1 Jevano Angkasa

Namanya Jevano Angkasa, seorang dokter spesialis Pediatric terkemuka di salah satu rumah sakit RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Tahun ini ia berusia 33 tahun. Pria yang kerap di sapa Jevan oleh rekan-rekannya ini termasuk dokter spesialis yang cukup di segani di tempat kerjanya.

Jevan merupakan sosok dokter cerdas yang mampu mendapatkan gelar spesialisnya dalam usia yang masih sangat muda. Kala itu Jevan berhasil menyelesaikan residennya di bawah usia 30 tahun dan sering kali menjadi narasumber dalam seminar-seminar tentang kesehatan anak.

Selain di kenal sebagai dokter yang cerdas dan juga ramah terhadap semua pasien nya, Jevan juga di kenal karena memiliki paras yang begitu tampan dan memiliki tubuh yang terbilang cukup tegap dan atletis. Ia memiliki darah blasteran Indonesia-Inggris-Korea dari garis ayah dan mendiang ibunya.

Jevan merupakan anak tengah keluarga Angkasa yang memiliki struktur wajah yang begitu menawan. Jika kedua saudaranya masih memiliki wajah khas Eropa, lain halnya dengan sosok Jevan yang memiliki wajah serta kulit tubuh lebih condong seperti orang Asia, oriental. Kedua matanya sedikit sipit jika dibandingkan dengan kedua saudaranya, warna matanya persis seperti orang Asia pada umumnya yaitu coklat gelap, dan rambutnya yang berwarna hitam legam. Namun, ia memilih untuk mewarnai rambutnya karena banyak yang mengira ia adalah keturunan Chinese tulen.

Terlebih kedua saudaranya memiliki warna rambut coklat caramel dan ia memilih untuk mewarnai rambutnya menjadi coklat gelap agar terlihat seperti memiliki aksen Eropa dari pihak ibunya.

Layaknya hari-hari biasa, saat ini Jevan masih berkutat di dalam ruang perawatan untuk melakukan check up kepada pasien rawat inap di rumah sakit dimana ia bekerja.

Saat ini ia sedang memeriksa salah satu anak yang menderita penyakit muntaber. Anak lelaki berusia empat tahun ini masih terbaring lemah di atas ranjang namun wajahnya terlihat lebih ceria dan berseri-seri.

Dengan ramah dan penuh rasa sabar, Jevan mencoba untuk berkomunikasi dengan pasien ciliknya sembari bertanya apa saja yang masih di keluhkan oleh balita ini.

Disaat ia sedang asik berbicara dengan pasiennya, ponsel yang ada di saku jas dokternya berbunyi. Ia merogoh kantung jasnya lalu melihat sebuah nama yang membuatnya berdecak lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku jas.

Ketika ia sudah selesai dengan kegiatanya, ponselnya kembali berdering dan segera mungkin Jevan keluar dari ruang rawat inap lalu mengangkat telepon yang sempat ia abaikan saat berada di depan pasien.

"Why? Gue masih di ruangan pasien!" seru Jevan dengan nada kesal saat ia baru saja mengangkat telepon dari salah satu saudaranya.

"Lo baru aja keluar dari ruangan bro! Lo pikir gue nggak tau?"

Kening Jevan berkerut sekilas lalu ia melirik ke kanan dan kiri mencari sosok yang sedang meneleponnya saat ini. Tepat di ujung koridor, sosok pria yang sangat familiar itu berjalan mendekat sembari merentangkan tangannya ke atas agar Jevan melihat kehadiran pria tersebut.

Segera saja Jevan mematikan sambungan teleponya lalu ikut berjalan menuju sosok lelaki muda yang masih terlihat mengenakan stelan kerjanya.

Dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku jasnya, Jevan berdiri tepat di depan adik bungsunya yang tersenyum ceria hingga menampilkan lesung pipi yang sama persis seperti miliknya.

"Ayo cabut!" seru Jeffrey sembari merangkul Jevan dan menarik kakaknya untuk ikut bersamanya.

"Asal main culik aja lo! Gue masih--"

"Lo habis ini udah nggak ada jadwal lagi kan? Jadi langsung ikut gue ke apart kak Jer," ajak Jeffrey sembari menyeret langkah kaki Jevan dan keduanya kini berjalan menyusuri koridor rumah sakit.

