6 Undangan pernikahan

"Biar aku ambilkan kau minum. Jika memang lelah istirahat saja." Aditya paham Dinar lelah karena ia mengenakan sepatu dengan ujung hak yang lumayan tunggu dan runcing. Sudah bisa di pastikan jika kaki perempuan itu pasti pegal.

Sesaat sesi pemotretan di hentikan karena kedua calon pengantin tersebut memutuskan untuk beristirahat. Dinar duduk pada sebuah kursi ia melepaskan sepatu high heels yang sedari tadi menyiksanya dan membiarkan kakinya bertelanjang bebas. Sementara Aditya pergi mencarikannya minuman dingin.

"Ini minumlah..!!" Aditya kembali dengan sebotol minuman dingin. Ia menyodorkan botol itu kepada Dinar.

"Terima kasih." Dinar mengambilnya dengan senang hati kemudian segera membuakanya dan meneguknya hingga hampir habis. tampak sekali jika ia memang sedang kehausan.

Aditya duduk di samping Dinar ia memperhatikan kaki perempuan disampingnya yang bertelanjang kaki. Gaunnya yang sedikit tersibak membuat Aditya bisa melihat jelas kaki Dinar. Tampak bagian belakang kakinya lecet dan kemerahan.

"Kakimu lecet..! Apakah sakit?" Spontan Aditya menarik kaki Dinar dan ia letakkan di pangkuannya untuk memastikan kaki Dinar tak separah yang ia duga.

Dinar yang mendapatkan perlakuan seperti itu tentu saja kaget dan bahkan hampir tersedak, ia sama sekali tak menyangka jika Aditya akan berperilaku seperti ini. Penuh perhatian seolah bagaikan kekasihnya sendiri.

"Oh.. Emm. Aku gak apa-apa kok hanya lecet sedikit."

"Kalau kamu memang tidak nyaman pakai sepatu itu kenapa masih di pakai juga. Sudah tau jadinya seperti ini masih juga memaksakan diri pakai sepatu itu. Pakai itu seharusnya yang buat kamu nyaman bukan bagus doang tapi malah menyiksa diri kamu sendiri." Aditya menceramahi Dinar bagaikan menceramahi adiknya sendiri.

Sedangkan Dinar justru merasa terharu karena walaupun nasa bicara Aditya sedikit kasar tapi ia merasakan sebuah perhatian dari pria itu. hormon kehamilan yang Dinar miliki membuatnya jadi sedikit sensitif tingga di tegur begitu saja membuatnya terharu hingga berkaca-kaca.

"Hei kenapa malah menangis? Aku.. Aku tidak memarahimu aku hanya sedang mengingatkanmu." Aditya jadi salah tingkah melihat Dinar yang berkaca-kaca seperti mau menangis.

"Aku tidak menangis. Aku hanya terharu. Ternyata kamu perhatian kepadaku."

"Aku bicara fakta bukan perhatian. Jadi gak usah lebay. Lebih baik lepaskan sepatumu itu!!"

"Aku memakai sepatu ini karena memang ini matching sama gaunku."

"Walaupun matching tapi kalau hanya untuk menyiksamu untuk apa?" Aditya bergerak menunduk kebawah dan mengambil paksa sepatu yang membuat Dinar kesakitan dan membuang sepatu itu dengan kasar.

Setelah menurunkan kaki Dinar Aditya bergerak kearah semak-semak. Mereka memang sedang foto prewedding di alam terbuka. Aditya memotek ujung tanaman lidah buaya dan kembali kerab Dinar. Ia berjongkok dan mengoleskan gel lidah buaya tersebut pada kaki Dinar yang lecet. Sensasi dingin dari lidah buaya tersebut langsung terasa menenangkan dan juga mampu meredam rasa sakit di kaki dinar.

"Kok kamu tau di situ ada lidah buaya?"

"Ya tau aja." sebenarnya aditya tau karena sejak tadi ia sendiri memang juga tak fokus dengan kegiatan prewedding ini. Dia lebih memilih mengedarkan pandangannya ke sekeliling nya.

Dinar memandang Aditya dengan tatapan sendu, ia tak pernah menyangka jika pria ini ternyata punya sisi baik. Karena selama ini Aditya yang ia tau adalah pria yang ketus dan sangat menjengkelkan bahkan selalu mengatainya saat mereka berjumpa.

