5 Baby Pin and Baby Nas

"Hai twins … ini papa …."

Wat menggendong anaknya pelan dan juga dengan sangat hati-hati.

"Lin … apa kamu sudah memikirkan namanya?" tanya Wat.

Lin membulatkan matanya, kemudian menggeleng.

"Belum," jawabnya kemudian.

"Ummm … aku sudah mempersiapkannya, tapi … aku tidak tahu kamu akan setuju atau tidak."

"Siapa namanya, Wat?"

"Nama yang sudah ku persiapkan adalah Pin dan Nas, bagaimana?"

"Bagus," ucap Lin terlihat serius menyetujuinya.

"Ya … memang bagus, tapi kamu juga pasti punya usulan nama, bukan?"

"Hai baby Pin …," panggil Lin kepada anak yang sedang ia susui.

Lin tidak menanggapi lagi pertanyaan dari Wat. Itu tandanya, ia setuju dengan nama pemberian dari Wat dan memang menyerahkan sepenuhnya kepada Wat untuk urusan pemberian nama kedua anaknya.

"Eh, baby Nas bangun, nih. Gendonganku tidak nyaman atau bagaimana, ya" ujar Wat khawatir, anaknya merasa tidak nyaman digendong olehnya.

"Dia haus, Wat … bukan soal nyaman atau tidak nyamannya. Sebentar ya … Pin masih belum mau lepas," ujar Lin terkekeh melihat raut bingung Wat.

***

Oaaaaa … oaaaaa … oaaaaa

Lin segera bangun dari tidurnya, masih dengan mata yang sayu, ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar dan menuju ke kamar si kembar.

Cklek

Lin membuka pintu kamar itu dan meraba dindingnya, untuk menyalakan lampu.

Ia berjalan menghampiri tempat tidur bayi yang berukuran besar dan juga cukup untuknya bergabung tidur bersama kedua anaknya.

"Nas … kok nangis …?"

Lin mengecek popok anak perempuannya itu.

"Bersih kok. Nas haus ya?" tanya Lin kemudian mengangkat Nas ke dalam dekapannya.

Belum juga disusui oleh Lin, Nas sudah berhenti menangis.

Dengan sangat perlahan, Lin kembali membaringkan Nas di atas tempat tidurnya.

Namun Lin masih berada di sana, tidak beranjak dan kembali ke kamarnya.

'Kita harus bisa menghadapi ini semua ya, nak … mama akan selalu ada untuk kalian,' ucapnya dalam hati, kemudian Lin memberikan kecupan pada Nas dan juga Pin.

Ia beranjak keluar dari kamar si kembar dan kembali ke kamarnya.

***

Tangan Lin mencengkram erat tepi tempat tidurnya. Rasanya ia sudah tidak mampu lagi menopang tubuhnya dengan rasa pusing yang menyiksanya sejak pagi. Kini waktu menunjukkan pukul 4 sore, waktu New York.

"Lin?"

Wat berlari menghampiri istrinya yang terlihat begitu lemas.

"Kamu kenapa Lin?" tanya Wat memegang kedua bahu Lin, kemudian tangannya menyentuh kening sang istri, merasakan suhunya begitu panas. "Kamu demam? Kenapa tidak bilang kalau sakit?"

"A—ku baik-baik saja kok. A—aku hanya kurang tidur sa—"

Buugh

Tubuh Lin jatuh dalam dekapan Wat, ia pingsan.

"Lin?!"

Wat segera mengangkat tubuh Lin yang sudah kembali ramping usai melahirkan dan memapahnya ke atas tempat tidur.

Ia meluruskan kaki Lin dan pria itu juga merasakan kakinya juga hangat.

Wat beranjak menuju ke kamar si kembar.

Cklek

Ia membuka pintu kamar si kembar, pelan dan melangkahkan kakinya secara perlahan, agar anak-anaknya tidak terganggu dan terjaga. Langkahnya menuju ke lemari milik baby Pin dan baby Nas, untuk mencari washlap. Setelah mendapatkannya, Wat segera keluar dari kamar itu, tidak lupa menutup pintunya kembali. Ia melanjutkan langkahnya menuju ke dapur, untuk mengambil air hangat. Wat ingin mengompres Lin agar suhunya menurun.

"Lin?" panggil Wat ketika ia sedang memeras washlap dengan air hangat yang dibawanya dari dapur.

Wat meletakkan washlap tersebut di kening Lin, membiarkannya di sana.

'Aku harus mencari baby sitter untuk membantunya merawat baby Pin dan Nas. Kalau terus dibiarkan seperti ini, bisa-bisa ia sering sakit,' gumamnya dalam hati, sembari melihat sahabat yang telah ia nikahkan sejak satu tahun lalu.