"Ada sesuatu yang mau gue omongin ke kalian berdua. Important! soalnya ini antara hidup dan mati gue Bang," tutur Jeffrey dengan wajah serius.

Jevan berdesis geli mendengar kalimat yang terlontar dari adik bungsunya ini. Meskipun begitu, ia tahu kalau semua ucapan Jeffrey tidak main-main dan ia menuruti keinginan adik kesayangannya ini.

---000---

"Gue mau ngelamar Lisa!"

Uhuk

Uhuk

Jevano tersedak cairan soda kaleng yang ia minum saat mendengar ucapan adik bungsunya yang membuat dirinya sangat terkejut hingga ia harus mengernyitkan hidung karena terasa nyeri akibat dari air soda yang mencoba masuk ke dalam tenggorokannya.

Sedangkan kakak tertua mereka, yaitu Jeremy hanya mematung hingga membuka mulutnya tak percaya saat adiknya berkata ingin melamar seorang gadis dengan nada tegas. Jevan sempat menepuk paha kakak tertuanya ini agar Jeremy tersadar dari sikap mematungnya lalu menatap dengan sangat tajam sosok Jeffrey yang sukses membuat kedua kakaknya terkejut setengah mati.

"Apa? Lo? Maksudnya?" Tanya Jeremy tergagap karena masih belum bisa mempercayai ucapan lelaki paling muda diantara mereka.

"Jeff, lo nggak ngapa-ngapain Lisa kan?" Tanya Jevan penuh selidik.

"Ya nggak lah! Selama ini gue ngejagain Lisa dengan benar dan baik ya Bang!" sahut Jeffrey dengan nada tidak terima. Lelaki muda ini tahu persis maksud dari ucapan Jevan.

"Lalu, kenapa lo tiba-tiba mau ngelamar pacar lo? Dia nggak lagi--" Jeremy tak melanjutkan ucapannya. Namun ia berdalih dan menepuk perutnya sendiri seolah memberikan sebuah kode agar kedua adiknya mengerti maksudnya.

Melihat hal itu Jeffrey mendadak merubah raut wajahnya kesal lalu menyenderkan punggungnya di atas sandaran sofa yang ada di apartemen Jeremy. Lelaki paling muda ini tidak percaya kalau kedua kakaknya mencurigai dirinya telah berbuat hal yang tidak-tidak dengan kekasihnya.

Jevano yang sadar mood adiknya mulai turun, langsung menatap Jeremy dan menggeleng kuat, membantu Jeffrey untuk menyangkal terkaan Jeremy. Jevan sendiri yakin bahwa sang adik tidak mungkin bertindak sejauh itu kepada kekasihnya. Jevan sangat paham bagaimana protektif nya seorang Jeffrey atas gadis yang bernama Lisa.

"Dia nggak mungkin sampai buat Lisa hamil Kak. Nyentuh pacarnya aja langsung sawan si Jeffrey, gimana mau buat Lisa hamil?" kelakar Jevan menjelaskan dengan nada bercanda agar mood Jeffrey kembali membaik.

Seketika Jeff mengulum senyumnya menahan malu sembari menundukkan wajahnya ke bawah. Menyembunyikan wajahnya yang memerah karena ucapan abangnya. Jevan tertawa melihat tingkah adik bungsunya ini.

Terbukti, ucapannya membuat suasana hati Jeffrey kembali membaik. Sedangkan Jeremy sendiri mulai mengerti dan mencoba untuk menanggapi serius ucapan adik mereka ini.

"Lo serius Jeff? Nikah bukan untuk main-main. Ada banyak tanggung jawab yang harus lo ambil! Nggak cuma materi. Tapi juga fisik, mental dan juga perasaan kalian berdua," kelakar Jeremy yang kembali mempertanyakan niat Jeffrey sekali lagi. Sosok Jeremy masih begitu ragu dengan keinginan adiknya ini.

"Gue tau Bang, Kak. Nikah itu bukan untuk ajang main-main atau untuk pamer. Selama gue pacaran sama dia, banyak banget pelajaran hidup yang masuk ke dalam diri gue. Nggak pernah sekalipun gue merasa kaya gini sama perempuan lain. Selama gue hidup, baru kali ini gue bener-bener berpikir serius dan matang."

