webnovel

Bahaya Wisteria

"Bunga itu berbahaya untukmu," ucap Sunshine.

"Bunganya beracun?"

"Ya, bahkan untuk manusia sekalipun."

"Lalu kenapa kamu menanamnya di sini?

"Untuk melindungiku, menjauhkanku dari iblis."

"Iblis?"

Sunshine mengangguk. "Kamu pikir iblis itu tidak ada?"

"Aku tidak pernah yakin soal itu."

"Dia ada, dan hanya satu."

"Hah?! itu berbeda dari yang pernah kudengar."

"Sebutan untuk iblis merujuk hanya pada satu makhluk."

"Tapi kenapa aku sering mendengar beragam nama iblis?"

"Nanti saja penjelasannya, ikutlah denganku, kamu harus menjauh dari bunga ini." Sunshine mengatakannya dengan dingin. Dia lalu balik badan. Saat berjalan beberapa langkah ke depan, dia sempat menoleh ke belakang memastikan Elia mengikutinya. Ketika dia melihat Elia sudah mengikutinya dengan wajah penuh rasa penasaran dia cukup lega.

Mereka sampai di teras untuk bersantai. Sunshine duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Max. Elia kembali ke tempatnya.

"Jelaskan lagi tentang bunga itu, kenapa bisa berbahaya untukku? dan kenapa iblis tidak menyukainya?"

"Aku juga tidak tahu."

Elia jadi agak jengkel. "Tapi tadi kamu bilang...."

"Tentu saja aku tidak tahu pasti karena tidak pernah melihat iblis bersentuhan dengan bunga itu sehingga aku tidak bisa mengonfirmasi kenapa iblis tidak menyukainya. Bisa jadi karena bunga itu langsung membakar tubuh mereka kalau saling berinteraksi atau bisa juga karena iblis tidak suka baunya."

Elia mengangguk-angguk. Pengetahuan baru yang dijejalkan padanya sulit untuk dipahami.

"Maksudmu semua itu asumsi?"

Sunshine merasa perlu untuk menambahkan informasi penting.

"Tapi aku pernah melihat manusia, setengah siluman, dan siluman yang jadi mati lemas karenanya."

Setelah mengatakannya, entah kenapa Sunshine merasa senang ketika melihat wajah Elia jadi pucat.

"Jadi... untung aku tidak menyentuhnya." Merasa beruntung dan malang sekaligus, Elia mencoba mengganti topik pembicaraan.

"Di mana Max?"

Sunshine dengan cepat menjawab, "Menata barang-barang di penyimpanan."

"Aku ditinggal," Elia menggerutu.

Sunshine tersenyum misterius.

"Jadi Elia, apa yang ingin kamu tahu? Max minta supaya aku menjelaskan semuanya padamu walaupun aku tidak yakin akan membantu."

Sunshine bicara seperti itu sambil mengeluarkan kartu tarotnya dari wadah silinder pemberian Max.

Sunshine bisa lekas tahu dari cara Elia berpikir sebentar. Elia ingin tahu banyak hal, tapi satu-satunya yang mendesak di hatinya adalah tentang ibunya.

"Apa kamu mengenal ibuku?"

Sunshine mengangguk.

"Seperti apa dia? kenapa Max bilang dia itu pemburu. Ada apa dengan status itu? apa itu bisa menyebabkannya tidak bisa meninggalkan dunia Bawah Tanah sampai tewas?"

Sunshine mengambil waktu untuk menikmati ekspresi Elia.

"Ya aku kenal Bibi, dia pernah kemari, dia duduk di kursi yang kamu duduki."

Elia lalu menarik kepalanya. Sunshine tahu ucapannya akan sulit dipercaya. Kata-katanya akan terdengar seperti hanya sedang menghibur Elia. Namun ketika melihat ekspresi terlihat sedih dan senang sekaligus ketika menyentuh kursi yang sedang didudukinya itu, dia merasa Elia tengah senang mengetahui di mana ibunya pernah berada. Mungkin Elia lebih dari sekedar menghargai informasi sederhana itu.

"Aku tidak pernah menghabiskan banyak waktu dengan ibuku. Bisa dibilang hampir tidak pernah, karena dia lebih cepat pergi daripada kembali. Waktu terlama yang kuhabiskan dengan ibuku adalah ketika dia membawaku ke luar negeri. Sekarang....aku tidak akan pernah lagi punya momen itu," Elia dengan malu-malu mengungkapkan isi hatinya. "Mungkin seharusnya aku selalu menyambutnya dengan hangat setiap kali dia datang bukannya marah-marah, cuek, dan bahkan memakinya."

Sunshine sengaja tidak menghiburnya. Dia hanya memperhatikan Elia sambil mengocok kartunya.

"Humm, kartu ini masih bagus. Persis seperti yang kuingat saat terakhir kali memainkannya bersama ibumu."

Sunshine mendapati Elia kembali antusias.

"Kamu bermain dengan ibuku? ibuku minta diramal?"

