantai dua. Dia setuju saja karena merasa area yang lebih privasi akan lebih nyaman. Dia memberitahu Jam rasa ingin tahunya tentang siapa yang terakhir kali bersama ibunya. Jam tidak bisa memberi jawaban. Dia juga yakin polisi juga tidak akan memberikan jawaban yang diinginkannya. Itu karena dia tahu kalau sistem hukum di negara ini sangat korup.

Jam menghibur Elia dengan baik pada awalnya, tapi ketika dia mulai mengatakan ingin pergi ke Bawah Tanah, Jam mulai menunjukkan gelagat aneh. Jam melarang dan melakukan sesuatu yang di luar dugaannya. Itu membuatnya semakin penasaran, seperti apa sebenarnya dunia tempat hidup ibunya. Lalu dia menjadi bertekad untuk menemui Max dan meminta akses ke Bawah Tanah. Pada saat itulah dia merasakan kecemburuan Jam amat besar.

"Mungkin sudah banyak perempuan yang disukainya berakhir menyukai Max atau tidur dengan Max," pikir Elia sambil terkekeh. Dia terkejut dan sekaligus senang sendiri karena ini pertama kalinya dia tertawa.

Kemudian dia bisa memahami bagaimana setiap perempuan akan lebih mudah jatuh ke pelukan Max daripada Jam. Dia bisa membedakan keduanya. Secara fisik, Max lebih menarik. Kebugarannya dapat dilihat dan dirasakan dari kejauhan. Sepertinya dia dipenuhi oleh feromon, pikir Elia dengan sesungging senyum di bibirnya.

Di depan Elia sekarang ada pemandangan malam yang terlihat jelas. Dinding di depannya adalah sebuah kaca tanpa korden. Ukuran kacanya mencapai tinggi 2 meter dengan lebar 3 meter. Dia menikmati gerakan dedaunan berwarna hitam dan putih dari sorotan lampu. Gerimis juga belum berhenti. Suasana itu membuatnya ingat masa-masa manis saat bersama ibunya di luar negeri. Semuanya hanya sebentar.

Diikat dalam kondisi seperti itu juga membuatnya memiliki gerakan yang terbatas. Selimut yang menutupi tubuh setengah telanjangnya tidak menurunkan gairahnya yang sudah sempat dibangkitkan oleh Max.

"Kapan kau kembali Max?"

Elia menggeram menahan ketidaknyamanan tubuh bagian bawahnya. Itu membuatnya ingin kencing. Tahu bahwa Max tidak akan kembali dalam waktu cepat dia berusaha melepaskan ikatannya dengan gigitannya. Masalahnya adalah lehernya kurang panjang sehingga tidak bisa menjangkau pergelangan tanganya.

Seperti orang bodoh, Elia terus bergerak. Tubuhnya benar-benar telentang kuat seperti kulit sapi yang diikat untuk dijemur.

"Sial!"

Setiap gerakan yang dilakukan Elia membuat selimutnya melorot ke perut dan kaki kanannya tak lagi ikut terselimuti.

"Uhssshhh"

Udara dingin baru saja berhembus. Dia menengok ke kanan dan kekiri. Ruangan itu tidak dipasangi AC. Angin itu berhembus melalui ventilasi yang mengelilingi tiga per empat bagian ruangan.

"Ah sial!"

Elia menjatuhkan tangannya kembali ke bantal. Dia bisa merasakan angin merambati tubuhnya. Dia merinding.

Elia melihat pintu. Berharap Max muncul dari sana dan menghangatkan tubuhnya atau melepaskan ikatannya supaya bisa segera ke kamar kecil.

Next chapter