Wat beranjak dari tempat duduknya, ia keluar kamar dan menuju ke kamar si kembar lagi. ia melihat Pin sedang terjaga, namun anak itu sama sekali tidak menangis. Wat tersenyum, menghampiri tempat tidur baby Pin dan baby Nas.

"Hai, anak papa …," ucapnya menyapa baby Pin.

"Haooo … hooo …," balas baby Pin dengan imutnya, terus membulatkan mulutnya, seolah menjawab sapaan dari sang papa.

Usia mereka kini sudah menginjak dua bulan, namun rasanya mereka seperti sudah mengerti apa yang sedang dikatakan oleh lawan bicaranya.

"Kita hanya punya waktu beberapa hari saja Pin, untuk bersama seperti ini. Nanti Pin jangan nakal ya … baik-baik sama mama …," tutur Wat sembari menggoda baby Pin yang masih saja 'haao ... haaoo' membalas perkataan Wat.

Wat mengepal tangannya kuat, sudah tidak bisa ditolak ataupun diundur lagi. Wat harus kembali ke negara asalnya dan meninggalkan Lin bersama anak kembarnya.

***

"Apa?! Kamu mau pergi tanpa aku dan anak-anak?! Apa kamu tidak memikirkan, bagaimana sulitnya aku mengurus kembar sendirian? Aku tidak pernah mengeluh dan meminta tolong padamu, bahkan aku sakit seperti ini … aku tidak mengatakannya padamu! Sekarang … kamu dengan mudahnya, bilang kalau kamu mau kembali dan kuliah …?"

"Aku akan pekerjakan baby sitter dan juga asisten rumah tangga untuk kamu, Lin … aku juga tidak akan membiarkan kamu susah sendiri di sini," ujar Wat tidak bisa merubah keputusannya lagi.

"Aku tidak butuh itu, Wat … aku tidak butuh itu … a—aku bisa mengerjakannya sendiri, mengurus baby Pin dan baby Nas …."

"Lalu kenapa kamu masih mempermasalahkannya?!" tanya Wat, kali ini dengan nada tinggi.

Mata Lin membesar, tangannya mengepal kuat, menahan emosi yang sudah hampir meluap di dadanya. Sesak dan kecewa bertumpuk menyelimuti hatinya yang selama ini dingin.

"Aku sama sekali tidak mempermasalahkan … kamu mau kuliah, aku justru mendukung kamu, Wat …."

"Lalu kenapa, Lin …?!"

"Aku butuh kamu!"

Wat diam, mengerutkan dahinya.

"Yang aku butuhkan kamu … kamu suamiku dan papa si kembar … lantas aku harus bagaimana jika disini tanpa kamu?!"

"Lin … kamu kan sudah—"

"Sudahlah!" gertak Lin, membungkam mulut Wat untuk melanjutkan perkataannya. "Pergi saja … aku tidak apa-apa."

Lin beranjak dari tempat tidurnya, masih dengan tertatih.

"Mau kemana kamu, Lin?" tanya Wat.

"Ke kamar si kembar," jawabnya ketus.

"Jangan tidur di sana. Nanti mereka bisa tertular sakitnya kamu, Lin."

"Aku ibunya dan aku tahu mana yang tidak baik dan juga tidak benar. Aku bisa tidur di sofa. Aku hanya ingin menjadi ibu yang siaga, kalau sewaktu-waktu mereka terjaga, aku ada disana bersamanya. Aku masih sangat lemas untuk bergegas menuju ke kamarnya, jika aku tidur di sini bersamamu," papar Lin, tanpa menoleh sama sekali pada Wat.

Wat tidak menahannya, ia membiarkan Lin berlalu begitu saja.

Cklek

Lin menutup pintu kamarnya dan menuju ke kamar si kembar yang terletak di sebelahnya.

Ia melangkah pelan menghampiri tempat tidur baby Pin dan baby Nas. Keduanya terlihat tidur dengan sangat nyenyak.

Tes!

Air mata Lin sudah tidak dapat dibendung lagi. Ia menjatuhkan tubuhnya ke lantai, menahan isaknya agar Wat tidak mendengar tangisannya. Lin menutup mulut dengan tangan kanannya dan menahan sesak di dada dengan tangan kirinya. Ia menangis, begitu kecewa dengan keputusan Wat.

'Ya Tuhan … kenapa Engkau memberikan hukuman berat ini padaku … aku baru saja menikmati indahnya menjadi seorang istri dan juga ibu untuk kedua anakku. Meski perpisahanku dengan Wat hanyalah sebatas long distance married, tetapi tetap saja itu sangat berat bagiku … jarak ruang dan waktu, bisa saja membuat hubungan kami berantakan, bukan?'

avataravatar
Next chapter