"Yah aku tahu sih orang-orang menyebutnya ramalan, tapi bagi kami ini adalah sistem pengumpulan data."

Sunshine tertawa ketika melihat Elia tak bisa memahami kata-katanya.

"Kamu benar-benar manusia."

"Apa maksudmu? Jadi Max berbohong padaku soal setengah siluman itu?"

Sunshine menggunakan jarinya untuk membela Max.

"Dia tidak berbohong padamu. Darah yang mengalir di tubuhmu memang mengandung darah siluman, tapi cara kerja otakmu, matamu, masih manusia sepenuhnya. Kamu aman sampai detik ini karena dia berhasil membuatmu tak terlihat."

Sunshine memberi waktu pada Elia.

"Dia? siapa?"

"Leluhurku," ucap Sunshine dengan nada muak.

"Leluhurmu? itu artinya grand grand grand father-mu?"

"Ya," Sunshine mengangguk. "Aku cucu warengnya," lanjutnya sambil menuangkan teh ke cangkirnya sendiri. Dia meminumnya dengan tenang. Sementara itu, Elia tercengang sampai tak bisa berkata-kata dalam beberapa saat.

"Kalian abadi?"

Sunshine tertawa terbahak-bahak.

"Wah...ekspresi dan kata-katamu benar-benar lucu, apa itu pertanyaan? aku rasa aku tak perlu menjawabnya kan? karena seharusnya kamu cukup berpendidikan untuk bisa membedakan mana yang abadi dan tidak."

Elia menelan ludah.

"Ah benar juga, tidak ada yang abadi kecuali Sang Pencipta."

"Nah! semua makhluk menyadari hal itu. Gimana sih? nggak perlu agama untuk tahu hal itu! yang ada itu hanyalah berumur panjang karena setiap makhluk mempraktekkan rahasia umur panjang itu."

"Film-film berkata lain."

"Aku juga nonton film, buatan Hollywood, Bollywood, Korea Selatan, Thailand, China, Taiwan, dan juga Indonesia, semuanya menarik kok. Favoritku adalah yang genrenya supranatural dan horror, aku bisa tertawa terbahak-bahak melihat hantu-hantu yang muncul dan logika mereka mengenai hantu."

Elia lalu mencondongkan tubuhnya ke depan.

"Apa mereka benar-benar ada?"

Sunshine bermaksud mengerjai Elia. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan sehingga menjadi sangat dekat dengan Elia. Dia berbisik di telinga Elia, "Di belakangmu ada banyak."

"Haish!"

Sunshine tertawa lagi.

Elia lalu ingat hal yang lebih penting untuk ditanyakan kepada Sunshine.

"Ah, kembali ke soal ibuku. Jadi apa maksudmu ibuku menyembunyikanku?"

"Ya, akulah yang membawa ibumu dan kamu saat masih bayi kepada kakek buyutku, tapi kelihatannya kekuatannya terpatahkan oleh sesuatu. Tandanya kamu bisa melihat tanda yang dimiliki Max dan juga sebaliknya, Max bisa melihat milikmu. Itu jelas menunjukkan ada darah siluman yang mengalir di tubuhmu."

Sunshine membuat tanda yang menyuruh Elia untuk tenang. Dia bermaksud mengatakan setiap kemungkinan-kemungkinan yang telah dibicarakannya dengan Max.

"Dengarkan aku baik-baik."

Elia lalu menata dirinya.

"Aku mencium aroma darah siluman di tubuhmu, jadi jelas kalau kamu bukan iblis. Aku juga melihat tanda di lehermu. Tanda siluman."

Elia menyentuh tanda yang berada di tubuhnya.

"Spirit siluman yang selama ini ditidurkan oleh ibumu mulai bangkit dan hanya ada satu kemungkinan atas hal itu, kamu berinteraksi dengan siluman yang bisa membangkitkannya."

Sunshine lalu mengamati Elia.

"Apa bukan kakekmu yang melakukannya?"

"Benar, seharusnya kakekku melakukannya sebagai orang yang melakukan penyegelan, tapi selalu ada pengecualian. Seperti teori keseimbangan, jika ada orang yang membangun akan hidup seseorang yang bisa merusak. Hal yang sama berlaku untuk semua hal di dunia ini."

Elia lalu tertegun. Sementara Sunshine memikirkan berbagai macam hal.

"Kamu yakin kamu diberi obat tidur oleh ibumu?"

Elia terlihat terkejut, dari mana Sunshine tahu?

Sedetik kemudian dia menyadari Max pasti orang yang memberitahunya. Sunshine menantikan reaksi verbal dari Elia.

"Aku pikir begitu."

Sunshine mengocok kartu tarot dengan tangannya. Gerakannya sangat cepat, Elia sampai tak bisa melihat gerakan tangannya. Setelah itu dia meletakkan susunan kartu tarot di depan Elia.

"Bukalah dari yang paling atas. Kartu tarot ini bukan untuk meramal nasib orang. Ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka tentang dunia bawah. Kita akan mulai dari kartu pertama yang kamu ambil."

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Mutayacreators' thoughts
Next chapter