"Bahkan waktu kami mulai pacaran pun, gue udah serius sama dia, ngedeketin dia bukan untuk sekedar have fun doang seperti yang sering gue lakuin. Tapi bener-bener cari tahu seluk-beluk dia seperti apa, sifatnya bagaimana, nyoba ngertiin dia, dan Lisa juga selalu nyoba buat ngertiin gue. Cocok nggak sih sifat kita berdua kalau seandainya kita hidup bareng? dan setelah tiga tahun kami dekat, akhirnya gue udah nemu jawabannya. Dan sekarang, mental gue juga udah siap untuk mengambil seluruh tanggung jawab Lisa dari keluarganya!" tegas Jeffrey yang membuat Jevan serta Jeremy terdiam tak berkutik.

"Lalu untuk masalah Denish gimana? Setelah lo nikah sama Lisa, dan seandainya Denish pengen ikut sama kalian berdua, apa lo sanggup untuk hidup bareng sama anak yang nggak ada hubungan apapun sama kalian berdua?" kali ini Jevan yang mulai bertanya dengan nada begitu serius.

Tanpa menunda, Jeffrey langsung menjawab dengan lantang dan tegas.

"Sanggup! Gue sanggup kalau seandainya Denish milih untuk hidup bareng gue dan Lisa, meskipun dia bukan darah daging gue ataupun Lisa, tapi gue udah nganggap Denish seperti anak gue sendiri. Gue masih ingat Bang apa yang lo ucapin waktu itu. Disaat gue deket dengan Lisa, gue juga mulai belajar buat suka dan nerima Denish seperti anak gue sendiri. Malahan justru gue yang minta sama Lisa supaya Denish tinggal bareng gue setelah kami menikah," ucap Jeffrey yang sukses membuat Jevan terpaku mendengarnya.

Setiap kalimat yang Jeffrey ucapkan tadi terasa bagaikan sebuah tangan yang menampar Jevan begitu kuat supaya dirinya sadar akan masa lalunya yang hampir sama seperti yang di rasakan oleh Jeffrey saat ini.

Yang membedakan hanyalah sosok anak kecil yang mereka bahas hanyalah anak asuh dari kekasih Jeffrey, bukan anak kandung dari Lisa. Namun, baik Lisa maupun Jeffrey mampu mencintai serta menyayangi sosok Denish layaknya orang tua kandung bagi anak tersebut.

Hati Jevan mulai berdenyut sakit dan rasa penyesalan kembali masuk ke dalam relung hatinya. Kedua mata Jevan terasa panas karena mengingat sosok wanita yang sampai saat ini masih menjadi primadona di dalam hatinya.

"Bang, Kak, jadi gimana? Kalian bisa kan luangkan waktu buat gue untuk datang ke rumah Lisa untuk ngelamar dia secara resmi?"

Jevan dan Jeremy saling pandang. Mendengar kesungguhan dan ketulusan keinginan adik bungsu mereka, membuat keduanya akhirnya mengangguk pelan. Jika memang Jeffrey merasa bahagia untuk hidup bersama kekasihnya, Jeremy serta Jevan tidak akan mampu untuk menolaknya.

Jeffrey tersenyum senang hingga ia memeluk tubuh kedua kakaknya dengan manja. Berbeda jauh dengan sikap serius dan tegas yang tadi di perlihatkan oleh lelaki muda ini beberapa saat yang lalu.

"Astaga, Lisa tau nggak sih childish nya sifat lo kaya gini?" Kelakar Jeremy yang merasa geli karena adik bungsunya ingin bermanja ria.

"Nggak mungkin tau lah! Jeff kan selalu keliatan cool kalau di depan Lisa," tandas Jevan yang terlihat pasrah di peluk oleh adiknya.

"Gue nggak bakal heran, setelah kalian nikah nanti, Lisa langsung nuntut lo cere karena merasa di tipu sama sikap lo selama ini!" Kelakar Jeremy yang sontak saja membuat kedua adiknya menatap tajam dirinya karena berbicara dengan kata-kata frontal yang sukses membuat Jeffrey kembali kesal kepada kakak tertuanya.

avataravatar
Next chapter