Setelah mengoleskan lidah buaya Aditya pergi menemui orang yang mengatur wardrobe, aditya kembali dengan sepasang sepatu lain dengan model yang lebih simpel dan hak yang tak terlalu tinggi.

"Coba pakai ini..!" Aditya menyerahkan sepasang sepatu itu di dekat kedua kaki Dinar dan perempuan itu langsung mencobanya.

"Kebesaran." jawab Dinar yang merasakan sepatu itu longgar di kakinya.

"Pakai ini saja. Biar gak sakit. Lagi pula kita hanya berfoto." tutur Aditya. Sebenarnya ia ingin agar Dinar tak kesakitan lagi pada bagian belakang kakinya yang masih lecet dan tampak masih merah.

Dinar hanya mengangguk menurut perintah Aditya. Karena ia sadar apa yang pria itu sarankan adalah juga untuk kebaikannya. "Emm terimakasih Dit." ucap Dinar pada akhirnya sebelum Aditya beranjak pergi meninggalkannya. Sementara pria itu hanya tersenyum tipis.

***

Di perusahaan KA Group Arya sedang membagikan sebagian undangan untuk beberapa orang karyawannya. Undangan pernikahan adik iparnya dengan adik dari sahabatnya.

"Permisi Bapak memanggil saya?" Bintang menghadap bossnya yang sudah menunggu pada ruang kerjanya.

"Aku tidak tau apakah etis atau tidak memberikanmu ini. Namun ini adalah titipan dari ayah mertuaku untuk di bagikan kepada sebagian karyawan ku." Arya menyodorkan sebuah kertas undangan berlapis plastik di atas meja kerjanya.

Begitu melihat nama yang tertera di atas undangan tersebut Bintang sempat tercekat sejenak, salivanya terasa tertahan dan tak mau turun. Ia bingung apakah harus mengambilnya atau menolaknya.

"Aku hanya menyampaikan undangan inj saja. Entah Kau mau datang atau tidak itu adalah keputusanmu." imbuh Arya. Ia tau betul jika Bintang pasti tak akan sanggup datang ke pernikahan Aditya, dimana mereka sebelumnya pernah memiliki suatu hubungan khusus.

"Emm terimakasih Pak Arya. Saya akan menerima undangan ini. Tapi mungkin saya tak akan datang karena sebelum ini pak Adit sudah memberi tahu saya dan melarang saya untuk datang."

"Benarkah? Jadi kalian sudah bertemu?" tanya Arya yang tak menyangka.

"Ya. Kami sudah bertemu untuk mengakhiri segalanya. Di antara kami sudah tak ada hubungan apa-apa lagi. Jadi Dia juga sudah bebas mau berhubungan dengan siapapun."

Arya melihat raut wajah sekretarisnya yang seketika berubah. Wajahnya tampak sangat sendu meskipun ada seulas senyum di wajahnya hanya saja senyuman itu tampak sangat di paksakan.

"maaf pak, kalau tak ada yang lain bisakah saya pergi?"

"ya tentu saja, aku hanya ingin menyampaikan hal ini saja."

Setelah berpamitan Bintang pun keluar dari ruang kerja Arya dan kembali ke meja kerjanya sendiri yang tepat berada di luar ruangan pak Arya. perempuan itu memandang sekilas kartu undangan yang ada di tangannya, disana jelas tertulis nama Aditya dan juga calon istrinya yang di sertai foto keduanya yang tampak bahagia. Gadis dalam undangan tersebut tampak sangat cantik dan menawan. Terlihat jelas jika di adalah seorang gadis dari keluarga terhormat dan terpandang. Sangat kontras dengan dirinya yang hanya gadis miskin bahkan hanya mantan petugas cleaning service.

Melihat undangan itu Bintang jadi teringat ucapan Aditya beberapa waktu yang lalu yang bilang untuk tak perlu datang di acara sakral itu. Namun entah kenapa melihat undangan itu terbersit di pikiran nya untuk datang, namun entah dirinya mampu ataukah tidak melihat pemandangan yang mungkin akan melukai hatinya. Melihat orang yang pernah ia sukai bahkan pernah ia anggap sebagai malaikat pelindungnya, bersanding dengan perempuan lain selain dirinya.

Bersambung..!

avataravatar
Next chapter